Di pasir-pasirnya adalah rasa Butir-butir kerinduan ketika menepikan jiwa Pada saksi temaram senja menangis Bergetar seperti terhantam karang Rindu semakin tandus tak beraturan Entah kering karena lelah,dan mungkin hampa menyerah Kadangpun perih menyayat karena mu Atau camar-camar yang tak sampaikan pesan hatiku Di bawah nyiur ini sengaja ku tulis namamu Ya karena hanya huruf-huruf itu yang masih melekat Sedang wajahmu hanya semburat teringat Seperti rindu terbiarkan lapuk berkarat Tapi tetap saja ku sanjung mu seakan tiada dua Bak bidadari yang tergantung di mega jingga Huh!! atau bodoh ku selalu menyapa Benarlah,dia rupa yang tertumpah dalam samar asa Trus kepada siapa doa ku tuju Tuhan ?? mendengarkah Dia ?? Belum,sebab kau tak jua datang mendekat Malah desir rindu patah berkaca-kaca Karang-karang retak menunggu Angin tenggara tak menghantarmu pulang dari jauh rantau Kapal-kapal datang hanya membawa bisu Bahkan secarik sapa tak meriuhmu Peluh ini telah menjadi air mata Bayangmu meneluh kaki-kaki untuk tak lari Tapi sampai kapan melawan mentari Sedang kulitku semakin hitam mengkilat Ku nanti sampai badai pasang menyurut Atau kapal ke dua berlabuh dari negeri seberang laut Pasir-pasirpun mulai benci lepas mencaci Sampai malam keberapa rindu lengang bernyanyi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H