Mohon tunggu...
Putri Zhafira S.H.
Putri Zhafira S.H. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Kriminal dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Judi Online

4 Desember 2024   15:36 Diperbarui: 4 Desember 2024   16:55 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Pasal 303 ayat (3) KUHP mengartikan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan untuk menang, pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Pasal 303 ayat (3) di atas secara detail dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Antara lain adalah rolet, poker (main kartu), hwa-hwe, nalo, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu kambing, pacuan kuda dan karapan sapi. Pada umumnya masyarakat Indonesia berjudi dengan menggunakan kartu remi, domino, rolet, dadu, sabung ayam, togel(toto gelap), dan masih banyak yang lain. Pada saat piala dunia, baik di kampung, kantor dan cafe, baik tua maupun muda, sibuk bertaruh dengan menjagokan tim favoritnya masing-masing. Sehingga benar kata orang... "kalau orang berotak judi, segala hal dapat dijadikan sarana berjudi". 

Dalam mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan sanksi (hukuman). Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang pada hakikatnya menjadi bagian integral dari kebijakan sosial (social policy). Terhadap masalah penegakan hukum Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menserasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mewujudkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Sebagai suatu proses penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyatakan pembuat keputusannya tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum. Sehubungan dengan pandangan di atas ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:

  • Faktor hukumnya sendiri
  • Faktor penegak hukum
  • Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
  • Faktor masyarakat
  • Faktor kebudayaan

Kelima faktor di atas merupakan faktor-faktor yang terkait satu sama lain merupakan esensi dari penegakan hukum dan bekerjanya hukum dalam masyarakat. Kaitannya dengan penegakan hukum terhadap delik perjudian, efesiensi maupun efektivitasnya juga tergantung kepada faktor-faktor sebagaimana disebutkan yang meliputi:

  • Faktor Perundang-Undangan

    Meskipun eksistensi pengaturan delik perjudian tidak hanya dalam Undangundang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban, tetapi juga terdapat di dalam KUHP. Namun masih terdapat bentuk-bentuk delik perjudian yang belum mendapatkan pengaturan, khususnya yang menyangkut penyalahgunaan teknologi canggih dalam melakukan judi. Salah satu asas dalam hukum pidana menentukan (asas legalitas), bahwa tiada suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jikalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan perundang-undangan. Maka pengaturan atas delik perjudian yang masih belum terakomodasi dalam perundang-undangan dimaksud sifatnya cukup penting.

  • Faktor Penegakan Hukum                                                                                                                                                                                                     Keberhasilan misi hukum pidana untuk menanggulangi delik perjudian tidak hanya ditentukan oleh sempurnanya formulasi postulat hukum yang dirumuskan dalam hukum positif, melainkan keberhasilannya sangat tergantung kepada aparat yang melaksanakannya (penegak hukum); mulai dari tingkat penyidikan hingga tingkat eksekusi.Hal ini dikarenakan karakteristik yang khas dari delik perjudian sebagai suatu tindak pidana yang bersifat konvensional. Konsekuensi logisnya, aparat penegak hukum harus memiliki kemampuan lebih dan keberanian moral dalam menangani delik perjudian serta aparat penegak hukum dituntut sekaligus diuji untuk melakukan penemuan hukum (rechtvinding), sehingga tidak ada alasan klasik yang menyatakan dibalik asas legalitas sempit bahwa aturan perundangundangan tidak lengkap atau belum ada perundang-undangan yang mengaturnya.

  • Faktor Infrastruktur Pendukung Sarana Dan Prasarana
    Faktor ini dapat dikatakan sebagai tulang punggung penegakan hukum terhadap delik perjudian. Sebab eksistensinya merupakan penopang keberhasilan untuk menemukan suatu kebenaran materiil. Jalinan kerjasama yang harmonis antara lembaga penegak hukum dengan beberapa pakar dan spesialis dibidangnya seperti ahli forensik, pakar telematika serta dana operasional yang memadai adalah merupakan faktor pendukung guna menindak ataupun mempersempit ruang gerak pelaku delik perjudian.

  • Faktor Budaya Hukum Masyarakat Tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lain
    faktor budaya hukum masyarakat juga memiliki pengaruh dan memainkan peranan yang penting dalam proses penegakan hukum terhadap delik perjudian. Pluralisme budaya hukum di tengah masyarakat merupakan fenomena yang unik dan mengandung resiko yang potensial, sehingga seringkali menempatkan posisi dan profesi aparat penegak hukum ke dalam kondisi dilematis, yang pada gilirannya dapat menimbulkan ambivalensi dalam melaksanakan peranan dalam masyarakat. Kepatuhan semua masyarakat terhadap hukum, ketidakdisiplinan sosial, tidak diindahkannya etika sosial, mudahnya anggota masyarakat tergiur oleh suatu bentuk perjudian yang menawarkan keuntungan diluar kelaziman dan lain sebagainya.Adalah sederetan contoh dari bentuk-bentuk budaya hukum yang rawan serta potensial untuk terjadinya delik perjudian.

Aktivitas atau kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam rangka penegakan hukum dan antisipasinya dapat meliputi pembuatan undang-undang atau penyempurnaan ketentuan yang sudah ada. Tersedianya aparat penegak hukum yang memadai baik secara kuantitas maupun secara perorangan maupun kelompok  Dapat dilihat bahwa efektivitas fungsionalisasi penegakan hukum terhadap delik perjudian tidak hanya terletak pada efesiensi dan efektivitas kinerja masing-masing sub sistem dalam peradilan pidana. Melainkan juga tergantung pada dukungan sosial maupun kelembagaan dalam rangka pembentukan opini masyarakat tentang delik perjudian dan sosialisasi hukum nasional secara luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun