Mohon tunggu...
Qanith kurniawan Arham
Qanith kurniawan Arham Mohon Tunggu... mahasiswa -

asli maros, pecinta Hijau dan sangat menyukai semangka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masyarakat Kelas Dua Dalam Shalat Jama’ah (Problem Shalat Jam’ah, Bag. II)

11 Juni 2016   03:44 Diperbarui: 11 Juni 2016   03:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

masjid sebagai rumah Allah, idealnya memiliki kondisi yang memungkinkan umat islam shalat dengan tenang secara berjama’ah. sehingga kadang kita dapati sebuah masjid dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang kenyamanan dalam melaksanakan Shalat sepeti dipasangnya AC atau kipas angin, karpet tebal, pengharum ruangan dan lain-lain.

Namun semua berubah ketika ada diantara jama’ah yang membawa anak-anak kecilnya ikut ke masjid. Anak-anak tersebut kebanyakan belum Mumayyiz (sudah mampu membedakan mana yang baik dan buruk) dengan rentang umur 2 – 5 tahun.  Jama’ah yang melakukan hal tesebut bukan sekedar satu atau dua orang tapi beberapa bahkan untuk sebuah masjid besar yang memiliki jamaah lebih banyak akan menjadikan masjid seperti area bermain anak-anak. Sudah bisa dipastikan kegaduhan akan tercipta dengan sendirinya sepanjang kegiatan ibadah shalat berlansung. mengingat masa kanak2 dengan usia tersebut sangat mudah bersosialisasi dengan sebayanya meskipun tanpa komunikasi yang rumit. Kalau sudah begitu, niat khusyu dalam shalat yang sedari rumah sudah dibawa jadi buyar seketika disela-sela cekikikan dan riuhnya tawa anak-anak dishaf belakang.

Beberapa macam alasan yang umum kita dengar dari para jama’ah yang kebiasaan membawa anak-anak kemasjid. Diantaranya ada yang bilang bahwa mereka ingin membiasakan anak-anaknya tersebut dengan suasana masjid dan melihat lansung kondisi shalat jama’ah. Alasan tersebut tidak sepenuhnya salah, namun kurang tepat bila kita menyamaratakan perilaku semua anak-anak dengan persepsi tersebut.

Mungkin lazim kita temukan ada anak-anak kecil yang menaiki leher atau menunggangi punggung bapaknya sementara sholat. kejadian tersebut sudah pasti tidak mungkin kita cegah saat kita juga sementara shalat. selain akan merusak konsentrasi shalat bisa saja si anak akan malah akan menangis dan membuat suasana makin ricuh, haha. Makin ribet kan.

Beberapa hal yang kemudian disepakati para ulama dan didasari dari pendapat para imam terdahulu, bahwa diperbolehkan membawa anak kecil ke masjid dengan catatan bahwa anak tersebut di jamin tidak mengganggu dan membuat keributan. dengan kata lain anak tersebut memang ingin diikutkan shalat berjamaah, bukan hanya sekedar ingin di bawa ke masjid tanpa adanya pengawasan. Pertimbangan yang diambil tentu adalah bahwa anak tersebut sudah dianggap tamyizmeskipun belum baligh. Bisak kita katakan berada di rentang usia 6 – 10 tahun dan sudah mulai memasuki sekolah dasar. Umumnya anak tersebut masih kerap kita dapati berceloteh ria bila tanpa pengawasan. Namun akan berhenti bertingkah bila di tegur orang dewasa secara lansung. Berbeda halnya dengan balita yang sedang lincah-licahnya bergerak.

kita dapat membaca beberapa hadits mengenai sikap Rasulullah dalam memperlakukan anak-anak bahkan ketika sementara dia melaksanakan Shalat. terkadang beliau sempat menggendong cucu-cucunya dalam keadaan shalat dan akan meletakkanya kembali bila dalam posisi sujud. Dari hadits-hadits yang menjelaskan sikap rasulullah tersebut kemudian menjadi dasar pertimbangan para ulama bahwa diperbolehkannya membawa anak-anak ke masjid.

Di waktu lain Rasulullah dalam keadaan mengimami shalat jamaah, kemudian dia mendengar seorang anak menangis dari shaf belakang, beliaupun dengan sengaja meringkas shalat karena khawatir akan perasaan ibunya bila mendengar tangis anak tersebut. Itulah sedikit contoh perangai Rasulullah dalam menyikapi berbagai tingkah kanak-kanak ketika shalat jamaah berlansung.

Lalu bagaimana sikap kita bila mendapati anak-anak membuat kegaduhan didalam masjid??

Saya sendiri memang belum memiliki anak, namun saya rasa perilaku dan pendidikan orang tualah yang berpengaruh dalam hal ini. Pendidikan mengenai Shalat jamaah memang sudah seharusnya di terapkan pada anak se dini mungkin, terutama kepada anak laki-laki di usia antara 7 – 10 tahun. Cara terbijak menurut saya, anak-anak tersebut kita sertakan dalam shaf orang dewasa dengan cara menyelipkan mereka di sela-sela orang dewasa. Dengan begitu akan ada sedikit jaminan bahwa si anak akan terjaga dari main-main. Dibanding dibuatkan shaf sendiri dibagian paling belakang dengan sebayanya. Sudah pasti mereka akan bertingkah seperti dalam keseharian mereka ketika bertemu temannya.

Menjadikan mereka sebuah shaf sendiri hanya akan menampakkan kita sebagai orang-orang yang sudah mengerti urgensi shalat jamaah seakan tidak peduli pada pendidikan spiritual anak-anak. Memarahi dan membentak, bahkan mengusirnya dari masjid hanyalah solusi jangka pendek untuk mengkondusifkan suasana masjid. Maka jangan heran bila waktu mendatang akan kita dapati masjid sepi akan pemuda yang seharusnya memakmurkan masjid. Disebabkan masa kecil mereka di cecoki ketakutan bila mendatangi masjid hanya akan dapat marah dari orang-orang dewasa di masjid.

Anak-anak muslim adalah investasi agama, jangan sampai pendidikan spiritual yang seharusnya berawal dari shalat jamaah bukan menjadi bagian dari pendidikan informal dalam hidupnya. Dengan begitu, mari jadikan anak-anak bukan lagi sebagai kaum kelas dua dalam masjid. Mereka sesusngguhnya adalah wadah yang selalu siap menerima didikan. Tinggal kita yang melihat dan memperlakukan mereka seperti apa. Bukankah akan sangat bagus bila justru masjid ramai akan anak-anak yang antusias mencari pahala dibanding hanya di isi aki-aki sepuh yang kerjanya hanya batuk dan menggerutu? hehehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun