Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022 | putriwulandari22022000@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Impulsive Buying yang Bikin Pusing Tujuh Keliling

15 Januari 2023   18:00 Diperbarui: 15 Januari 2023   18:03 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, membeli suatu barang untuk pengakuan sosial. Misalnya nih, ada seseorang yang membeli edisi terbaru Smartphone karena FOMO (fear of missing out) atau hanya ikut-ikutan yang lain. Padahal, biasanya orang membeli smartphone untuk kebutuhan bekerja, sekolah, atau karena sudah rusak. 

Dengan membeli suatu barang ini, seseorang bisa mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Pengakuan ini lah yang membuat orang mendapatkan pride/harga diri yang tinggi. 

Atau misalnya lagi, ada suatu tempat makan gaul kekinian yang populer saat ini. Seseorang bisa saja datang ke tempat makan tersebut hanya untuk mengunggah sesuatu ke sosial media mereka. Ya, dapat dikatakan bahwa mereka mengincar 'pengakuan' telah datang ke tempat tersebut.

  • Sulit mengontrol emosi dan kecemasan

Karena FOMO ini, biasanya seseorang kesulitan untuk mengontrol emosi dan tingkat kecemasan. Jika mereka tidak melakukan hal yang kebanyakan orang lain lakukan, mereka akan merasa tertinggal, tidak update, dan merasa bersalah karena tidak sama dengan orang-orang lain. Apalagi jika ditambah dengan tekanan dari kanan kiri. Emosi dan tingkat kecemasan makin tidak karuan. 

Makanya, seringkali uang dibelanjakan untuk hal yang tidak penting tanpa sadar. 

  • Keinginan agar lebih bahagia setelah membeli sesuatu

Ada banyak orang yang membeli suatu barang dengan harapan agar lebih bahagia. Dilansir dari Kompas, Studi tahun 2014 dari Journal of Consumer Psychology menunjukkan bahwa berbelanja bisa membuat seseorang menjadi lebih bahagian. Bahkan, otak melepaskan dopamin (zat kimia di dalam otak yang bisa meningkat kadarnya saat seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan) sebelum melakukan pembelian. 

Namun, buat apa bahagia kalau ujungnya tetap stress memikirkan uang yang keluar tidak pada tempatnya?

Apa yang harus dilakukan?

  • Membedakan antara kebutuhan dan keinginan

Hal penting pertama yang harus dilakukan adalah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Tentunya kita memiliki berbagai kebutuhan pokok dalam hidup. Prinsipnya, dahulukan kebutuhan. Barang-barang tidak penting dan tidak diperlukan masih bisa ditunda sebelum kebutuhan terpenuhi dahulu. 

Selanjutnya, kita bisa membuat plot-plot anggaran keuangan, mulai dari kebutuhan (listrik, air, makan, bensin, sedekah, internet, dan lain-lain), keinginan (menonton film, membeli buku, liburan, dan lain-lain), hingga dana darurat dan tabungan. 

  • Kontrol diri

Kita harus bisa meningkatkan kontrol diri. Kontrol diri yang rendah membuat kita tidak bisa menahan diri untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Saat merasa ingin membeli sesuatu, selalu memposisikan barang tersebut ke dalam kebutuhan atau keinginan. Jika barang tersebut masuk ke dalam keinginan, keinginan untuk membeli bisa ditunda.

Coba tanyakan pada diri sendiri.

Apakah barang ini saya butuhkan sekarang?

Apa barang ini harus dibeli sekarang?

Apa barang ini harus segera saya gunakan sekarang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun