Mohon tunggu...
Putu Wiweka Dhananjaya
Putu Wiweka Dhananjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Isu terbaru, kesehatan, politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UKT Itu Uang Kuliah "Tinggi" (?)

19 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 19 Juni 2024   06:26 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi mahasiswa, membayar UKT merupakan suatu kewajiban yang rutin dilakukan dalam tiap semester selama masih menempuh pendidikan di suatu universitas. Namun, sebenarnya apa itu UKT? Dilansir dari detik.com, secara umum, UKT sendiri adalah singkatan dari Uang Kuliah Tunggal, yaitu besaran biaya yang harus dibayarkan oleh mahasiswa di setiap semester yang ditujukan untuk lebih membantu dan meringankan biaya pendidikan mahasiswa. 

Menurut buku Analisis Kebijakan Pendidikan oleh Jejen Musfah, UKT merupakan biaya BKT (Biaya Kuliah Tunggal) dikurangi dengan Bantuan Operasional PTN (BOPTN). 

Kebijakan ini sesuai dengan aturan Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 yang kemudian direvisi dalam Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 menerapkan kebijakan Uang Kuliah Tunggal.

Sesungguhnya, pengadaan UKT ini sendiri memiliki tujuan yaitu untuk meringankan beban mahasiswa dan orang tua mahasiswa di mana besaran biayanya akan disesuaikan dengan pendapatan orang tua. Untuk lebih jelasnya, besaran nilai UKT akan semakin meningkat seiring dengan besarnya pendapatan orang tua. Sehingga, bagi mahasiswa dengan orang tua yang memiliki penghasilan menengah ke bawah akan sangat terbantu dalam masalah finansial sehingga anaknya dapat fokus  untuk menempuh pendidikan di suatu universitas. Dalam hal itu dimaksudkan ada subsidi silang.

Namun, belakangan ini, terdapat berita terkait kenaikan UKT di sebuah PTN yang bagi beberapa mahasiswa di beberapa universitas  tergolong tidak masuk akal. Akibatnya, besarnya UKT itu menuai aksi protes dan menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih pro rakyat. Dalam berita, salah satu PTN tersebut adalah Universitas Soedirman (Unsoed). Belum lama ini, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mendapat protes dari mahasiswa dan orang tua calon mahasiswa baru terkait naiknya UKT yang disebut capai 100%. Setelah aksi protes keras dilakukan, Rektor menyatakan Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Pendidikan Mahasiswa dicabut. Juru bicara Unsoed, Dr Mite Setiansah, mengungkapkan bahwa pihaknya melalui para pimpinan fakultas telah proaktif dalam hal penelusuran mahasiswa.

Pihak rektorat juga memastikan bila Unsoed siap membantu calon mahasiswa yang belum registrasi jika terjadi berbagai kendala, termasuk masalah biaya terutama bagi mahasiswa yang tidak termasuk kuota KIP-K. Pihak rektorat juga menambahkan bahwa rata-rata kenaikan UKT tahun lalu jika dibandingkan dengan tahun sekarang hanya mengalami peningkatan yang tidak terlalu jauh yaitu sebesar 18%. Mungkin, bagi beberapa mahasiswa dengan orang tua yang memiliki penghasilan menengah ke atas akan sanggup menerima kenaikan UKT tersebut. Namun, angka kenaikan 18% tersebut bukanlah nominal yang kecil bagi mahasiswa dengan orang tua yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Bagi mereka, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja sudah sulit, namun sekarang semakin dipersulit dengan kenaikan biaya UKT tersebut.

Kenaikan UKT ini seperti pedang bermata dua. Di satu pihak terdapat sisi yang menguntungkan yang mengacu kepada peningkatan aset yang dimiliki oleh universitas (aset yang dimaksud adalah seperti lahan, properti, dosen, tendik, dkk). Pada sisi lain, banyak orang mahasiswa  merasa terbebani akibat dari kenaikan UKT. Jika dilihat dari sisi positifnya, kenaikan UKT ini jelas akan memberikan banyak perkembangan bagi suatu universitas. Contohnya,  sarana prasarana pengajaran dan SDM pengajar yang semakin baik. 

Dengan meningkatnya mutu SDM pengajar dan didukung dengan sarana dan prasarana yang baik, akan menciptakan lingkungan perkuliahan yang sehat bagi mahasiswa dalam menyerap ilmu yang diberikan. Lalu untuk sisi negatifnya, tentu paling banyak akan dirasakan oleh mahasiswa beserta orang tua/walinya yang berpenghasilan pas-pasan.Saat ini, masih banyak ketimpangan sosial yang menyebabkan sulitnya orang tua dalam mencari pekerjaan. Hal tersebut tentunya akan berdampak bagi kualitas pendidikan anaknya. Di satu sisi mereka ingin memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya namun di sisi lain masalah finansial juga turut menghambat keinginan tersebut. 

Pasti kebanyakan orang tua di luar sana ingin melihat anaknya dapat melanjutkan pendidikan di ranah yang lebih tinggi. Saat melihat anak mereka telah lolos di suatu universitas dan melanjutkan pendidikannya, mereka pasti akan bangga dan bahagia. Namun, kebahagiaan tersebut perlahan-lahan akan semakin pudar ketika masalah finansial menghalangi disertai dengan kenaikan UKT di universitas tersebut, yang mana tentunya akan membebani masalah ekonomi keluarga tersebut. Jika dilihat dari realita saat ini, kebanyakan yang terlihat di publik dengan konteks kenaikan UKT di suatu universitas adalah tentang bagaimana membangun sebuah branding yang bagus, baik itu secara akademik maupun sarana dan prasarana. 

Pertanyaannya, seberapa naiknya peningkatan kualitas pendidikan yang terjadi setelah penerapan kenaikan UKT tadi terlaksana? Jika tidak begitu meningkat, apakah kenaikan UKT tersebut hanyalah ajang untuk menambah pendapatan dosen, tendik, dan aset dari universitas tersebut? Untuk menjawab hal tersebut sepertinya perlu survey yang mendalam dan tentunya bersifat personal bagi tiap universitas sehingga jawaban dari pertanyaan tadi bisa berbeda-beda tergantung dari masing-masing lokasi survey.

Melihat kenaikan UKT tadi yang semakin tidak masuk akal, pasti dalam diri mahasiswa terdapat keinginan untuk membantu orang tua dalam membenahi permasalahan ekonomi keluarga, yaitu dengan meringankan biaya UKT. Namun, adakah cara untuk menurunkan bahkan sampai meniadakan UKT tersebut? 

Terdapat beberapa cara yang dapat mahasiswa gunakan, simak penjelasan berikut ini. Pertama, Penawaran beasiswa banyak diberikan kepada mahasiswa, baik beasiswa dari pemerintah maupun dari swasta. Kedua, ajukan banding kelompok UKT. Ketiga, ajukan keringanan kepada pihak rektorat. Keempat, ajukan keringanan dengan persentase tertentu. Kelima, berusaha belajar mencari kerja sampingan. Keenam, audiensi UKT dengan pihak kampus. Dalam menghadapi krisis ekonomi yang digempur oleh UKT yang terasa semakin jauh dari definisi aslinya yaitu Uang Kuliah Tunggal menjadi Uang Kuliah Tinggi, sebagai mahasiswa hendaknya untuk selalu mencari dan memanfaatkan peluang yang ada untuk bisa membantu meringankan beban finansial keluarga dengan mencari alternatif lain untuk mengurangi golongan UKT yang dimiliki. Namun, ketika sedang mencari peluang-peluang tersebut juga harus memperhatikan tugas sebagai seorang pelajar. Jangan sampai tugas utama mahasiswa sebagai kesempatan meningkatkan kualitas SDM terlupakan karena harus memikirkan cara untuk meringankan UKT yang didapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun