Emosi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Emosi membentuk pikiran, perilaku, dan kesejahteraan kita secara umum. Dari bahagia dan cinta hingga sedih dan marah, berbagai macam emosi yang kita alami adalah bagian mendasar dari kehidupan kita sehari-hari.
Akan tetapi, saat kita menavigasi lanskap emosional ini, kita sering kali mendapati diri kita kesulitan dalam menyeimbangkan memvalidasi emosi kita atau meromantisisasi emosi tersebut.
Misal, ketika kita berada di tengah kemacetan lalu lintas pagi, perasaan kesal menggoda kita untuk meluapkan rasa frustrasi ituke dalam narasi besar.
Di satu sisi, kita ingin memvalidasi emosi kita, namun di sisi lain kita juga tidak ingin sampai meromantisisasi emosi tersebut.
Kehidupan kita sehari-hari penuh dengan emosi, dari yang mendalam hingga yang biasa-biasa saja, dan sungguh menakjubkan betapa dekatnya kita untuk mengagungkan intensitasnya.Â
Bayangkan kesederhanaan pedih dari senyuman bersama dengan orang yang dicintai, dan pada saat yang sama, luasnya rasa iri yang muncul saat menelusuri profil media sosial yang dikurasi dengan cermat. Pendulum emosi kita berayun mendekati ekstrem, mulai dari kurang menghargai perasaan kita yang sebenarnya menjadi terlalu mendramatisasi maknanya.
Pada artikel ini, kita akan mencoba memahami seni "memvalidasi emosi tanpa meromantisisasinya" dengan mempelajari skenario sehari-hari yang kita alami.Â
Kita akan mengungkap garis tipis yang memisahkan validasi autentik dari godaan untuk mengarang kisah emosional yang membawa kita semakin jauh dari inti perasaan sejati kita.Â
Perjumpaan kita sehari-hari dengan rollercoaster kehidupan menjadi contoh kuat dari tindakan penyeimbangan yang tidak mudah ini, di mana kita belajar menghargai emosi tanpa melebih-lebihkan signifikansinya.
Kenapa Emosi Harus Divalidasi?
Emosi adalah respons yang tulus dan valid terhadap berbagai situasi dan rangsangan. Emosi memberi tahu kita tentang keadaan batin kita dan membantu kita menavigasi dunia interaksi sosial yang kompleks.Â