Menurut David Young (1999) organisasi nirlaba adalah organisasi yang mempunyai tujuan tidak untuk mendapatkan laba bagi pemiliknya. Tujuannya adalah memberikan jasa. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut (PSAK No 45, 2004:1). Organisasi nirlaba adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial. Menurut Priyono sebagaimana dikutip oleh Nainggolan (2005), lembaga nirlaba di Indonesia terbagi menjadi empat, yaitu embaga keagamaan (NU, Muhamadyah), organisasi kesejahteraan social (BKKKN, DNIKS), organisasi kemasyarakatan (LP3Es, KB), lembaga swadaya masyarakat (Yayasan, koperasi)
Organisasi Nirlaba merupakan organisasi non-profit dimana tujuan dari organisasi ini yaitu untuk memajukan masyarakat dengan berperan dalam mengatasi masalah sosial, lingkungan, serta memberikan pelayanan publik. Oleh karena itu organisasi nirlaba sangat berperan penting membantu pemerintah dalam proses mewujudkan masyarakat sejahtera.
Lalu darimana sumber dana organisasi nirlaba untuk melakukan kegiatannya? Sumber dana organisasi nirlaba dapat diperoleh melalui unit usaha yang dimiliki organisasi, sumbangan dari masyarakat, atau bisa juga dari hasil kerja sama program dengan lembaga lain. Contohnya seperti salah satu project 'Drama Musikal: Mimpi Kirana' yang diselenggarakan oleh Yayasan Belantara Budaya yang termasuk jenis organisasi nirlaba bekerja sama dengan lembaga lain seperti Satu Cerita Untuk Indonesia dan Balai Sarbini.
Strategi pada Organisasi Nirlaba yaitu perbedaan utama dari formulasi strategi pada perusahaan bisnis dan organisasi nirlaba terletak pada perbedaan tujuan dari pendirian organisasi tersebut. Jika pendirian perusahaan bisnis memiliki motif keuangan, motif dari pendirian organisasi nirlaba lebih berdasarkan motif non-keuangan. Perbedaan tujuan tentu akan menghasilkan strategi serta sistem pengendalian yang berbeda pula.
Perbedaan strategi perusahaan bisnis dengan organisasi nirlaba ini muncul pada argumen yang dikemukakan oleh Porter (1996) yang mengatakan bahwa strategi perusahaan bisnis lebih berfokus kepada cara untuk outperform rivals (mengungguli pesaing), sedangkan berdasarkan argumen dari Sheehan (1996) mengatakan bahwa strategi yang dibuat oleh organisasi nirlaba lebih bertujuan untuk dapat mencapai misi yang telah ditetapkan. Untuk menghasilkan kinerja yang baik, Senge (1990) mengatakan bahwa komitmen terhadap misi yang diemban menjadi salah satu faktor yang berkontribusi. Hal ini sesuai dengan argumen Sheehan, sehingga organisasi nirlaba perlu terlebih dahulu mengetahui misi yang diembannnya dengan pendekatan mission gap yang dikemukakan oleh Sheehan (2005).
Sheehan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mission gap ini adalah perbedaan antara kondisi seseorang, suatu tempat atau suatu benda yang ingin diubah oleh organisasi pada saat ini dengan kondisi ideal dari ketiga hal tersebut. Mission gap inilah yang akan menjadi motivasi dari organisasi nirlaba. Keputusan strategi yang dibuat oleh organisasi nirlaba haruslah berdasarkan kepada mission gap yang dimiliki oleh perusahaan. Mereka harus dapat menciptakan visi idealis yang dapat mengisi mission gap yang mereka miliki, untuk kemudian membuat strategi yang dapat membuat mereka mencapai visi yang idealis tersebut.
Lebih lanjut Sheehan juga menjelaskan perlunya klarifikasi misi pada setiap pimpinan organisasi nirlaba tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pertanyaan: apa perbedaan yang ingin dibuat oleh organisasi, dan untuk siapa, dimana, atau apa perbedaan ini diperuntukkan? Apakah organisasi sudah mencapai misi yang dibuat atau belum, serta bagaimana penjelasan mengenai jawaban tersebut? Kondisi seperti apakah yang ada pada orang, lokasi, atau benda yang mau diubah saat ini? Seperti apakah kondisi yang ideal bagi mereka?
Setelah terjadi kesepakatan mengenai mission gap yang ada pada perusahaan, maka langkah selanjutnya adalah pimpinan organisasi membentuk grup pengembangan strategi. Hal yang penting untuk dipertikan dalam pembentukan grup pembuat strategi ini adalah mereka harus mempunyai legitimasi dan kredibilitas yang baik di mata stakeholder utama organisasi. Kemudian aktivitas yang dilakukan oleh grup pembuat strategi ini adalah menciptakan visi yang dapat mengisi mission gap yang dimiliki. Berdasarkan visi dan mission gap yang dimiliki, kemudian grup ini harus dapat menciptakan tujuan jangka panjang (3-5 tahun) yang dapat membawa organisasi memperkecil gap yang ada pada misi mereka. Tujuan yang dibuat haruslah SMART (Spesific, Measureable, Almost impossible, Relevant and Timely). Setelah tercipta visi, misi, dan tujuan, maka perusahaan harus bisa menganalisis perkembangan lingkungan organisasi dan dampak yang diberikan kepada perusahaan. Hal ini akan memberikan gambaran situasi dan kondisi organisasi saat ini. Aktivitas akhir yang dlilakukan oleh grup ini adalah pengembangan strategi. Aktivitas ini membutuhkan intuisi dan kreatifitas dari grup untuk dapat menciptakan strategi berdasarkan visi, misi, tujuan, serta analisis perkembangan lingkungan yang dimiliki oleh organisasi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kunci dalam proses formulasi strategi pada organisasi nirlaba terletak pada mission gap yang dimiliki oleh perusahaan. Aktivitas atau tahapan selanjutnya dari pembuatan strategi akan sangat dipengaruhi oleh mission gap tersebut. Proses ini menjadi penting bagi sistem pengendalian manajemen yang dibuat karena sistem pengendalian manajemen adalah sistem yang digunakan untuk mencapai tujuan dari organisasi, dan tujuan dari organisasi akan sangat ditentukan dari formulasi strategi yang dilakukan oleh organisasi. Dalam hal ini, mission gap yang ada lebih bersifat non-finansial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H