Koko, sales yang sedang serius nonton berita di CNN tiba-tiba dikagetkan oleh dering telpon di meja kerjanya.
“Mas Koko, bulan ini saham apa yang bagus?” tanya Pak Gogot, salah satu nasabah ritel yang konon kabarnya dikenal galak dan punya hipertensi.
“Hmm, sentimen pasar lagi jelek, Yunani sama market China bikin indeks turun terus, Pak”, jawab Koko jujur apa adanya.
“Masa sih? Saham seasonal gak ada yang bagus? Kan bulan Ramadhan”, desak Pak Gogot dengan nada ketus.
“Iya Pak, yang bagus sih ada, tapi saya gak berani jamin bisa untung, kecuali di-hold lebih dari setahun”, jawab Koko santai tanpa beban.
“Yaaah, jangan nunggu setahun dong, kan lebaran bentar lagi. Saya maunya saham yang bisa cepet profit taking, you pilih lah, trading limit 100 juta, kalo untung you saya bagi 50% dari profit. Gimana?”
Koko yang awalnya keras kepala tidak mau ambil pusing, akhirnya tergiur juga oleh tawaran Pak Gogot. Ia menyanggupi deal tersebut karena perlu tambahan THR buat tabungan nikah.
“Oke Pak, saya beliin saham syariah aja ya, Astra 100 lot, sisanya beli Telkom”, jawab Koko.
“Up to you, jangan telpon saya kecuali kalo udah ada good news”, tutur Pak Gogot.
“Siap Pak, sudah done ya ordernya”, tukas Koko sambil menutup telepon.
Keesokan harinya, Koko ternyata kena demam berdarah dan dirawat di rumah sakit. Selang beberapa jam, ia terkaget oleh pesan whatsapp teman sekantornya yang mengabarkan bahwa Pak Gogot meninggal dunia. Koko terbaring lemas. Ternyata percakapan yang kemarin adalah terakhir kali ia mendengar suara Pak Gogot. Ia makin kaget mendengar kabar bahwa Pak Gogot tidak punya ahli waris.