Mohon tunggu...
Andi Zulkifli Nurdin
Andi Zulkifli Nurdin Mohon Tunggu... Administrasi - Aparatur Sipil Negara yang hobby Ngeblog

Seorang Abdi Negara yang berprofesi sebagai PNS. Mencoba untuk tetap eksis menulis sebagai sarana berbagi dan menjalin persahabatan. Sekarang aktif di Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sulsel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kursus Calon Pengantin

21 Mei 2010   14:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:03 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: www.syokkahwin.com Membentuk rumah tangga sakinah mawaddah warahmah adalah impian semua manusia normal. Tidak ada satupun yang ingin rumah tangganya hancur berantakan atau kandas ditengah jalan. Pernahkah terpikirkan, ternyata proses membentuk atau membangun mahligai rumah tangga tersebut sangat ditentukan dari pondasinya. Maksudnya? Saya pun baru menyadari setelah mendengar uraian ceramah dari seorang ustads yang juga bekerja di kantor pencatatan sipil. Dari pengalaman beliau selama ini sebagai pejabat di KUA, beliau banyak mendapatkan sesuatu yang mana dalam proses pernikahan itu ternyata sangat jauh dari norma-norma agama yang diyakininya (Islam) Mungkin bagi setiap orang, apakah itu calon pengantin maupun orang tuanya menganggap hal-hal tersebut sangat sepele. Menganggap toh semua itu adalah pekerjaan dari sang penghulu. Mereka tinggal menjalani saja kehidupan rumah tangganya. Atau mungkin sebagian dari kita berpendapat hal tersebut masih bisa ditolerir oleh agama (Islam). Pandangan-pandangan tersebut diatas tentu sangatlah keliru. Salah satu contoh yang diberikan oleh beliau adalah masih banyaknya pasangan yang akan menikah (dinikahkan) tidak tahu sama sekali membaca Al-Fatihah. Atau ada juga yang malah lupa mengeja kalimat syahadat. Kalau saja hal seperti ini dibiarkan. Walau belum ada penelitian secara komprehensif. Tapi mencermati maraknya fenomena kawin cerai sepertinya relevan dengan kondisi para calon pengantin yang memang dari awal tidak dibekali dengan pengetahuan agama yang memadai. Saya tidak mengatakan bahwa semua yang bercerai itu rendah pengetahuan agamanya. Tetapi sangat disayangkan jika sepasang muslim dan muslimah yang hendak membangun rumah tangganya justru tidak bercermin pada kaidah agama. Sudah banyak kita lihat contoh, dimana sepasang pengantin harus merogoh kocek miliaran rupiah untuk menggelar pesta tapi hanya 1-2 tahun perkawinan tersebut harus bubar. Bersyukur karena saat ini pemerintah melalui kementerian agama membuat regulasi yang bisa dikatakan sebagai langkah awal untuk membenahi persoalan yang penting ini. Saya sendiri belum tahu pasti bagaimana teknisnya, namun sekilas nampak bahwa para calon pengantin tersebut harus menjalani semacam kursus calon pengantin. Bagi para calon pengantin, bekal yang diberikan ini tentu sangat bermanfaat kiranya dalam menjalani bahtera rumah tangga nantinya. Kebijakan ini tentu tidak bisa kita lihat sebagai bentuk campur tangan pemerintah. Tanggung jawab tentunya tetap kembali kepada individu masing-masing, tetapi pemerintah tetap berkewajiban memberikan pencerahan, perlindungan terhadap warganya dengan menetapkan rambu-rambu sehingga tercipta keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan beragama. Insya Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun