#Dipojok Desa
#Bumi Pena
Dia betul-betul telah pergi dariku. Tanpa pamit dan bahkan tidak menitip pesan kepadaku. Aku kira, kepergian cuma karena ingin mencari udara yang segar tau-tau nya dibawa oleh udara yang segar dan harum.
Ketika dia pergi, dia meninggal kan sebuah tempat dengan ku. Tempat yang dulu menjadi saksi awal, dia mengungkapkan perasaan nya padaku. Sekarang aku hanya bisa berharap agar dia kembali ketempat itu, dimana hati sedang terasa sepi.
Setelah kamu menggendongku di waktu itu, aku hanya bisa tersenyum sendiri. Mengingat-ingat caramu menggendongku, engkau bahkan tidak membiarkan aku turun, engkau masih tidak aku menginjak lantai karena pengakuan mu, aku lebih terlihat bahagia berada dalam genggaman mu.
Bekas-bekas telapak tangan mu dan bau badanmu detik ini masih begitu harum. Sampai-sampai aku tidak tahan menahan air mataku saking rinduku padamu. Namun kasian, kerinduan ini tidak bisa menjawab harapan keresahan ini padamu. Terbiasanya diriku bersama mu diperantu-an ini malahan menjadikan segala keadaan sunyi tanpamu.
Bukankah kita telah berjanji untuk selalu bersama. Memang kita bertemu ditanah orang tapi aku anggap pertemuan itu adalah suatu jawaban pertemanan yang sejati, persahabatan yang tulus dan saling menghargai. Apalagi pertemuan awal kita telah membawa kita mengarungi satu kehidupan yang begitu dalam.
Sebuah kehidupan yang banyak orang lain nantikan termasuk diriku. Setiap wanita mendambakan masa depan yang cukup serius serta menjanjikan keuntungan. Bukankah satu kekeliruan yang kamu buat sesudah menyatakan kesetiaan-mu padaku lalu dengan begitu saja kamu pergi seperti burung. Andai aku tau bahwa kamu akan pergi maka dari awal kita mengenal, aku akan mematahkan sayap-mu agar kamu tidak bisa terbang sejauh yang kamu mau.
Tapi apa dayaku, energi-ku telah habis kamu kuras. Dengan berbagai macam aktifitas rayuan-mu, kamu mampu mengambil apa yang selama ini aku pertahankan. Diriku, jiwaku, hatiku, pikiranku, melayang mengikuti kepergian-mu.
Sejauh ini tidak ada yang lebih dekat dari ku selain suatu sikap yang seharusnya tidak aku berikan padamu. Sikap sederhana yang aku anggap adalah kebahagiaan kita berdua tapi nyatanya adalah sebuah kesempatan perpisahan yang terjadi dalam hidupku sendiri.
Apakah pantas aku mendapat kan lagi kebahagiaan setelah kamu mengambil nya dari ku yang semuanya dilengkapi dengan berbagai alasan cintamu untukku. Aku bahkan belum sempat mempertanyakan alasanmu mengapa kamu pergi meninggalkan ku padahal rasa sayang ku padamu lebih besar dari harapanku untuk selalu hidup bersamamu.
Tapi benar apa yang di katakan oleh sebagian orang. Bahwa mencintai itu jangan pernah memberi semua harapan kepada orang yang kita cintai karena itu yang dipikirkan. Jangan sampai masih mencintai kemudian pergi meninggalkan dengan cara mengelabui perasaan yang aku kira masih memiliki kebahagiaan darimu.