Mohon tunggu...
Yoga Sadhu
Yoga Sadhu Mohon Tunggu... Guru - Hanya Pemula

Blog :yogasadhu23@blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapakah Calon Presiden yang Mampu Membenahi Pendidikan?

9 Januari 2019   11:50 Diperbarui: 9 Januari 2019   11:56 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak lama lagi, Pemilu 2019 akan segera dimulai. Tentu saja ini menjadi ajang pertarungan dua kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden RI, Jokowi- Ma'ruf dan Prabowo - Sandiaga. Berbagai isu berdengung kencang diperdebatkan mulai isu hukum sampai isu ekonomi yang memang membawa pengaruh besar bagi bangsa. Namun, satu hal yang harus disoroti masing-masing calon adalah bidang pendidikan. Bidang ini tidak bisa dilewatkan begitu saja karena menyangkut persiapan generasi emas 2045 yang notabanenya merupakan visi yang selalu didengungkan pemerintah Indonesia. 

Pendidikan saat ini jika dipandang dari segi biaya memang sudah dikatakan cukup baik. Kartu Indonesia Pintar sampai penggratisan biaya sekolah di beberapa wilayah menjadi bukti bahwa sesungguhnya jika dilihat dari masalah biaya, pemerintah sudah mengatasinya dengan baik walalupun mungkin masih banyak terdapat kendala. Selain itu, kejelasan tenaga pendidik juga diperhatikan dengan dibukanya CPNS dan PPPK. Namun masih ada kendala yang harus diperhatikan masing- masing kandidat.

Yang pertama dalah pembentukan karakter siswa. Sudah berkali-kali pendidikan karakter banyak didengungkan akan tetapi bagaimana realisasinya ?. Tidak lebih dan tidak kurang itu-itu saja. Memang dari permukaan terlihat pendidikan karakter sudah merasuk ke dalam jiwa dan raga siswa dan siswi dengan banyaknya video- video siswa yang berprestasi dan berbudi pekerti yang baik. 

Coba kita tengok dan selami secara dalam, dalam, dan dalam wilayah negeri ini, masih banyak anak bangsa yang karakternya tidak terbentuk dengan baik, masih banyak siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan negatif seperti kebut- kebutan, minum-minuman, dan masuk geng motor. Bahkan banyak video siswa yang malah menjahili gurunya sendiri.  Lalu peran guru sebagai pembentuk karakter siswa?

Saat ini sangat diakui bahwa peran guru sebagai pengajar lebih tinggi proporsinya jika dibandingkan dengan peran guru sebagai pendidik. Wajar karena saat kuliah maupun tes seleksi guru tidak pernah diajarkan bagaimana cara membentuk karakter siswa, melainkan  hanya diajarkan bagaimana cara mengajar siswa dengan baik dan benar. Memang pendidikan karakter terintegrasi di setiap mata pelajaran, namun apakah efektif ? Ternyata tidak buktinya jelas adalah ketidakjujuran saat ulangan maupun ujian.

Yang kedua adalah sistem. Ini berhubungan dengan yang pertama. Pendidikan karakter Sejatinya tidak terlepas dari peran orang tua. Hal ini karena anak hanya menghabiskan 7- 8 jam di sekolah, selebihnya anak menghabiskan waktu di rumah. Harus diakui bahwa komunikasi sekolah dengan orang tua perihal perkembangan belajar dan pendidikan karakter sangat minim. 

Dari berbagai pengalaman yang saya lihat orang tua siswa yang peduli dengan perkembangan pendidikan anak di sekolah justru gusar dan guyah dan kesulitan berkomunikasi dengan guru dan sekolah tentang perkembangan belajar anaknya. Sistem parenting atau komunikasi intens setiap bulan dengan orang tua siswa mestinya dilakukan mengingat pendidikan melibatkan empat komponen utama yaitu sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat. Pembentukan peguyuban atau grup orang tua yang dikoordinir oleh sekolah sangatlah penting untuk memudahkan interaksi antara siswa, sekolah, dan orang tua.  Hal ini akan membuat pemantauan karakter dan kompentensi anak semakin baik.

Yang ketiga adalah ujian nasional dan full day school. Ujian nasional memang bertujuan untuk memeratakan pendidikan ? . Benarkah ?. Kalau begitu mengapa setelah sekian episode ujian nasional pendidikan di Indonesia kurang berkembang pesat ? Mulai dari sarana prasarana yang kurang sampai setiap tahun hasilnya tidak ada yang rata. Belum lagi banyak kecurangan yang ada. Pemerintah sudah menerapkan UNBK dengan harapan siswa tidak akan ada yang menyontek atau curang. Namun, ternyata siswa lebih pintar dan cerdik sehingga kecurangan masih bisa terjadi. Full day schooll juga menuai pro dan kontra. Waktu sekolah yang lama tentu saja membuat siswa jenuh, belum lagi tugas keterampilan yang harus dikerjakan di rumah.

Untuk itulah untuk calon Presiden dan Wakil Presiden, sudah sepatutnya lebih memerhatikan pendidikan dari tiga sektor tersebut. Walaupun sekolah gratis dan kesejahteraan guru diperhatikan, namun jika tiga segi tersebut masih belum baik, maka pendidikan akan tidak berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun