Mohon tunggu...
Qanita Hana Amira
Qanita Hana Amira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Biologi UI

Jakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mariana Snailfish: Ikan Endemik di Kedalaman Palung Mariana

29 Desember 2021   07:30 Diperbarui: 29 Desember 2021   07:49 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Liparis tanakae Sumber: (Wang dkk. 2019: 824)

Palung Mariana yang terletak di perairan Samudera Pasifik disebut sebagai titik terdalam di dunia karena memiliki kedalaman mencapai 10.911 meter. Zona terdalam dari Palung Mariana, yaitu diatas kedalaman 6.000 meter, disebut sebagai zona hadalpelagik. Zona hadal menjadi salah satu lingkungan yang paling tidak bersahabat di bumi, karena kondisinya dengan suhu dan kadar oksigen yang rendah, tekanan hidrostatik tinggi, diselimuti kegelapan, serta sumber makanan yang terbatas. Namun kenyataannya, kehidupan dapat tumbuh subur di alam yang sangat ekstrim tersebut. Kemajuan teknologi saat ini telah mendorong ekspedisi untuk mengeksplorasi zona hadal di Palung Mariana, sehingga dapat menghasilkan penemuan ratusan spesies yang tinggal di dalam zona tersebut. Salah satu spesies baru yang ditemukan selama ekspedisi tahun 2017 pada kedalaman 7.415 meter telah diidentifikasi sebagai Mariana Snailfish (Pseudoliparis swirei).

Gambar 2. Liparis tanakae Sumber: (Wang dkk. 2019: 824)
Gambar 2. Liparis tanakae Sumber: (Wang dkk. 2019: 824)
Studi pohon filogenetik menunjukkan P. swirei berkerabat dekat dengan Tanaka Snailfish (Liparis tanakae), dibuktikan dengan ukuran dan bentuk tubuh P. swirei yang mirip dengan L. tanakae, tetapi kulitnya lebih transparan sehingga otot dan organ dalamnya terlihat jelas. Hal tersebut sebagai bentuk adaptasi P. swirei di ekosistem hadal. Lingkungan 7.000 meter di bawah laut hampir sepenuhnya tanpa cahaya. Seperti ikan lain yang hidup dalam kegelapan, P. swirei telah kehilangan gen pigmentasi kulitnya sehingga menjadi transparan. Selain itu, sistem visual P. swirei tidak berkembang sempurna, dibuktikan dengan hilangnya beberapa gen yang berperan pada fotoreseptor. Kehilangan kemampuan visual tersebut diikuti dengan kemampuan untuk merasakan cahaya dalam bentuk apa pun.

Gambar 3. Kekerabatan Filogenetik Mariana Snailfish dengan Kelompok Teleostei lainnyaSumber: (Wang dkk. 2019: 825)
Gambar 3. Kekerabatan Filogenetik Mariana Snailfish dengan Kelompok Teleostei lainnyaSumber: (Wang dkk. 2019: 825)
Vertebrata yang hidup di permukaan bumi umumnya memiliki tengkorak tertutup yang dikelilingi oleh tulang keras untuk melindungi otak dan mempertahankan tekanan dalam rongga kepala. Namun, tengkorak tertutup tidak dapat mempertahankan integritas strukturalnya di bawah tekanan hidrostatik yang sangat tinggi dari ekosistem hadal, sehingga P. swirei mengembangkan struktur adaptif dengan memiliki tengkorak yang tidak sepenuhnya tertutup, otot tipis dan berair, serta kerangka tulang yang tidak mengeras sempurna dan terbuat dari tulang rawan untuk memungkinkan pemerataan tekanan internal dan eksternal.

Gambar 4. Kerangka tulang P. swirei Sumber: (Gerringer dkk. 2021: 5)
Gambar 4. Kerangka tulang P. swirei Sumber: (Gerringer dkk. 2021: 5)
Gambar 5. Struktur tengkorak P. swirei Sumber: (Wang dkk. 2019: 827)
Gambar 5. Struktur tengkorak P. swirei Sumber: (Wang dkk. 2019: 827)
Sebagai predator utama di ekosistem hadal, P. swirei mengembangkan strategi makan khusus untuk mengatasi ketersediaan makanan yang rendah, yaitu memiliki perut yang dapat membesar ketika diisi oleh makanan dan dapat bergerak cepat untuk mencari makan secara efektif dan efisien. Perut P. swirei umumnya hanya diisi oleh satu spesies krustasea, yaitu Hirondellea gigas. Makanan yang relatif terbatas dan penglihatan yang lemah telah mendorong perubahan adaptif dalam reseptor penciuman P. swirei, sehingga mereka melakukan evolusi dengan meningkatkan ketajaman dalam kemampuan chemosensory agar dapat menggunakan kedua lubang hidungnya dalam upaya menemukan makanan.

Gambar 6. Hirondellea gigas Sumber: www.japantimes.co.jp
Gambar 6. Hirondellea gigas Sumber: www.japantimes.co.jp
Kendala lingkungan yang paling mencolok di zona hadal adalah tekanan hidrostatik yang meningkat 10 atm per 100 m kedalaman, dan mencapai sekitar 1.000 atm di palung laut terdalam. Tekanan hidrostatik yang tinggi dapat mengurangi fluiditas membran lipidbilayer dan reversibilitas transisi fasenya, sehingga mengharuskan organisme hadal mengembangkan adaptasi molekuler untuk mencegah membran terdenaturasi, menekan aktivitas gen transpor membran, serta mennghambat aktivitas enzim. Studi biokimia menunjukkan bahwa membran organisme yang beradaptasi di laut dalam mengandung persentase berat asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi daripada membran pada spesies di laut dangkal. Perubahan tersebut dapat meningkatkan kelimpahan lipid membran fase cair dan menghambat membran untuk terdenaturasi. Spesies yang hidup laut dalam juga harus mempertahankan kondisi intraselulernya untuk mempertahankan stabilitas protein. Oleh karena itu, mereka melakukan adaptasi fisiologis dan struktural terhadap protein. Adaptasi fisiologis protein melibatkan akumulasi zat terlarut organik sebagai penstabil protein agar dapat mengembalikan protein terdenaturasi ke struktur aslinya. Adaptasi struktural protein melibatkan perubahan pola substitusi asam amino dan struktur protein untuk melawan tekanan pada fungsi protein.

Kondisi oksigen di laut dalam berbentuk oksigen terlarut yang akan berkurang seirin dengan peningkatan kedalamannya sehingga kandungannya oksigen terlarutnya hanya sekitar 3-5% saja. Kadar oksigen yang rendah tersebut disebabkan karena sudah tidak terjadi interaksi antara oksigen di atmosfir dengan air dan tidak ada produsen primer, seperti fitoplankton dan tumbuhan laut, yang bisa mensuplai oksigen melalui fotosintesis. Salah satu sumber penyuplai oksigen di laut dalam adalah siklus termohaline yang timbul akibat adanya perbedaan densitas air laut. Massa air laut dengan densitas yang besar akan tenggelam ke lapisan dalam, lalu kekosongan tersebut akan diisi oleh massa air laut di sekitarnya. Siklus termohaline tersebut dikenal dengan istilah Ocean Conveyor Belt. Kadar oksigen tersebut tentu dimanfaatkan sebaik mungkin oleh P. swirei untuk melakukan mekanisme respirasi dengan insang. Respirasi dilakukan dengan membuka mulut untuk memasukkan air yang mengandung oksigen, kemudian air akan dipaksa untuk keluar melalui insang. Di dalam insang terdapat filamen dan lamella yang menjadi tempat difusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

Kadar garam yang tinggi di air laut mengharuskan organisme laut melakukan mekanisme osmoregulasi untuk menyeimbangkan konsentrasi osmotik internal dengan lingkungan eksternal. Sebagai kelompok ikan Teleostei yang konsentrasi tubuhnya lebih rendah dari air laut, P. swirei melakukan mekanisme osmoregulasi dengan banyak minum air laut yang mengandung ion Na+/Cl- dan sedikit mengeluarkan urin. Kelebihan garam dan ion pada tubuhnya lalu akan disekresikan melalui insang. Selain memiliki strategi terhadap kadar garam tinggi, P. swirei juga melakukan beberapa strategi untuk bereproduksi, karena masalah lain yang seringkali dialami oleh organisme laut dalam ialah kelangkaan pasangan. Hal tersebut membuat mereka mengembangkan strategi agar dapat melakukan reproduksi dan memperbanyak keturunan. Strategi reproduksi yang dilakukan P. swirei yaitu dengan bertelur dalam ukuran yang relatif besar hingga diameter 9,4 mm. Sebagian besar famili Liparidae memiliki cakram penghisap yang digunakan untuk menempel pada batu dan substrat lain di lingkungan yang perairan dangkal. Namun pada beberapa spesies perairan dalam, cakram tersebut dapat digunakan sebagai strategi reproduksi parasit dimana ikan akan menempel pada karapas kepiting dan menyimpan telurnya di dalam karapas kepiting. Telur kemudian akan menetas menjadi individu juvenil.

Mariana Snailfish (Pseudoliparis swirei) diketahui hanya melimpah di Palung Mariana pada kedalaman sekitar 6.000–8.000 m. Kondisi ekosistem hadal yang menjadi habitat P. swirei tergolong ekstrim dengan tekanan hidrostatik tinggi, kadar garam tinggi, kurangnya oksigen, kelangkaan makanan dan pasangan, hingga diselimuti kegelapan. Oleh sebab itu, organisme didalamnya, termasuk P. swirei mengembangkan banyak strategi yang efektif sebagai upaya mempertahankan kehidupannya. Strategi tersebut terdiri atas adaptasi morfologi, fisiologi, tingkah laku, molekuler, hingga mekanisme respirasi, osmoregulasi, dan reproduksi.

Referensi

Du, M., X. Peng, H. Zhang, C. Ye, S. Dasgupta, J. Li, J. Li, S. Liu, H. Xu, C. Chen, H. Jing, H. Xu, J. Liu, S. He, L. He, S. Cai, S. Chen, & K. Ta. 2021. Geology, environment, and life in the deepest part of the world’s oceans. The innovation 2(2): 1-13.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun