Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Sepatu Anda dan Sepatu Mereka

10 Juli 2017   13:36 Diperbarui: 10 Maret 2023   10:15 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuka mata, banyak sekali perbedaan selera dalam gaya hidup manusia. Menilik dari busana untuk ujung kaki -- sepatu -- pun banyak varian yang tertangkap indera. Tidak hanya secara fisik mengenai kerelativitasan bagus-jelek baik-buruk yang bergantung pada persepsi yang berujung pada minat individual, secara psikispun banyak ditemukan keragaman variasi emosi dalam bersepatu -- sadar tidak sadar -- yang berujung pada pengambilan keputusan-keputusan kecil yang saya rasa menarik untuk diangkat menjadi pertanyaan-pertanyaan mengenai pemenuhan tingkat kebutuhan manusia yang didasari oleh teori dari Abraham Maslow.

Seperti yang dapat diamati, beberapa orang cenderung intens bergonta-ganti sepatu di saat beberapa orang lainnya cenderung bertahan dengan beberapa model walau sudah out of date. Sisanya, terombang-ambing di antara keduanya dengan porsi yang cenderung timpang. Di luar lingkaran, banyak orang yang memilih untuk masuk dalam golongan putih. Apapun pilihan setiap mereka, tentu ada alasan yang mendasari. Bagaimana jika dikatakan bahwa kenyamanan adalah faktor utamanya?

Kenyamanan, tidak hanya sekadar ketika ukuran sepatu ekuivalen dengan ukuran kaki. Lebih dari itu, tentang bagaimana individu merasa pas dan cocok -- apalagi sampai meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan dengan berbagai cara yang tak dapat diduga -- merupakan hal yang tak dapat diabaikan.

Pilihan bersepatu tidak pernah hanya sebatas logika cocoknya ukuran sepatu, namun juga rasa yang kemudian keduanya bersinergi menciptakan suatu proses kognisi yang panjang yang seringkali tidak kita sadari. Pengambilan keputusan ini bersifat sadar walau tidak kita sadari. Sadar yang dimaksud adalah proses ini melibatkan kendali diri secara penuh terhadap segala stimuli yang mengitari.

Kita memperhitungkan segala aspek dengan batasan-batasan yang sifatnya subjektif. Mulai sensasi, atensi, persepsi, hingga pengambilan keputusan akan pilihan yang konsekuensinya dapat ditoleransi, semuanya dilakukan secara sadar. Semua proses ini, sedikit banyak, ujungnya adalah rasa nyaman yang dituai individu yang bersangkutan.

Lalu apa sebenarnya kenyamanan itu? Dalam realitanya tidak akan pernah ditemui definisi yang mutlak. Kenyamanan, pada dasarnya akan sangat berpengaruh pada persepsi individu mengenai apa rasa nyaman itu. Namun, jika dilihat dalam hirarki kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow, rasa aman adalah suatu kebutuhan yang berada di tahapan kedua setelah kebutuhan fisiologis dalam tingkatan tersebut. Walaupun secara harfiah aman dan nyaman bukanlah hal yang sama, namun keduanya berkaitan erat.

Dalam literasi dan kebudayaan barat, khususnya dalam bahasa inggris, terdapat ekspresi tentang sepatu yang menyiratkan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan. "You have never been on my shoes", secara harfiah dapat diartikan sebagai "Anda tidak pernah berada (memakai, red) sepatu saya". Namun jika dilirik konotasi dari kalimat ini, yang kurang lebih bermakna "Anda tidak pernah di posisi saya dan menjadi saya", ekspresi sederhana ini merupakan penegasan bahwa hidup setiap orang berbeda, seperti emosi personal individu akan pakaian ujung kakinya masing-masing yang saya kemukakan di awal.

Keunikan kognitif dan afeksi setiap manusia yang dalam hal ini dilihat dari sepatu adalah salah satu contoh kecil bahwa dalam kenyataannya, manusia berbeda antar tingkat terkecil dari taksonominya dalam kerajaan animalia -- antar spesiesnya. Kebanyakan kita, dewasa ini, sibuk memperdebatkan hal-hal global dan menenggelamkan hakikat dari manusia itu sendiri; perbedaan. Perbedaan bukan sesuatu yang harus diperangi, tidak semua kepala dalam satu bilik harus seiya-sekata. Perbedaan, adalah pilihan jalan dari kota-kota yang belum kita kunjungi. Perbedaan, adalah sepatu-sepatu yang tidak dan belum pernah kita coba. Perbedaan menciptakan pilihan, dan pilihan -- seperti halnya memilih sepatu -- berujung pada subjektivitas yang dipengaruhi oleh unsur-unsur pembentuk kepribadian dan keyakinan individu yang bersangkutan.

Tidak ada sepatu yang baik untuk semua orang, tidak ada sepatu yang buruk untuk semua orang.

Jadi, bagaimana sepatu anda?

Bagaimana anda menilai sepatu orang lain? (oni)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun