Bagaimana bisa masa laluku bisa mengacaukan keadaan harmonis yang baru saja dimulai ini. Aku tidak pernah mengira jika Alin akan marah sehebat ini hingga sampai hati, aku yang dibuat keok dengan caranya bertingkah.
Ibuku yang menyaksikan kejadian ini, yang baru saja dilihatnya didepan matanya, langsung merespon dengan sangat pedih padaku sampai aku tidak bisa menjawab setiap perkataan yang ibu bahasakan padaku.
Aku hanya bisa diam, aku hanya bisa pasrah, mencoba untuk menjadi seorang anak kecil yang selalu patuh kepada orang tua walau kenyataan ini memahitkan perasaanku.
"Kalau bukan karena kamu yang bawa kesini, ibu mana mungkin mau menerima dia dirumah ini."
Demikian ibu mengatakan itu padaku. Tidak lama kemudian, aku pun bangkit dari tempatku duduk. Rencana ku pergi menemui Alin yang mungkin didalam kamar, ia sedang menangis.
Kulupakan yang ibu katakan padaku, mencoba memahami setiap kondisi tidaklah seperti apa yang aku harapkan. Sementara ayah, biasa saja menyikapi keadaan ini, seakan tidak ada yang terjadi.
Akupun mengetuk pintu kamar. Namun belum ada balasan dari Alin, kupanggil dari luar dengan panggilan yang sebelumnya tidak pernah aku kenalkan padanya.
"Sayang, bisakah pintunya dibuka."
Masih belum ada respon. Lalu aku mencoba untuk membuka pintu kamar untuk memastikan apakah ia memang masih marah atau hanya bersenda gurau dengan menggunakan asap berwarna yang tidak biasa dalam hubungan yang baru saja dimulai ini.
"Alin...!" Panggilku sambil tersenyum membuka pintu kamar.
Di sana dia masih belum melihat kearah ku. Alin masih berbaring sambil memeluk bantal guling sementara foto pernikahan ku dengan mantan istriku diletakan di bagian belakang nya.
Kupaksakan diriku, kakiku melangkah maju menemuinya untuk menghiburnya agar dia paham bahwa setiap orang memiliki masa kekelaman dalam hidupnya. Setiap orang berbeda mengalami masa lalunya, ada sejarah-sejarah pahit yang setiap orang rasakan. Bahkan ada hal-hal yang tidak biasa terjadi sampai menitipkan pesan yang sulit untuk dibuang.