media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menawarkan akses tak terbatas ke berbagai jenis konten, mulai dari yang informatif hingga yang menghibur. Namun, saya percaya bahwa dominasi konten yang tidak mendidik di media sosial merupakan ancaman serius bagi perkembangan intelektual dan moral generasi muda.
Di era digital ini,Pertama, banyak konten di media sosial yang hanya mengejar sensasi dan popularitas tanpa memberikan nilai edukatif. Fenomena ini sangat terlihat pada tren video pendek yang sering kali menampilkan tantangan berbahaya, prank yang merugikan, atau kehidupan glamor yang tidak realistis. Konsumsi konten semacam ini dapat mengalihkan perhatian remaja dari hal-hal yang lebih bermanfaat dan berkontribusi pada pembentukan nilai yang dangkal dan materialistis.
Kedua, konten yang tidak mendidik sering kali membawa pesan-pesan yang merugikan. Misalnya, video yang mempromosikan gaya hidup konsumtif, perilaku tidak sehat, atau kekerasan dapat mempengaruhi perilaku dan pandangan hidup anak muda. Tanpa pemahaman kritis, mereka bisa dengan mudah meniru apa yang mereka lihat, berpikir bahwa hal tersebut adalah norma yang dapat diterima.
Selain itu, algoritma media sosial cenderung memperkuat eksposur terhadap konten yang populer, terlepas dari kualitas atau nilai edukatifnya. Ini berarti bahwa meskipun ada banyak konten edukatif yang bermanfaat, konten yang tidak mendidik sering kali mendapatkan lebih banyak perhatian dan visibilitas. Akibatnya, generasi muda terjebak dalam lingkaran konten yang tidak mendukung perkembangan intelektual mereka.
Namun, penting untuk diakui bahwa media sosial juga memiliki potensi besar sebagai alat edukasi. Ada banyak kreator konten yang berfokus pada pendidikan, sains, sejarah, dan keterampilan praktis yang dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan generasi muda. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa membuat konten yang lebih menarik, mudah diakses dan mengandung pembelajaran didalamnya sehingga dapat bersaing dengan konten yang lebih sensasional.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama antara berbagai pihak. Orang tua dan pendidik harus lebih aktif dalam membimbing anak-anak dalam memilih dan mengonsumsi konten di media sosial. Selain itu, platform media sosial perlu mengambil tanggung jawab lebih besar dengan mengoptimalkan algoritma mereka untuk mempromosikan konten yang mendidik dan bermanfaat. Kreator konten juga harus didorong untuk menghasilkan materi yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan nilai tambah edukatif.
Kesimpulannya, dominasi konten yang tidak mendidik di media sosial adalah tantangan besar yang perlu segera diatasi. Dengan pendekatan yang tepat dan kolaborasi dari semua pihak terkait, kita dapat mengubah media sosial menjadi platform yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik, membantu membentuk generasi muda yang lebih cerdas, kritis dan berwawasan luas.
Opini ini menyoroti masalah konten tidak mendidik di media sosial, dampaknya terhadap generasi muda, serta menawarkan solusi untuk mempromosikan konten yang lebih bermanfaat dan edukatif. Dan semoga generasi muda dapat lebih bijak dalam menentukan konten yang akan ditonton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H