Bagi seorang pelaku usaha kelas menengah, bertahan di tengah gempuran digitalisasi bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Namun, beberapa pelaku usaha kelas menengah ternyata tetap dapat bertahan dengan cara yang terbilang sederhana dan tidak terlalu bergantung pada unsur teknologi. Tak disangka, para pelaku usaha yang jarang tersorot oleh media ini justru dapat bertahan hingga lebih dari puluhan tahun dan mampu beradaptasi dengan cara yang sederhana.
Tiga UMKM yang terletak di Desa Jagalan, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten ini memiliki kisah yang unik dalam mempertahankan bisnis mereka selama hampir lebih dari beberapa dekade. Meskipun terletak di dalam desa dan hanya berfokus pada pemasaran offline, usaha mereka tetap dapat meraup keuntungan dan berfungsi sebagai mata pencaharian utama bagi kehidupan pribadi mereka. Berikut ini merupakan tiga UMKM yang terletak di Desa Jagalan dan mampu bertahan selama lebih dari puluhan tahun dengan cara yang terbilang konvensional: Â Â
1. Kripik Belut Bu Slamet
Usaha di bidang kuliner kelas menengah yang satu ini terletak di  Dukuh Kembanggede, Desa Jagalan dan telah memproduksi kripik belut selama hampir lebih dari 50 Tahun dengan memanfaatkan belut sebagai bahan baku utamanya. Usaha kripik belut milik keluarga ini pertama kali dicetuskan oleh Bapak Slamet yang hingga pada akhirnya dikenal dengan sebutan Kripik Belut Bapak atau Ibu Slamet. Meskipun Kripik Belut Bapak Slamet tidak memasarkan produknya melalui platrform online, tetapi produk dari kripik belut ini tetap laku di pasaran dengan total produksi tertinggi per harinya sebanyak 15 Kilo gram
Kripik Belut Bu Slamet dibandrol dengan harga Seratus Tiga Puluh Ribu Rupiah per kilonya dan Enam Ribu Rupiah untuk ukuran plastik kecil sesuai dengan ketersediaan budidaya belut dan harga bahan baku yang berlaku dipasaran. Selama hampir lebih dari 50 tahun memproduksi kripik belut, pemesanan dan pengiriman terjauh pernah dilakukan hingga ke Kalimantan dan beberapa pulau lain di luar Kepulauan Jawa dan sekitarnya. Usaha Kripik Belut Bu Slamet tetap optimis untuk terus memproduksi kripik belut dengan memasarkan produknya ke pasar terdekat di sekitar Kabupaten dan Kota Klaten. Meskipun begitu, kripik belut ini tetap bertahan di tengah gempuran digitalisasi karena usaha Kripik Belut Bu Slamet yakin bahwa mereka sudah memiliki pangsa pasarnya tersendiri dengan menjualkan produknya ke kerabat dan pasar terdekat.
2. Tempe Mandiri Bapak Mario
Usaha Tempe Mandiri Bapak Mario terinspirasi dari kata "Mandiri" yang dapat diartikan sebagai bentuk atau kondisi yang memungkin seseorang dapat bertahan tanpa bergantung pada orang lain. Sama halnya dengan Tempe Mandiri Bapak Mario yang sudah memasarkan produknya dari Tahun 1985 hingga saat ini. Bapak Mario sebagai pemilik usaha tidak memiliki karyawan tetap untuk mengoperasikan proses pembuatan produk yang ia miliki, melainkan hanya mengandalkan tenaga orang-orang terdekat seperti Istri, Ibu, dan Ayahnya sendiri untuk sama-sama membangun usaha yang saat ini sudah terkenal luas di kalangan masyarakat Desa Jagalan. Produksi Tempe Mandiri Bapak Mario merupakan produksi tempe rumahan yang telah melalui berbagai era digitalisasi dengan tetap memasarkan produknya secara konvensional selama kurang lebih hingga Tiga Dekade.
Tempe Mandiri Bapak Mario dibandrol dengan harga Dua Ribu Rupiah untuk ukuran kecil dan Delapan Ribu Rupiah untuk ukuran besar. Pemasaran produk tempe ini dipasarkan ke pasar-pasar tradisional terdekat seperti Pasar Puluhwatu dan bisa juga dipesan langsung di Rumah Bapak Mario yang terletak di Dukuh Kembanggede, Desa Jagalan.
3. Tahu Khas Sumedang Bapak Nurjani
Bapak Nurjani memutuskan untuk memulai usaha produksi tahu khas sumedang sendiri setelah selesai mengakhiri karirnya sebagai karyawan di pabrik tahu pada Tahun 2006 lalu. Saat itu, upah yang ia dapatkan hanya berkisar sekitar Lima Belas Ribu Rupiah per harinya dan saat itu juga ia memutuskan untuk membuat usaha produksi tahu Khas Sumedang sendiri yang berlokasi di Dukuh Sonayan, Desa Jagalan.
Usaha produksi tahu yang ia miliki menjadi mata pencaharian utama untuk dirinya sendiri dan juga untuk orang lain yang sangat membutuhkan lapangan pekerjaan. Pemesanan tahu banyak dipesan pada saat menjelang lebaran atau perayaan hari besar lainnya. Pada saat itu, pemasaran Tahu Khas Sumedang Bapak Nurjani telah merambah ke hampir seluruh pasar yang ada di Klaten, Boyolali, Ampel, hingga Salatiga. Kini, Bapak Nurjani masih menjalankan usaha pembuatan tahu Khas Sumedang yang dibandrol dengan harga Empat Ribu Rupiah untuk ukuran satu mika kecil dan bisa dibeli langsung di lokasi pembuatan tahu yang terletak di Dukuh Sonayan, Desa Jagalan
Ketiga UMKM yang terletak di Desa Jagalan ini telah melewati berbagai fase perubahan ekonomi dan digitalisasi yang selalu mengalami pembaharuan dari tahun ke tahun berikutnya. Selama lebih dari beberapa dekade, para UMKM ini tetap dapat bertahan dengan cara yang terbilang sederhana. Cukup menakjubkan, cara mereka dalam memasarkan produknya tetap dapat membuat mereka bertahan hidup di tengah jenis pemasaran yang kian hari kian semakin beragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H