Mohon tunggu...
Putu Suasta
Putu Suasta Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumnus UGM dan Cornell University

Alumnus UGM dan Cornell University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gerakan Budaya dari Sudamala

27 Mei 2019   19:05 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:40 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluncuran Buku Dr. Jean Couteau "Myth, Magic and Mystery in Bali", di Sudamala 

Maka, sejak permulaan 1980 dan seterusnya sampai hari ini, pariwisata Bali bertumbuh dengan begitu pesat sampai kemudian bom Bali I pada Oktober 1997 menjedai perjalanan pariwisata Bali dalam waktu lebih dari satu dasawarsa. Meski Bom Basli I sempat melumpuhkan hampir seluruh perekonomian Bali, namun nampaknya daya pikat Bali kembali mendapatkan pesonanya satu setengah dasawarsa pasca Bom Bali I. Para pebisnis pariwisata i kembali mempertaruhkan modalnya di Bali. Namun setelah itu tabiat orang Bali kembali berulang; mengorbankan banyak hal demi pariwisata.

Ruang Dialog Kebudayaan Sudamala

Pesona Bali sering kali 'memakan dirinya sendiri'. Masyarakat Bali juga hingga sejauh ini masih terlena oleh 'kemakmuran' yang diberikan oleh berbagai investasi yang ditanam di Bali. Kondisi inilah yang kemudian menggelisahkan sejumlah aktivis sosial, budaya dan lingkungan. Berbagai ruang-ruang dialog dibuka dan digeber untuk menyikapi ketidakseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi yang terjadi di Bali.

Salah satu ruang dialog yang dibuka adalah Dialog Budaya Sudamala. Sudamala sendiri adalah suatu penginapan dengan penyajian ruang berupa vila di lokasi Sanur. Sudamala Suites & Villas dibangun dari pemikiran yang bersinergi dengan latar belakang Sanur sebagai wilayah pantai sekaligus juga keketantalan budayanya. Dengan demikian, Sudamala berdiri bukan sekadar membangun hotel dengan konsep vila, melainkan juga membangun pergerakan budaya yang mengedepankan kekentalan orisinalitas budaya Bali khususnya.

Konsep pergerakan budaya ini pertama kali digagas oleh owner Sudamala Suites & Villas, Ben Subrata setelah berkonsultasi dengan satu dua budayawan Bali. Sebagai seorang pengusaha dan pelaku pariwisata, Ben Subrata juga adalah pencinta seni budaya. Sesuai dengan latar belakang pendirian Sudamala yang bersinergi dengan lingkungan Sanur yang kental dengan budaya, maka Ben Subrata segera mewujudkan cita-cita Sudamala yang memberi ruang pergerakan budaya di penginapannya.

Sebagaimana diketahui, Sanur adalah salah satu kantong penting dalam lintasan pergerakan budaya di Bali. Meski pada awalnya Sanur kental dengan kehidupan pantai, namun dari sinilah kemudian muncul pertama kali 'pasar sederhana seni rupa' setelah Denpasar, terutama saat seniman asing  Le Mayeur bermukim di Sanur, setelah itu disusul seniman Donal Friend. Dan salah satu maestro yang dilahirkan dari Sanur adalah pelukis Ida Bagus Njoman Rai yang karya-karyanya banyak dikoleksi oleh museum-museum di Australia dan Eropa. Di bidang kesastraan, Sanur juga melahirkan legenda sastra Bali, yakni Ida Pedanda Made Sidemen.     

Semakin kental aroma budaya Sanur ialah dengan hadirnya Museum Le Mayeur yang berdiri di tepi pantai Sanur. Sayang sekali museum ini kurang dikelola dengan baik, padahal nama Le Mayeur sangat 'menjual' dalam khasanah seni rupa nasional/internasional. Bahkan terbetik berita akan dibangun Museum Lontar Ida Pedande Made Sidemen di kawasan Sanur, mulai tahun 2019 ini.  

Kekentalan budaya di Sanur inilah yang menjadi latar belakang kuat untuk menempatkan Sudamala ambil bagian dalam pergerakan budaya. Ben Subrata bahkan berani mengalihfingsikan satu gedung yang semula diperuntukkan sebagai bangunan restoran menjadi gedung kesenian yang diberi nama Sudakara Art Space. Tindakannya itu sebagai wujud kesungguhannya dalam menempatkan Sudamala sebagai space untuk pergerakan budaya. Baginya, Sudamala harus menyatu dengan lingkungan di mana Sudamala dibangun.

Bagi Sudamala, Bali bukan sekadar dunia pariwisata. Bali juga harus sanggup mengkritisi dirinya sendiri. Karena Sudamala meyakini bahwa apa pun akan berdampak. Demikian juga pariwisata Bali. Mustahil pariwisata yang sesungguhnya bersifat hedonistik itu tak membawa 'benturan' nilai dengan nilai-nilai yang sudah ada di Bali, mustahil pariwisata Bali tak mengambil ruang-ruang yang selama ini telah menempatkan fungsinya di Bali. lihatlah hari ini, orientasi nafkah, peruntukan ruang, carapandang baru dalam menyikapi turisme sebagai contoh, menjadi 'pegangan' orang Bali hari ini.

Meski sedikit terlambat, namun Sudamala masih memiliki waktu untuk menawarkan ruang dialog dan pergerakan budaya dalam menyikapi perubahan-perubahan orienrtasi dan sikap hidup masyarakat Bali itu sendiri. Karena bagi Sudamala, letak kesejatian Bali itu sendiri adalah dirinya sendiri, dan bayangkan jika itu berkurang bahkan hilang sama sekali, misalnya.

Melestarikan Subak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun