Mohon tunggu...
Qeysya Aeiba Thohir
Qeysya Aeiba Thohir Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Adat Bajapuik bagi Masyarakat Pariaman

19 Maret 2023   16:43 Diperbarui: 19 Maret 2023   16:47 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Alia, Laila, Qeysya

Pariaman merupakan salah satu daerah yang terdapat di Minangkabau (Sumatera Barat). Daerah Pariaman ini masih mempertahankan tradisi adat  Bajapuik. Bajapuik adalah tradisi perkawinan dimana seorang perempuan membeli laki-laki dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu antara pihak laki-laki dan perempuan. 

 Tradisi ini bukan mahar melainkan biaya yang dikeluarkan pihak perempuan untuk membawa laki-laki tinggal di keluarga perempuan. Tradisi ini memiliki sanksi moral, apabila tidak diterapkan di Pariaman. 

Dalam adat Minangkabau, mempelai laki-laki disebut juga Marapulai dan mempelai wanita disebut Anak Daro. Tata cara melakukan perkawinan tradisi Bajapuik ini terdiri dari : adat sebelum menikah, saat menikah, dan setelah menikah. Prososes sebelum menikah terdiri dari : Maratak Tanggo, Mamendekkan Hetongan, Batimbang Tando (Maminang), dan menetapkan uang jemputan. Sedangkan proses perkawinannya terdiri dari : Bakampuang-Kampuang, Alek Randam, Malam Bainai, Badantam, Bainduak Bako, Manjapuik, Marapulai, Akad Nikah, Bersanding di rumah Anak Daro, dan Manjalang Mintuo. Setelah proses perkawinan wajib melakukan : Mengantar Limau, Berfitrah, Mengantar Perbukoan, dan Bulan Lemang. 

 Jika ada masyarakat Pariaman yang melanggar tradisi ini akan mendapat sanksi moral seperti, keluarga pihak Anak Daro akan dipandang rendah oleh pihak keluarga Marapulai dan biasanya akan mendaptkan perilaku yang tidak menyenangkan dari semua keluarga adat karena tidak melakukan tradisi yang ada. Dalam beberapa kasus bahkan ada yang tidak jadi menikah karena Mamak dari pihak laki-laki merasa tidak dihargai dan apabila terus tetap ingin melanjutkan perkawinan tanpa tradisi ini, maka akan diusir dari kampungnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun