Mohon tunggu...
Putriputriii
Putriputriii Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Sya masih pelajar dan mahasiswa

Kepribadian sya suka jalan jalan, hobi sya bermain voli bal, topik yg Sya dapat menjadi mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori psikososial Erik erikson

19 Januari 2025   16:15 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:15 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori Psikososial Erik Erikson

Erik Erikson adalah seorang psikolog yang mengembangkan teori perkembangan psikososial yang berfokus pada perkembangan individu sepanjang hidup. Berbeda dengan teori-teori yang menganggap perkembangan berakhir pada masa remaja, Erikson percaya bahwa perkembangan terus berlanjut sepanjang hidup seseorang. Teori ini terdiri dari delapan tahap perkembangan yang mencakup tantangan psikososial yang harus dihadapi pada setiap tahap kehidupan. Setiap tahap memiliki krisis atau konflik yang harus diatasi untuk mencapai perkembangan yang sehat dan seimbang.

Delapan Tahap Perkembangan Psikososial Erikson
Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun)
Tantangan: Pada tahap ini, bayi belajar untuk mempercayai orang di sekitarnya, terutama pengasuh (biasanya orang tua), apakah mereka dapat memberikan kebutuhan dasar seperti makanan, kenyamanan, dan keamanan.
Hasil Positif: Jika kebutuhan bayi dipenuhi dengan cara yang konsisten dan responsif, bayi akan mengembangkan rasa percaya diri dan kepercayaan terhadap dunia.
Hasil Negatif: Jika bayi mengalami ketidakpastian atau pengabaian, mereka akan mengembangkan rasa ketidakpercayaan terhadap orang lain dan dunia.
Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1-3 tahun)
Tantangan: Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan otonomi dan kemandirian, belajar untuk mengendalikan tubuh mereka dan mengambil keputusan sendiri (seperti dalam kegiatan toileting, makan, berpakaian, dll).
Hasil Positif: Jika anak diberikan kesempatan untuk menjelajah dan mengambil inisiatif dengan bimbingan yang tepat, mereka akan mengembangkan rasa otonomi dan kepercayaan diri.
Hasil Negatif: Jika anak diberi terlalu banyak kontrol atau hukuman, atau jika mereka diabaikan dalam membuat keputusan kecil, mereka akan merasa malu atau meragukan kemampuan mereka.
Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 tahun)
Tantangan: Anak-anak mulai berinteraksi dengan teman sebaya, mengeksplorasi peran sosial, dan mengembangkan rasa inisiatif. Mereka belajar bagaimana merencanakan dan melaksanakan aktivitas mereka sendiri.
Hasil Positif: Jika anak didorong untuk mengeksplorasi dan mengembangkan ide-ide mereka tanpa rasa takut dihukum, mereka akan merasa percaya diri dalam mengambil inisiatif.
Hasil Negatif: Jika anak merasa bahwa inisiatif mereka dibatasi atau dihukum karena kesalahan, mereka dapat mengembangkan rasa bersalah yang berlebihan.
Tahap 4: Industri vs. Inferioritas (6-12 tahun)
Tantangan: Anak-anak di tahap ini mulai berfokus pada tugas-tugas dan pekerjaan yang lebih konkret, seperti belajar di sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Mereka mengembangkan keterampilan dan pengetahuan dalam bidang tertentu.
Hasil Positif: Jika anak merasa kompeten dan mendapat dorongan dari orang tua, guru, dan teman sebaya, mereka akan mengembangkan rasa industri, yaitu kemampuan untuk bekerja keras dan berhasil.
Hasil Negatif: Jika anak merasa tidak berhasil atau inferior dibandingkan teman-temannya, mereka bisa mengembangkan perasaan rendah diri atau merasa kurang berharga.
Tahap 5: Identitas vs. Kebingungannya Peran (12-18 tahun)
Tantangan: Remaja mencari identitas pribadi mereka, mengeksplorasi berbagai peran sosial, nilai-nilai, dan ideologi. Mereka mulai mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang siapa mereka sebenarnya.
Hasil Positif: Jika remaja dapat mengeksplorasi dan membentuk identitas diri mereka sendiri, mereka akan mengembangkan rasa identitas yang kuat dan yakin tentang siapa mereka.
Hasil Negatif: Jika mereka bingung atau tertekan dalam proses pencarian identitas, mereka bisa mengalami kebingungannya peran, yang dapat mengarah pada ketidakpastian tentang masa depan atau kesulitan dalam hubungan sosial.
Tahap 6: Intimasi vs. Isolasi (18-40 tahun)
Tantangan: Pada tahap ini, individu berusaha membangun hubungan intim yang mendalam dan memuaskan, baik dalam persahabatan maupun hubungan romantis.
Hasil Positif: Jika individu dapat mengembangkan hubungan yang sehat, penuh kasih sayang, dan berbagi kedalaman emosional, mereka akan merasakan intimasi dan koneksi.
Hasil Negatif: Jika individu merasa kesulitan untuk membuka diri atau membangun hubungan yang mendalam, mereka dapat merasakan isolasi, kesepian, dan keterasingan.
Tahap 7: Generativitas vs. Stagnasi (40-65 tahun)
Tantangan: Pada tahap ini, individu fokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat, keluarga, dan pekerjaan. Mereka ingin merasa bahwa mereka memberi dampak yang positif dan mentransfer pengetahuan serta pengalaman ke generasi berikutnya.
Hasil Positif: Jika individu merasa bahwa mereka memberikan kontribusi yang berarti, mereka mengembangkan rasa generativitas, yang melibatkan produktivitas dan pertumbuhan.
Hasil Negatif: Jika mereka merasa bahwa hidup mereka tidak memiliki makna atau mereka tidak membuat kemajuan yang berarti, mereka mungkin mengalami stagnasi, yang dapat mengarah pada perasaan kekosongan dan ketidakpuasan.
Tahap 8: Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Tantangan: Pada tahap ini, individu merefleksikan hidup mereka, melihat kembali pencapaian dan kesalahan mereka, serta meresapi makna hidup mereka secara keseluruhan.
Hasil Positif: Jika individu merasa puas dengan hidup mereka dan merasa bahwa mereka telah menjalani kehidupan yang bermakna, mereka akan mengembangkan integritas, yaitu rasa damai dan penerimaan terhadap diri mereka sendiri.
Hasil Negatif: Jika individu merasa penyesalan mendalam atau bahwa hidup mereka tidak bermakna, mereka akan mengalami keputusasaan, yang dapat menyebabkan perasaan kekecewaan atau penyesalan yang tidak teratasi.
Kesimpulan
Erik Erikson mengemukakan bahwa perkembangan psikososial adalah proses yang berkelanjutan dan setiap individu menghadapi tantangan unik di setiap tahap kehidupan. Keberhasilan dalam mengatasi krisis di setiap tahap akan membawa seseorang pada perkembangan psikososial yang sehat dan memberi mereka alat untuk menghadapi tantangan di tahap-tahap berikutnya. Sebaliknya, kegagalan atau ketidakmampuan dalam mengatasi konflik pada setiap tahap dapat menghambat perkembangan dan memengaruhi kesejahteraan psikologis di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun