Human trafficking merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius. Permasalahan human trafficking di Indonesia bukan suatu hal yang baru, yaitu telah berlangsung lama dan hampir terjadi setiap tahun. Provinsi NTT sebagai salah satu penyumbang utama kasus human trafficking di Indonesia menyadari bahaya dan dampak dari human trafficking. Human trafficking merupakan sebuah bentuk eksploitasi terhadap seseorang, dan merupakan sebuah tindakan kejahatan yang beberapa tahun terakhir sering terjadi serta menghiasi pemberitaan di media massa, baik media cetak maupun daring. Pekerja migran, pekerja anak, pernikahan, implantasi organ tubuh, dan perdagangan anak melalui adopsi merupakan beberapa bentuk human trafficking yang sering terjadi. Pada 2017, Provinsi NTT menempati urutan pertama terkait kasus human trafficking di Indonesia. Realitas tersebut sangat memprihatinkan dan menimbulkan banyak pertanyaan terkait faktor utama penyebab terjadinya fenomena human trafficking di Provinsi NTT.Â
Berdasarkan realitas dan hasil kajian sebelumnya, faktor ekonomi, seperti kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan yang kemudian berdampak pada tingginya angka pengangguran, merupakan faktor utama terjadinya human trafficking di Provinsi NTT. Pada 2018, persentase penduduk miskin di Provinsi NTT adalah 21, 03 persen dan berada pada urutan ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak setelah Provinsi Papua dan Papua Barat. Tingginya persentase penduduk miskin di Provinsi NTT berbanding terbalik dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang kemudian berdampak pada tingginya angka penggangguran. Pada Februari 2018, angka pengangguran terbuka di NTT sebesar 2,98 persen, lalu naik menjadi 3,01 persen pada Agustus 2018. Rendahnya sumber daya mansusia (SDM) sebagai dampak dari rendahnya tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor utama terjadinya human trafficking di Provinsi NTT.Â
Pada 2015, angka melek huruf di Provinsi NTT hanya sebesar 94,87 atau masih berada jauh di bawah rata-rata angka melek huruf secara nasional, yaitu sebesar 97,71 pada 2015. Hal yang sama juga terjadi pada tahun-tahun selanjutnya, yaitu pada 2019, angka melek huruf di Provinsi NTT hanya sebesar 95,76 dan masih berada jauh di bawah rata-rata angka melek huruf secara nasional sebesar 98,22. Hal yang sama juga terjadi pada indikator rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi NTT, dimana dari tahun 2015 hingga 2019, rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi NTT secara umum masih berada di bawah rata-rata lama sekolah penduduk secara nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya solusi konkrit dari berbagai pihak untuk menekan terjadinya kasus human trafficking di Provinsi NTT. Tindakan preventif, tindakan pemberdayaan masyarakat, dan perbaikan sistem ketenagakerjaan merupakan tiga solusi yang bisa dilakukan untuk menekan tejadinya kasus human trafficking di Provinsi NTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H