Setelah cuti dari kompasiana karena berada jauh dari akses internet, skarang saya comeback. Yah, walaupun tengah malam, nggak masalah, nulis should go on.
Saya sedang dirundung masalah, kebingungan akut yang cukup membuat saya keder.
Saya ingin merasa bahagia, namun ketika saya mulai merasakan perasaan tersebut, saya menyadari ini bukan kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan ini ada di dunia lain.
Dunia saya adalah dunia jungkir balik menjalani hari tanpa tujuan, hanya menjalaninya, apa adanya. Jika kekesalan merundung hati saya, maka hari itu akan jadi hari yang buruk.
Malam-malam saya habiskan untuk sesuatu yang tidak berguna. Karena saya tidak memiliki tujuan hidup.
Pagi hari saya bangun dengan mata sipit, karena tidur hanya empat jam. Seperti presiden saja. Padahal presiden tidur 4 jam karena beliau bekerja keras menjaga kestabilan negri, lah saya, menjaga kestabilan diri sendiri saja tidak.
Siang hari, saya berseliweran di jalan, kadang berkomplot dengan setan jalanan menggeber kendaraan dengan kecepatan gila-gilaan, menyelip mobil-mobil ber-ban 8 bahkan 12. Saya nggak pernah menghitung.
Dan sekarang, saya menabrak kaca besar, di depan saya ada perempuan kumal, dengan karung goni sebagai pakaiannya, karung goni rapuh yang kotornya nggak ketulungan.
Itu saya. Saya yang tanpa tujuan. Yang tidak pernah memaknai hidup. Yang tidak pernah berhenti sejenak, mengoreksi diri. Itu saya, yang terus berlari, merasa segalanya berjalan dengan benar, padahal mau lari ke mana saja saya tidak tahu, akhirnya saya hanya memutari sebuah puzzle, atau menabrak hambatan yang itu-itu lagi, intinya, muter di situ-situ saja.
Nahhh… ini nih, sumber kebingungan saya.
Jadi, saya mandi, mengeluarkan lembaran uang berwarna merah cantik, menyerahkan pada para fakir yang adalah yang berhak. Menunggui mereka melahirkan uang-uang merah cantik lagi dari lembaran itu, kadang, ikut mengusap peluhnya.
Saya mandi duit.
Duitnya mengalir pada orang lain.
Dan saya bersih.
Bayangan di cermin itu sekarang pakai kebaya cantik, tapi mukanya masih kotor.
Saya kembali pada kumpulan orang belum beruntung, tersenyum, senyum dari hati.
Sekarang bayangan itu bersih dan cantik, dengan makeup natural nan mempesona.
Ah, seandainya semudah itu menjadi cantik. Ah, bukan. Seandainya saya menyadari dari dulu semudah itu menjadi cantik dan bersih.
Hanya lebih respect, lebih peka, lebih bisa merasa.
Sekarang, saatnya menetapkan tujuan, dan mengambil langkah pertama untuk meraihnya.
Saya menurunkan bingung dari gendongan, ah… leganya…