Strategi pemberian modal usaha bagi usaha mikro pada desa Cupak diharapkan dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usaha dan diharapkan dapat membawa usahanya naik kelas. Namun, strategi tersebut perlu ditinjau secara berkala karena setidaknya terdapat dua hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, literatur dan statistik industri menunjukkan sebagian besar usaha mikro yang ada di desa Cupak tidak tertarik pada fasilitas program kredit perbankan. Kedua, masih banyak pelaku usaha mikro yang ada di desa Cupak yang enggan mengakses permodalan, baik melalui layanan perbankan maupun non-perbankan.
Studi juga menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha UMKM di desa Cupak tidak memiliki aspirasi untuk bertumbuh dan berkembang karena berada dalam kondisi yang efektif untuk bekerja sendiri (effectively self-employment situations). Sebagai tambahan, independensi dan otonomi adalah motivator utama untuk pembentukan usaha yang ada di desa Cupak, sementara alasan pendapatan dan pengembangan usaha adalah alasan sekunder (Global Enterpreneurship Monitor, 2011). Oleh karena itu, pengukuran keberhasilan UMKM di desa Cupak berdasarkan perkembangan jumlah unit usaha memang penting, namun hal itu bukan yang utama karena ukuran tersebut tidak mencerminkan subsequent growth. Baik karena pilihan mandiri ataupun karena terkondisikan, unit usaha mikro dalam kategori ini akan tetap berskala kecil meski mereka bisa bertahan dalam waktu yang panjang.
Akses UMKM ke pembiayaan yang masih rendah tersebut juga terkait dengan hambatan pengembangan usaha lainnya. Akses ke perizinan, terutama untuk membuka usaha dan meningkatkan mutu produk, termasuk pemasaran dan distribusi produk, merupakan masalah lain yang menghambat pengembangan UMKM di desa Cupak. Pengembangan UMKM memerlukan kebijakan yang memiliki sasaran di setiap proses dari masa ke masa. Namun hal tersebut memerlukan sumber daya besar karena jumlah usaha mikro dan kecil di desa Cupak sangat besar.
#KitaUntagSurabaya
#UntukIndonesia
#EcoCampus