Mohon tunggu...
Putu Djuanta
Putu Djuanta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keen on capital market issues, public relations, football and automotive | Putu Arya Djuanta | LinkedIn | Yatedo | Twitter @putudjuanta | https://tensairu.wordpress.com/ | https://www.carthrottle.com/user/putudjuanta/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Metromini dan Pelajaran "Social Skills" Sederhana

3 Januari 2016   16:18 Diperbarui: 3 Januari 2016   16:37 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu masih berstatus pelajar, Metromini adalah kendaraan umum langganan saya. Dulu tarifnya masih Rp300 kalau kita pakai seragam sekolah. Begitu bergantungnya pada Metromini, saya bisa mengenal karakter umum supir dan kernet.

Sebagian besar memang galak dan membahayakan karena mereka dituntut untuk kejar setoran. Meskipun begitu, terdapat beberapa pelajaran social skills dari punggawa Metromini yang pernah saya temukan, diantaranya:

Pertama, membantu lansia, ibu hamil dan anak-anak ketika menyebrang jalan. Pemandangan ini sering terlihat di area terminal resmi maupun landmark di sepanjang jalur trayek. Kernet selalu sigap untuk menyetop kendaraan bila ada calon penumpang yang perlu menyebrang jalan.

Kedua, memberi tahu penumpang dimana lokasi tujuan. Misalnya kita ingin turun di Pasar Cipete, si supir/kernet akan memberitahu kita begitu bus sudah mendekati tujuan. Syaratnya, kita harus memulai percakapan dengan mereka.

Ketiga, memperlihatkan kita bagaimana kerasnya kehidupan perkotaan. Beberapa kali saya melihat kernet yang berusia di bawah 17 tahun, bahkan lebih cocok disebut bocah. They learn the hard way to continue their living. Salut sekaligus agak menyedihkan.

Keempat, 'menghukum' penumpang yang tidak paham konsep "bayar dengan uang pas". Seandainya tarif hanya Rp3000 tapi bayar pakai uang Rp50000, hal tersebut adalah blunder yang bisa membuat si kernet kesal jika ia tidak punya kembalian. Imbasnya, si kernet akan meng-hold uang penumpang tsb sampai kembalian terkumpul.

Kelima, 'menghukum' penumpang yang suka capek dan ketiduran. Pernah suatu saat saya terbawa sampai beberapa kilometer karena capek dan ketiduran setelah latihan bola. Alhasil terpaksa jalan kaki agak jauh dari biasanya.

Keenam, memberikan kesempatan orang lain untuk mencari nafkah pada waktu bersamaan. Profesi informal yang terbantu diantaranya yaitu: pengamen, baik yang pakai alat musik maupun yang sekedar menyanyi sambil tepuk tangan, residivis yang (katanya) baru keluar penjara, tukang koran, tukang minuman, tukang permen jahe, tukang pulpen dsb.

Ketujuh, mengingatkan kita untuk selalu waspada atas hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kecopetan dan kecelakaan lalu lintas karena ketidakhati-hatian.

Terkait potensi kecelakaan lalu lintas, pengemudi motor atau mobil yang satu rute dengan armada Metromini harus peka dan awas terhadap manuver Metromini. Mereka bisa berhenti mendadak di luar prediksi pengendara awam. Kita harus menjaga jarak aman supaya terhindar dari kecelakaan.

Selebihnya, kisruh Metromini adalah tantangan bagi Pemerintah Daerah. Keberadaan mereka masih dibutuhkan walau ada pula yang membenci. Pada akhirnya, semoga Metromini bisa berbenah diri dan menjadi transportasi yang bersahabat buat lingkungan dan kebutuhan warga Jakarta. 

Jika suatu hari Metromini menggunakan bis yang berstandar euro 3 dan tidak ugal-ugalan, saya berminat naik Metromini lagi.

Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun