Putu Kartika Udayani
Mahasiswa PRODI S2 Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha
LATAR BELAKANG
Dampak pandemi COVID-19 sangat terasa di bidang sosial dan ekonomi. Di tingkat global, ekonomi dunia mengalami kontraksi sebesar 3,30 persen di tahun 2020. Prospek perbaikan ekonomi baru terjadi di tahun 2021 dengan data pertumbuhan ekonomi dunia menurut Bank Dunia (World Bank) mencapai 5,8 persen. Kontraksi ekonomi yang terjadi di tahun 2020 merupakan yang terendah dalam sejarah ekonomi dunia dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Laporan yang dirilis oleh UNICEF, UNDP, Australia Indonesia Partnership for Economic Development (Prospera) dan SMERU Research terkait "Analysis of The Social and Economic Impacts of Covid-19 on Households and Strategic Policy Recommendations for Indonesia" menyatakan bahwa sebesar 74,3% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga perkotaan yang mengalami penurunan pendapatan tercatat sebesar 78,3%, angka tersebut lebih besar jika dibandingkan rumah tangga perdesaan sebesar 69,5%. Kondisi ini membuat banyak rumah tangga menghadapi tekanan secara ekonomi dan semakin rentan terhadap kemiskinan.
Dampak Covid-19 juga berpengaruh terhadap sektor usaha terutama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hasil survei United Nation Development Program (UNDP) yang bekerja sama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) terkait dampak Covid-19 terhadap rumah tangga di Indonesia menunjukkan bahwa UMKM menjadi salah satu sektor yang sangat terpengaruh pandemi Covid-19 yang ditunjukkan dengan 77% responden mengalami penurunan pendapatan dimana hampir 35% responden UMKM mengalami penurunan pendapatan selama pandemi di kisaran 40%-60%.
Dibandingkan dengan ekonomi nasional, ekonomi Bali tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam sekaligus progres pemulihan yang lebih lambat. Pada tahun 2020, ekonomi Bali tercatat mengalami kontraksi hingga -9,33 persen. Kontaksi ini tercatat sebagai yang paling dalam dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Di tahun 2021, Bali juga tercatat sebagai salah satu provinsi yang mengalami pertumbuhan negatif selain Papua Barat. Pertumbuhan ekonomi Bali di tahun 2021 tercatat di -2,47 persen. Tren kontraksi ekonomi selama dua tahun ini menunjukkan bahwa dampak pandemi COVID-19 lebih besar dibandingkan dengan dampak dari Bom Bali I dan II.
STUDI LITERATURÂ
Dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap kondisi sosial ekonomi telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya ketahanan finansial (financial resilience) dalam konteks bisnis. Ketahanan finansial dapat diartikan sebagai kemampuan individu atau perusahaan untuk bertahan dan bangkit selama dan setelah periode guncangan (shock) yang dalam konteks ini berkaitan dengan pandemi COVID-19. Menurut Salignac (2021), ketahanan finansial atau financial resilience terbagi menjadi empat komponen utama yaitu akses ke sumber daya ekonomi, akses ke sumber daya finansial, modal sosial serta  perilaku dan pengetahuan mengenai konsep keuangan.Â
Berdasarkan kajian literatur, secara implementatif penerapan konsep ketahanan keuangan dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Ketersediaan dana darurat yang memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dalam jangka waktu tertentu di saat nihilnya aktivitas produksi;
- Diversifikasi investasi perusahaan untuk meminimalisir risiko atau kerugian. Perusahaan seyogyanya memiliki pengetahuan akan tingkat return dan risiko dari sebuah produk investasi. Dengan pengetahuan ini perusahaan memiliki gambaran mengenai komposisi investasi berdasarkan tingkat risiko maupun tingkat returnnya ;
- Perencanaan finansial terutama yang berhubungan dengan penganggaran belanja. Perusahaan memfokuskan kajian pada penganggaran (budgeting) terkait belanja yang seringkali tidak terprediksi. Dengan kata lain perusahaan tidak hanya berfokus pada pendapatan akan tetapi juga memperhatikan alokasi terhadap belanja-belanja yang tidak terduga;
- Manajemen terhadap utang. Utang sebagai kewajiban perusahaan seyogyanya dikontrol dalam batas tertentu. Sebagai contoh perusahaan mengatur persentase pembayaran utang tidak sampai melebihi 30 persen pendapatan yang diterima perusahaan;
- Mitigasi risiko. Mitigasi risiko berhubungan dengan langkah-langkah yang ditempuh apabila suatu guncangan terjadi. Mitigasi risiko bisa dilakukan dengan berbagai cara misalnya perampingan perusahaan, pelepasan aset tidak produktif serta perubahan alokasi keuangan perusahaan dengan tujuan mempertahankan eksistensi perusahaan;
- Perusahaan juga seyogyanya memiliki beberapa sumber pendapatan dan tidak menggantungkannya dari satu jenis pendapatan (income stream). Pendapatan yang berbeda ini tidak hanya karena diversifikasi pada investasi melainkan juga karena variasi aktivitas ekonomi perusahaan.
- Perusahaan juga hendaknya selalu bersikap adaptif terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Perusahaan harus dapat berinovasi dan memanfaatkan peluang sekecil-kecilnya untuk mempertahankan operasional perusahaan tanpa menambah beban atau kewajiban secara signifikan.
PEMBAHASAN