Di banyak negara, masih terdapat peraturan undang-undang hukum pidana yang memberikan perlakuan khusus terhadap pelaku kriminal yang masih di bawah umur. Berdasarkan Pasal 20 UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), jika tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum mencapai usia 18 tahun dan diajukan ke pengadilan setelah anak melewati usia 18 tahun tetapi belum mencapai usia 21 tahun, anak tersebut tetap diajukan ke sidang anak. Dalam UU SPPA juga mengatur terkait sistem penahanan, dimana anak yang melakukan tindak pidana dapat ditahan dengan syarat anak tersebut telah berusia 14 tahun atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara 7 tahun atau lebih. Selama masa hukuman, pelaku di bawah umur juga diberikan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda jika pelaku mencapai usia 18 tahun namun belum melebihi usia 21 tahun. Diharapkan dalam program tersebut dapat membawa dampak positif bagi pribadi karakter sang pelaku.
Namun, apakah pemberian hukuman dan program tersebut memang dapat memberikan dampak positif atau justru malah memberikan keuntungan kepada pelaku kriminal di bawah umur?
Banyak pihak merasa bahwa hal tersebut serasa tidak adil, apalagi jika pelaku dibawah umur tersebut terjerat kasus berat seperti kasus penganiayaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Contohnya saja, pada Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023 "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun". Sedangkan untuk pidana penjara pada pelaku dibawah umur hanya akan dikenai paling lama maksimum ancaman pidana dari hukuman orang dewasa. Apakah ini bisa terbilang etis dan adil?
Dengan ancaman pidana yang tidak seberat pelaku dewasa, anak-anak yang terlibat dalam tindakan kejahatan cenderung merasa aman dan tidak jera. Mereka yang memanfaatkan status usia untuk menghindari hukuman berat akan kembali melakukan tindakan kriminal dengan pemikiran bahwa mereka yang dibawah umur hanya akan menerima hukuman ringan.Â
Maka dari itu, perlunya langkah-langkah yang lebih ketat dan selektif dalam menangani kasus-kasus serius yang melibatkan pelaku di bawah umur. Penetapan standar lebih tinggi dalam menentukan kapan pelaku dibawah umur harus dipertanggungjawabkan secara hukum sebagai orang dewasa, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kejahatan serius seperti penganiayaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Selain itu, penting untuk memberikan sanksi yang sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan tanpa memandang status apapun dari sang pelaku. Dengan demikian, keadilan tetap ditegakkan dan korban tetap mendapatkan keadilan yang semestinya didapat dan dipertahankan sembari tetap memberikan pendidikan dan pembimbingan yang memadai bagi pelaku kriminal di bawah umur.
Melalui kerjasama antar pemerintah, lembaga, masyarakat, dan keluarga juga akan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan positif anak-anak dan mencegah peningkatan kasus kriminalitas, terutama pada pelaku di bawah umur di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H