Menurut berita yang diliput oleh CNN Indonesia, Human Metapneumovirus (HMPV)Â menjadi sorotan baru di dunia kesehatan Indonesia. Virus yang menyerang saluran pernapasan ini telah dilaporkan menginfeksi anak-anak di sejumlah daerah, sebagaimana diungkap oleh Kementerian Kesehatan. Dari berita yang diliput pada BBC News, munculnya kasus ini, bersamaan dengan ancaman influenza A (H1N1) dari China, menjadi pengingat pentingnya kesiapan sistem kesehatan nasional menghadapi penyakit infeksi yang terus berkembang.
Mengapa HMPV patut diwaspadai? Bagaimana dampaknya pada kesehatan masyarakat dan apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya? Mari kita kupas lebih dalam.
HMPV: Bukan Virus Baru, Tapi Berbahaya
Berdasarkan Antara News, meski terdengar asing bagi banyak orang, HMPV sebenarnya bukan virus baru. Pertama kali diidentifikasi pada tahun 2001 di Belanda, virus ini ternyata sudah ada sejak tahun 1950-an (Jesse et al., 2022; van den Hoogen et al., 2001). Masalahnya, pengetahuan masyarakat tentang HMPV masih sangat minim, sehingga ancaman ini sering terabaikan.
HMPV termasuk dalam keluarga Paramyxoviridae, yang menyerang saluran pernapasan. Gejalanya sering kali mirip dengan flu biasa: demam ringan, pilek, batuk, dan sesak napas. Namun, pada kasus berat, HMPV dapat memicu komplikasi serius seperti bronkitis dan pneumonia, terutama pada anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah.
Yang lebih mengkhawatirkan, hingga saat ini belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk melawan virus ini. Satu-satunya cara melindungi diri adalah melalui langkah pencegahan seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan lingkungan, dan mengenakan masker.
Namun, rendahnya kesadaran masyarakat menjadi kendala besar. Banyak yang menganggap enteng HMPV, padahal dampaknya bisa serius, terutama bagi kelompok rentan.
Sistem Kesehatan Nasional Masih Gagap?
Seperti yang diliput pada Sehat Negeriku, munculnya kasus HMPV di Indonesia kembali menyoroti kelemahan mendasar dalam sistem kesehatan nasional. Meskipun pandemi COVID-19 telah memacu perbaikan di beberapa aspek, pendekatan yang ada masih cenderung reaktif daripada proaktif. Artinya, pemerintah lebih sering menunggu penyakit menyebar luas sebelum mengambil langkah nyata.
Sistem pelaporan penyakit yang belum terintegrasi, ditambah minimnya fasilitas kesehatan di daerah terpencil, menjadi hambatan utama dalam deteksi dini penyakit seperti HMPV (Laksana, 2020). Sebagai contoh, negara seperti Korea Selatan telah menggunakan teknologi canggih untuk membangun sistem surveilans kesehatan yang terintegrasi. Sistem ini memungkinkan deteksi dini dan respons cepat terhadap wabah penyakit. Indonesia, sayangnya, masih jauh tertinggal dalam hal ini (Ghosh et al., 2020).
Apa yang Harus Dilakukan?
Menghadapi ancaman HMPV, Indonesia membutuhkan langkah konkret dan strategis. Berikut adalah beberapa langkah yang perlu diambil:
1. Perkuat Sistem Surveilans
Pemerintah perlu berinvestasi dalam teknologi untuk memantau dan mendeteksi penyebaran penyakit secara cepat dan akurat. Data yang terintegrasi akan membantu mengambil tindakan lebih dini.