Mohon tunggu...
Putu Djuanta
Putu Djuanta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keen on capital market issues, public relations, football and automotive | Putu Arya Djuanta | LinkedIn | Yatedo | Twitter @putudjuanta | https://tensairu.wordpress.com/ | https://www.carthrottle.com/user/putudjuanta/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mobil Mewah dan Kecemburuan Sosial

6 Mei 2015   12:14 Diperbarui: 28 Agustus 2015   16:26 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430889005673510766

Di Dubai (2012), terdapat sekitar 3000 mobil mewah yang terabaikan di parkiran bandara. Mengapa banyak orang meninggalkan mobil mewahnya begitu saja? Ternyata alasannya karena hukum syariah. Dalam hukum syariah, tidak membayar hutang merupakan perbuatan kriminal. Jika seseorang gagal untuk melunasi mobil yang dibelinya, mengabaikan tagihan, gagal memenuhi cicilan, maka ia harus dipenjara.

Jika Polisi menemukan mobil mewah yang diabaikan, mereka akan menerbitkan peringatan. Dan jika si pemilik mobil tidak muncul dalam 15 hari, mobilnya akan disita. Alhasil, banyak mobil mewah yang akhirnya menumpuk sampai penuh debu. Menurut Business Insider, banyak pemilik dari kalangan expat yang memilih kabur dari UEA daripada masuk penjara.

Yang menarik, Polisi Dubai memang punya kendaraan operasional yang juga ciamik, diantaranya Aston Martin One-77, Ferrari FF, Lamborghini Aventador dan McLaren MP4-12C. Hal itu dimaksudkan agar Polisi bisa tegas dalam mengejar warga yang sering ngebut melebihi kecepatan 125 mph (200km/jam).

Beberapa hari lalu, pengawalan Polisi pada konvoi Lamborghini mendapat sorotan dari publik. Komentar negatif muncul karena sebagian besar mobil tersebut tidak menggunakan plat nomor di bagian depan. Klarifikasi Presiden Lamborghini Club Indonesia, bahwa tidak ada tempat sehingga sebagian mobil mewah itu hanya memasang pelat nomor di bagian belakang, juga menimbulkan pertanyaan. Logikanya, tidak ada tempat bukan berarti tidak perlu dipasang.

Sudah beberapa kali netizen memperlihatkan kecemburuan atas kepemilikan mobil mewah. Penyitaan Nissan GTR milik tersangka Tubagus Chaeri Wardana, Lamborghini Gallardo Haji Lulung di gedung DPRD DKI Jakarta, Ferrari artis Kevin Aprilio yang tersangkut di gang kecil, Chevrolet Camaro ‘Bumblebee’ yang masuk jalur busway, hanyalah beberapa contoh yang diekspos oleh media dan dikomentari oleh netizen.

[caption id="attachment_415458" align="aligncenter" width="429" caption="Gambar dari Path"][/caption]

Tapi itulah menariknya Indonesia. Mobil memang menjadi simbol status sosial, bukan lagi sekedar alat transportasi. Hal ini ternyata diperkuat juga oleh postingan yang saya lihat di media sosial Path. Safir Senduk mengatakan bahwa “Kita hidup di negara di mana kalau kita gak punya mobil kita dianggap belum mapan”.

Bagi pelaku industri otomotif, kutipan beliau bisa jadi referensi positif. Berdasarkan cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, otomotif adalah salah satu dari tujuh sektor barang yang dipercepat integrasinya. Pelaku industri otomotif lokal akan berpacu untuk menggenjot investasi supaya bisa menyaingi Thailand. Kita akan disuguhkan oleh banyak pilihan mobil sebagai transportasi kaum mapan. Dan jika kemapanan bisa diukur dari kepemilikan mobil, maka semakin mewah mobilnya, semakin mapan pula kehidupannya.

Di beberapa gedung, mobil mewah biasanya punya tempat parkir khusus dekat lobby supaya memancing perhatian pengunjung. Menurut saya, it’s ok punya mobil mewah selama pembeliannya bukan berasal dari hasil pencucian uang / perbuatan melanggar hukum. Namun mengingat harga mobil mewah (biasanya) mencapai miliaran Rupiah, sudah sewajarnya pula jika pemilik mobil mewah memberi contoh yang baik dalam berlalu lintas. Jangan karena banyak uang, peraturan boleh begitu saja diabaikan.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun