[caption id="attachment_405084" align="aligncenter" width="530" caption="Marina Bay Street Circuit, Sumber http://paradiseintheworld.com/"][/caption]Dalam dunia balap, F1 masih menjadi salah satu ajang yang populer. Saya sendiri sudah mengikuti perjalanan F1 sejak era Jarno Trulli di tim Prost Grand Prix maupun Ricardo Zonta di tim B.A.R Honda. Berbagai musim terlewati dengan juara yang silih berganti.
Sampai akhirnya di 2008, terdapat berita yang langsung menjadi perbincangan hangat di F1. Secara tiba-tiba, Singapura menjadi tuan rumah dengan sirkuit jalanan yang bernama Marina Bay Street Circuit.
Sebagian orang mungkin merasa heran terhadap ide tersebut. Karena faktanya, Singapura hanyalah negara dengan luas wilayah yang relatif kecil. Namun ternyata tidak demikian bagi seorang Lee Kuan Yew.
Sebagaimana dikabarkan oleh Channel NewsAsia, Lee Kuan Yew berpikir jauh bahwa F1 bisa menjadi “panggung” yang mempertegas posisi Singapura sebagai bagian dari perekonomian dunia. Dengan hak siar F1 yang worldwide, jutaan mata akan melihat keunikan dari balapan ini.
Terlepas dari aspek balap yang kadang menimbulkan kontroversi, GP Singapore menjadi seri favorit bagi para pembalap F1. Sirkuit Marina Bay yang terdapat 23 tikungan dengan panjang 5.065 KM ternyata menghasilkan tayangan yang menarik bagi pemirsa F1.
Balapan yang diadakan malam hari juga menjadi salah satu karakteristik yang dinantikan penikmat olahraga jet darat ini. Secara ekonomis, negara pun diuntungkan dari penjualan tiket dan kunjungan turis dari berbagai negara.
Kesanggupan Singapura dalam menyulap jalan raya menjadi objek internasional tidak lepas dari andil seorang Lee Kuan Yew. Ia tidak hanya mengingatkan betapa meriahnya sisi entertainment F1, tetapi membuka mindset bahwa don’t judge a nation by its size.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H