Sore ini, kembali kubaca deretan ucapan belasungkawa di grup chat. Kali ini atas wafatnya salah satu pimpinan instansi tempat saya bekerja, yang telah berusaha bertahan melawan virus yang sedang mewabah, Covid-19.Â
"Innalillahi wainna ilaihirojiun",
"turut berduka",
"semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya",
Seiring layar telepon genggam ku-scroll ke bawah, kubaca satu-persatu ungakapan duka di berbagai grup, dari staf-staf yang sebagian mungkin baru sekali-dua kali, atau belum pernah sama sekali "mengobrol" dengan beliau yang siang ini berpulang. Tetap, perasaan kehilangan hadir dalam hati saat mendengar kabar bahwa hari ini, salah satu pemimpin kami, terlebih dahulu meninggalkan dunia yang masih kami tempati.
Membaca deretan ucapan tadi ternyata masih membawaku pada memori ketika kalimat-kalimat itu ditujukan padaku, atas berpulangnya Ibu. Masih teringat, saya baru mampu membaca semua ucapan satu-persatu setelah sekian hari Ibu pergi. Dulu, tak pernah sekalipun terpikir saya akan membaca ucapan duka yang ditujukan untuk saya, maka membacanya saat itu terasa seperti mimpi. Pertanyaan "Ini beneran, ya?" masih terus muncul saat itu, dan yang kemudian menghangatkannya adalah pikiran bahwa orang-orang mengucapkan doa untuk Ibuku. Berarti, saat itu beliau menerima kiriman doa dari banyak orang.Â
Saat itulah, saya membaca ulang dari atas, namun kali ini kulafalkan setiap doa yang tercantum dalam teks ucapan belasungkawa. Doa apapun itu, kuucapkan dalam hati, pelan-pelan, sambil memohonkannya pada Yang Kuasa. Saat itulah saya benar-benar merasa bersyukur atas doa-doa yang dirikimkan dan merasakan betapa bermaknanya sebuah ucapan, sebuah doa, bahkan yang hanya di copy-paste dari pesan sebelumnya. Dan momen mengetik ucapan terima kasih atas semuanya, menjadi momen yang benar-benar saya lakukan dengan merasakan maknanya, bukan sekadar sopan santun belaka.Â
Maka kali ini, setelah membaca kabar duka, saya sampaikan doa buat beliau yang berpulang, untuk beliau yang tak lagi dapat membaca deretan ucapan pada group whatsApp nya, yang tak lagi bisa melihat siapa-siapa saja keluarganya, kerabatnya, stafnya, yang menyempatkan diri mengetik ungkapan belasungkawa, menyempatkan mengirim stiker "innalillahi wainna ilahirijoiun". Namun saya percaya, doa yang dimohonkan, akan sampai dan dirasakan manfaatnya oleh beliau yang sedang dalam perjalanan berpindah dunia, meninggalkan kita yang masih bertahan menunggu giliran.
Wahai Allah, ampunilah Ia, sayangilah ia, berikan keselamatan padanya, dan maafkan kesalahan-kesalahannya. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya (kuburnya), mandikan dia dengan air, salju, dan embun, dan bersihkanlah dia dari segala kesalahan seperti baju putih yang bersih dari kotoran.
dan gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya di dunia, dan keluarga yang lebih baik daripada keluarganya di dunia, dan suami yang lebih baik dari suaminya di dunia. Masukkanlah dia ke surga, dan lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya, dan dari siksa api neraka.
PS: Selamat jalan, Sekda Provinsi DKI Jakarta, Saefullah.Â
Jakarta, 16 September 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H