Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jouhatsu, The Real Menghilang Bukan Meng-healing

10 Maret 2022   18:00 Diperbarui: 10 Maret 2022   18:14 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua pasti menyadari bahwa kehidupan itu tidak selalu di atas. Ada kalanya kita berada di suatu titik terendah. Kita mungkin melakukan kesalahan memalukan, konflik keluarga yang berat, atau masa lalu yang menyakitkan. Seringkali, ada pikiran untuk menghilang, pindah ke tempat baru dan memulai kehidupan yang baru.

Fenomena 'menghilang' ini ternyata bukan saja hanya angan-angan dan bisa dilakukan. Banyak Negara yang masyarakatnya melakukan hal ini. Salah satunya adalah Jepang.

Karena tekanan sosial yang tinggi, banyak masyarakat Jepang yang memutuskan untuk bunuh diri. Angka bunuh diri karena pekerjaan juga tinggi. Lebih dari 2000 kasus bunuh diri karena overwork. Bahkan ada istilah untuk orang yang meninggal karena terlalu banyak kerja, yaitu karoshi.

Masyarakat Jepang menyadari bahwa bunuh diri itu bukan keputusan yang baik. Proses penyelesaian yang dilakukan keluarga dari orang yang bunuh diri lumayan banyak dan memakan banyak biaya. Mulai dari biaya pembersihan tempat bunuh diri, investigasi penyebab bunuh diri, kremasi, dan lain-lain. Maka, saat ini mereka beralih ke Jouhatsu.

Jouhatsu adalah istilah untuk menamai menghilang tanpa jejak. Banyaknya kasus orang hilang tetapi bukan karena bunuh diri, mereka memang berniat menghilang dan membuat identitas baru. Fenomena ini bernama Jouhatsu. Banyak yang menyatakan bahwa fenomena ini adalah alternatif lain bagi orang yang depresi dan berniat bunuh diri.

Sejarah Jouhatsu

Secara harfiah, Jouhatsu berarti penguapan. Istilah jouhatsu mulai digunakan pada tahun 1960-an. Pada saat itu, istilah ini digunakan dalam konteks seseorang yang memutuskan untuk melarikan diri dari pernikahan yang tidak bahagia daripada menjalani proses perceraian formal. Hal ini dikarenakan proses perceraian di Jepang yang sangat rumit. Oleh karena itu, banyak orang merasa jouhatsu lebih mudah dijalani daripada cerai.

Selama tahun 1990-an, kejatuhan ekonomi Jepang, menyebabkan peningkatan dalam jouhatsu dan bunuh diri karena banyaknya karyawan yang kehilangan pekerjaan dan/atau memiliki hutang yang menumpuk.

Totalitas Dalam Menghilang

Melansir BBC, di Jepang, banyak perusahaan yang memfasilitasi keinginan seseorang untuk menjadi Jouhatsu. Tak main-main, perusahaan memberikan Jouhatsu identitas resmi yang baru, harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Dilansir dari Kompas, Operasi ini disebut layanan "night moving" dan membantu orang yang melakukan jouhatsu untuk menghilang secara diam-diam.

Nantinya mereka akan mendapatkan identitas baru. Tidak hanya itu, mereka juga dipindahkan ke kota baru untuk memulai hidup baru. Intinya, merek benar-benar meninggalkan kehidupan masa lalunya seperti keluarga, pendidikan, dan pekerjaan.  Bahkan, ada sebagian orang yang juga melakukan operasi plastik agar tidak dikenali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun