Pernahkah Anda merasa perlu bekerja terus menerus dan meminimalkan waktu istirahat? Merasa bangga melakukan terlalu banyak pekerjaan? Merasa tidak produktif jika tidak bekerja lebih keras? Merasa bersalah saat istirahat? Tanpa kita sadari, itu semua termasuk dalam Hustle Culture.
Jadi pada dasarnya, Hustle Culture adalah gaya hidup dengan ciri bekerja tanpa henti dan mengabaikan semua harapan akan work life balance untuk mencapai impian lebih cepat. Mimpi ini berupa banyak hal, misalnya pergi ke luar negeri, memiliki aset, financial freedom, dll. Dalam hal ini, selalu berusaha untuk tetap produktif di tempat kerja bahkan setelah jam kerja. Dan masih banyak lagi yang mengorbankan waktu istirahat, waktu keluarga, dan me time. Intinya, work-life balance mereka berantakan.
Kegilaan kerja yang kronis ini telah diromantisasi dan diglorifikasi oleh generasi muda, dan mereka yang beristirahat sering merasa bersalah karena menghabiskan lebih banyak waktu. Namun, Hustle Culture bisa sangat berbahaya, yaitu merusak kesehatan dan berdampak serius pada kualitas pekerjaan.
- Dalam video berjudul "Cara Anak Muda Bertahan Hidup dalam Kesibukan Kota Jakarta" yang dirilis VICE Indonesia, sebagian besar koresponden menyatakan bahwa mereka hanya mendapatkan waktu tidur 3-5 jam per hari. Tentu saja, waktu tersebut tidak cukup untuk istirahat.
- Dalam penelitian yang dilakukan Universitas Trisakti tahun 2016, menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami stres (75,0%), dan juga mengalami insomnia (53,6%).
- Di Jepang, 1 dari 5 pekerja meninggal karena terlalu banyak bekerja. Kemudian ada 2000 kasus bunuh diri karena kasus overwork. Mereka bahkan memiliki istilah untuk orang yang meninggal karena terlalu banyak bekerja, yaitu Karoshi.
Gaya hidup ini tidak hanya terjadi di dunia kerja tetapi juga di bangku kuliah. Banyak mahasiswa juga melakukan banyak hal selain belajar. Seperti mengikuti organisasi, kegiatan sosial, bahkan bekerja. Mereka sangat bangga ketika hanya tidur kurang dari 20 jam per minggu. Dan pada akhirnya mereka hanya bisa mengerjakan tugas larut malam karena seharian bekerja.
Nah, buat kamu yang merasa harus selalu produktif, apakah hustling menjamin produktivitasmu?
Jawabannya adalah tidak.
Kita harus membedakan antara sibuk dan produktif. Itu berbeda. Sibuk tidak selalu produktif, dan produktif tidak selalu sibuk. Produktif itu melakukan segala pekerjaan dengan waktu yang sesuai dan ideal. Penting bagi kita untuk tetap menjaga kesehatan, apalagi waktu tidur.Â
Dilansir CNN Indonesia, penelitian Medical Express menyebutkan bahwa mereka yang tidur secara teratur selama 7-8 jam dapat menjaga produktivitasnya. Sedangkan mereka yang hanya tidur 5-6 jam akan mengalami penurunan produktivitas sebanyak 19 persen. Semakin ideal waktu istirahat Anda, semakin produktif pekerjaan Anda.
Daripada membuang banyak waktu untuk bekerja, lebih baik gunakan waktu yang tersedia secara optimal. Cobalah berkonsentrasi penuh, tepat waktu, dan lakukan pekerjaan dengan senang hati. Jika Anda merasa senang di tempat kerja, itu bisa menjadi tanda bahwa Anda menikmatinya dan resiko stress yang rendah. Tentu saja itu bagus, Anda akan terhindar dari tekanan yang berlebihan.
Hustle Culture adalah pilihan. Jika Anda cocok dengan budaya ini, Anda dapat memilih untuk bekerja terus menerus dengan berbagai risiko tetapi pastikan Anda bahagia. Atau, Anda juga bisa memilih opsi untuk melakukan pekerjaan yang lebih santai.Â