Mohon tunggu...
Qayyuma Nurhaliza
Qayyuma Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

baik alhamdulillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Ekonomi dari Kenaikan Uang Kuliah Bagi Keluarga Berpenghasilan Rendah

29 Mei 2024   21:39 Diperbarui: 29 Mei 2024   21:54 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/PARip1aPMbYUBTFWA


Meningkatnya biaya pendidikan tinggi telah menjadi topik yang semakin penting dan mendesak dalam perdebatan kebijakan publik di banyak negara, termasuk Indonesia. Dampak dari tren ini tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa, tetapi juga oleh keluarga mereka, terutama yang berada dalam kategori berpenghasilan rendah. kenaikan uang kuliah meningkatkan beban finansial bagi keluarga berpenghasilan rendah. Kenaikan uang kuliah secara langsung meningkatkan beban finansial yang harus ditanggung oleh keluarga berpenghasilan rendah. 

Dalam hal ini, banyak keluarga yang sudah menghadapi tantangan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan primer seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan. Dengan adanya kenaikan biaya pendidikan tinggi, keluarga sering kali harus mengalokasikan kembali  sumber daya yang sangat terbatas. Hal ini bisa berarti harus mengorbankan kebutuhan penting lainnya, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup mereka.

Salah satu dampak paling signifikan dari kenaikan uang kuliah adalah pengurangan kesempatan bagi anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Meskipun anak-anak dari kelompok ini mungkin memiliki kemampuan akademis yang memadai, tingginya biaya pendidikan sering kali menjadi penghalang utama. Keputusan untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi tidak hanya membatasi peluang pendidikan mereka tetapi juga mengurangi prospek ekonomi jangka panjang. Tanpa gelar pendidikan tinggi, peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan gaji yang layak dan stabil menjadi semakin sempit, yang pada akhirnya memperkuat siklus kemiskinan antar generasi.

 Kenaikan uang kuliah juga sering memaksa mahasiswa untuk bekerja paruh waktu atau penuh waktu demi membiayai pendidikan mereka. Meskipun pengalaman kerja dapat memberikan keterampilan berharga, waktu yang dihabiskan untuk bekerja sering kali mengurangi waktu belajar dan beristirahat. Akibatnya, prestasi akademis mahasiswa dapat terganggu, yang berpotensi memperpanjang masa studi mereka. Perpanjangan waktu studi ini tidak hanya menambah biaya pendidikan tetapi juga menunda masuknya mereka ke pasar kerja yang produktif.

Berdasarkan asumsi saat ini, pendidikan tinggi sering dianggap sebagai kebutuhan tersier, setelah kebutuhan primer seperti makanan dan tempat tinggal serta kebutuhan sekunder seperti keamanan dan stabilitas ekonomi terpenuhi. Namun, dalam kenyataan pada pasar kerja saat ini, persepsi ini semakin tidak relevan. Banyak pekerjaan, bahkan di level entry, kini mengharuskan pelamarnya memiliki gelar sarjana sebagai syarat minimum. Hal ini menimbulkan pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan asumsi di mana pendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup, justru menjadi keharusan untuk mempertahankan atau meningkatkan standar hidup.

       Dalam menghadapi tantangan ini, intervensi kebijakan yang efektif sangat diperlukan. Pemerintah dan institusi pendidikan tinggi harus meningkatkan dan memperluas program beasiswa serta bantuan finansial yang ditargetkan khusus untuk keluarga berpenghasilan rendah. Beasiswa ini harus mudah diakses dan dirancang untuk menutupi sebagian besar biaya pendidikan, termasuk biaya hidup. Mengatasi masalah kenaikan uang kuliah tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Institusi pendidikan dapat mencari cara untuk mengurangi biaya operasional dan menawarkan program pendidikan yang lebih efisien. Sektor swasta dapat berkontribusi melalui beasiswa dan program magang yang mendukung mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Sementara itu, pemerintah dapat terus mendorong kebijakan yang memastikan pendidikan tinggi tetap dapat diakses oleh semua kalangan.

       Dengan mengatasi tantangan biaya kuliah ini secara efektif, kita tidak hanya membuka pintu akses pendidikan tinggi bagi lebih banyak individu, tetapi juga membuka peluang yang lebih besar bagi kemajuan sosial dan ekonomi secara keseluruhan. Ini adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar impian mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun