Mohon tunggu...
Putri Rosaini
Putri Rosaini Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

saya merupakan seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Deinfluencing Trend: Pelebur Mayarakat Konsumerisme di indonesia

9 November 2023   07:00 Diperbarui: 9 November 2023   07:08 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era globalisasi, kehidupan cenderung didominasi oleh tren dan influencer. Setiap pengguna media sosial akan lebih mudah terpengaruh oleh iklan berisi pendapat yang dibuat oleh orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi dibidangnya. Menurut Hariyanti & Wirapraja, influencer adalah seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan, dan hal yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya.

Fenomena ini, menciptakan masyarakat konsumerisme yang terus-menerus menginginkan dan membeli barang baru sebagai bentuk pencapaian dan kebahagiaan. Namun, sebuah tren baru mulai muncul di Indonesia yang bertujuan untuk menjadi pelebur masyarakat konsumerisme berlebihan, yaitu Deinfluencing Trend.  

Apa itu Deinfluencing?

Deinfluencing merupakan gerakan atau tindakan yang dilakukan influencer untuk mengurangi pengaruh tren dengan meyakinkan orang atau publik untuk tidak membeli sesuatu. Para influencer yang membuat konten deinfluencing ini berupaya menekankan bahwa kebahagiaan dan kepuasan tidak harus bergantung pada pemenuhan materi dan barang-barang baru. Mereka berargumen bahwa kita seharusnya memprioritaskan nilai-nilai yang lebih penting dalam hidup kita, seperti hubungan sosial, kesehatan, dan kebahagiaan batin.

Di Indonesia, deinfluencing tren ini banyak terjadi di media sosial, khsusunya aplikasi TikTok. Aplikasi ini memang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, tercatat ada 99,79juta pengguna TikTok yang berasal dari Indonesia. Maka dari itu, penyebaran informasi bisa sangat efisien tersebar melalui aplikasi TikTok ini. Banyak influencer membuat konten berisi video deinfluencing tentang berbagai hal, seperti produk skincare, Make Up, Tas branded, sepatu branded, baju branded, dan barang bermerek lainnya. Konten ini biasa dibuat para influencer berdasarkan pengalaman pribadi serta sesuai dengan bidang yang mereka pahami.

Mengapa Deinfluencing Penting?

Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia, konsumerisme adalah salah satu bagian gaya hidup yang menanggap bahwa barang-barang mewah sebagai tolak ukur kebahagiaan, kesenangan dan pemenuhan kebutuhan. Konsumerisme yang berlebihan akan berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan karena kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas mendukung produksi yang berlebihan dan berlebihan serta mempersuasi semua kalangan untuk mengikuti gaya hidup mereka. Akibatnya, sumber daya alam berkurang, limbah meningkat, kebutuhan tidak terkontrol, dan masalah lingkungan semakin memburuk. Selain itu, masyarakat konsumerisme juga dapat terjerat oleh utang akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ekonomi.

Tantangan utama deinfluencing adalah bagaimana influencer dapat mengubah cara berpikir dan kebiasaan konsumsi masyarakat yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Saat ini, banyak orang masih tergoda oleh iklan, tren, dan tuntutan sosial untuk terus membeli barang baru walau tanpa adanya nilai guna dari barang tersebut. Untuk mengatasi hal ini tentunya diperlukan upaya yang kuat untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif konsumerisme berlebihan dengan mengedukasi masyarakat tentang alternatif yang lebih baik.

Dengan deinfluencing tren ini, masyarakat dapat dihadapkan pada kesadaran akan pentingnya mengelola sumber daya, ekonomi serta konsumsi yang lebih bijak. Dengan mengutamakan sesuatu yang memang penting sesuai dengan kebutuhan agar dapat mengurangi pemborosan dan menjadi lebih bertanggung jawab dalam memilih produk yang dibeli. Harapannya, deinfluencing tren ini akan lebih meluas di masyarakat Indonesia sebagai pelebur masyarakat konsumerisme menjadi masyarakat yang selektif dalam mengonsumsi sesuatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun