Kemiskinan merupakan satu dari indikator lainnya yang mencerminkan kondisi ekonomi di suatu negara. Kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti geografis, distibusi sumber daya, dan kebijakan-kebijakan yang ada pada setiap provinsi. Berdasarkan data BPS Republik Indonesia tahun 2023, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 262.610 jiwa. Meskipun demikian, tingkat kemiskinan di berbagai daerah masih menunjukkan variasi yang signifikan.
Papua mencatatkan tingkat kemiskinan tertinggi sebesar 26,02%, sementara Bali memiliki tingkat kemiskinan terendah yaitu 4,25%. Meskipun sama-sama berada pada wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), Maluku Utara memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan Papua. Maluku Utara mencatatkan tingkat kemiskinan sebesar 6,55%. Berdasarkan perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penyebab perbedaan tingkat kemiskinan antar daerah adalah kondisi geografis. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan tingkat kemiskinan Papua dan Maluku Uutara. Sebaliknya, tingkat kemiskinan yang rendah di Bali dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur yang lebih merata, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada 100 tahun masa keemasan Indonesia, angka kemiskinan diperkirakan akan terus mengalami penurunan menjadi 25,9%. Meskipun terjadi penurunan angka kemiskinan secara umum, pemerintah perlu memperhatikan pertumbuhan angka kemiskinan di masing-masing daerah. Pada tahun 2045, Jawa Tengah diprediksi akan mengalami kenaikan angka kemiskinan yang sangat tinggi sebesar 10363,72 juta jiwa, sementara Kalimantan Utara mencatatkan kenaikan angka kemiskinan yang relatif rendah sebesar 45,332 juta jiwa.
Apa ya penyebab perbedaan pertumbuhan angka kemiskinan di berbagai daerah Indonesia?
Kemiskinan memiliki beberapa indikator penting yang dapat membantu pemerintah dalam melakukan pembangunan daerah. Untuk mencari tau penyebab perbedaan pertumbuhan angka kemiskinan di berbagai daerah Indonesia, dilakukan perbandingan angka indikator dari provinsi Jawa Tengah dengan Kalimantan Utara sebagai berikut.
- Garis Kemiskinan: Provinsi Jawa tengah memiliki garis kemiskinan sebesar Rp477.580/kapita/bulan sedangkan Kalimantan Utara memiliki garis kemiskinan sebesar Rp817.876/kapita/bulan.
- Perentase Penduduk Miskin: Penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah sebesar 10,77% sedangkan di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 6,45%.
- Indeks Kedalaman Kemiskinan: Provinsi Jawa Tengah di perkotaan sebesar 1,67% dan perdesaan sebesar 1,84%, sedangkan Provinsi Kalimantan Utara memiliki Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan sebesar 0,56% dan perdesaan sebesar 0,78%.
- Indeks Keparahan Kemiskinan: Provinsi Jawa Tengah di perkotaan sebesar 0,41% dan perdesaan sebesar 0,42%, sedangkan Provinsi Kalimantan Utara memiliki Indeks keparahan kemiskinan di perkotaan sebesar 0,11% dan perdesaan sebesar 0,10%.
- Indeks Kesejahteraan Sosial: Tahun 2023, indeks kesejahteraan sosial rata-rata provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa dari 100 orang terdapat 25 orang yang belum sejahtera. Sedangkan di Provinsi Kalimantan Utara menunjukkan bahwa dari 100 orang ada 39 orang yang belum sejahtera. Ini menunjukkan bahwa kesejahteraan penduduk Jawa Tengah lebih baik dari Kalimantan Utara.
- Rasio Ketimpangan Pengeluaran: Pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 5,05%. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan, terdapat dua sektor yang mengalami peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya yaitu sektor transportasi dan pergudangan sebesar 13,96% serta pengeluaran konsumen lembaga non profit (PK-LNPRT) sebesar 9,83%. Peningkatan sektor ini mencerminkan perbaikan dan ekspansi dalam kedua sektor tersebut, yang berkontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, terdapat sektor lainnya yang mengalami penurunan. Ini menunjukkan bahwa ada ketimpangan pada pertumbuhan sektor ekonomi.
- Akses terhadap Layanan Dasar: Provinsi Jawa Tengah memiliki akses pada layanan air minum sebesar 53,88%, akses pelayanan sanitasi dasar sebesar 85,20% dan ketersediaan fasilitas kesehatan sebesar 86,15%. Provinsi Kalimantan Utara memiliki akses pada layanan air minum sebesara 22,62%, akses pelayanan sanitasi dasar sebesar 84,22% dan ketersediaan fasilitas kesehatan sebesar 76,24%. Berdasarkan data yang disajikan, diketahui bahwa Kalimantan Utara memiliki akses terhadap layanan dasar yang rendah, terutama pada layanan air minum. Terdapat 77 dari 100 orang di Kalimantan Utara belum mendapatkan akses layanan air minum yang baik.
- Tingkat Pengangguran dan Kualitas Pekerjaan: Tingkat pengangguran di Jawa Tengah sebesar 5,13% sedangkan di Kalimantan Utara sebesar 4.01%. Tingkat partisipasi angakatan kerja di Jawa Tengah sebesar 71,72% sedangkan di Kalimantan Utara sebesar 64,09% . Meskipun keterlibatan penduduk dalam angkatan kerja di Jawa Tengah lebih tinggi daripada Kalimantan Utara, tetapi tingkat penganggurannya juga lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Kalimantan Utara. Ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang tersedia di provinsi Jawa Tengah bertolak belakang dengan kemampuan dan keterampilan penduduknya.
Dari delapan indikator kemiskinan, diperoleh beberapa penyebab perbedaan pertumbuhan angka kemiskinan yaitu ketimpangan pada pertumbuhan sektor ekonomi, akses terhadap layanan dasar yang rendah, serta pekerjaan yang bertolak belakang dengan kemampuan dan keterampilan penduduknya.
Bagaimana kita bisa mengatasi perbedaan dalam pertumbuhan angka kemiskinan di Indonesia dengan cara yang efektif dan berkelanjutan?
Mari kita eksplorasi beberapa solusi terbaik yang dapat membantu menjembatani kesenjangan ini dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh negeri.
- Memaksimalkan dukungan bagi pengusaha mikro dengan memberikan pelatihan, pemantauan, bimbingan, dan akses modal untuk mengatasi ketimpangan ekonomi. Contoh: Program Inkubasi Usaha Kecil Menengah (UKM) oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
- Menciptakan lapangan kerja melalui pembangunan destinasi wisata di daerah-daerah tertinggal untuk mengatasi ketimpangan ekonomi. Contoh: Program “Pesona Indonesia” yang mempromosikan pariwisata lokal.
- Memperbaiki akses air bersih, sanitasi, dan listrik di daerah-daerah 3T serta padat penduduk untuk meningkatkan akses terhadap layanan dasar.. Contoh: Program “PAMSIMAS” (Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi).
- Meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan di daerah 3T serta padat penduduk. Contoh: Program “Sekolah Dasar Terpadu” dan “Puskesmas Pembantu”.
- Menyediakan pelatihan vokasi dan keterampilan untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja agar dapat menggali potensi diri. Contoh: Program “Kartu Prakerja” yang menyediakan pelatihan keterampilan bagi pengangguran.
- Memberikan bantuan langsung kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar tepat sasaran. Contoh: Program “Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)” dan “Kartu Indonesia Pintar (KIP)”.
- Menyediakan perlindungan sosial bagi kelompok rentan tepat sasaran. Contoh: Program “BPJS Kesehatan” untuk memastikan akses ke layanan kesehatan.
- Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Contoh: Program “Dana Desa” yang memberikan alokasi dana kepada desa untuk pembangunan lokal.
- Mendorong kemitraan antara sektor publik dan swasta untuk pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Contoh: Program “Corporate Social Responsibility (CSR)” oleh perusahaan-perusahaan besar.
Kesimpulan:
Indonesia terus mengalami penurunan angka kemiskinan sampai pada tahun 2045. Meskipun demikian, terdapat daerah yang mengalami peningkatan angka kemiskinan signifikan pada tahun 2045 yaitu sebesar 10363,72 juta jiwa. Dengan demikian, pemerintah harus memperhatikan pertumbuhan setiap daerah yang ada di Indonesia agar tidak mengalami ketimpangan pertumbuhan. Terdapat faktor yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan angka kemiskinan yaitu ketimpangan pada pertumbuhan sektor ekonomi, akses terhadap layanan dasar yang rendah, serta pekerjaan yang bertolak belakang dengan kemampuan dan keterampilan penduduknya. Adapaun solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah menyediakan dukungan untuk pengusaha kecil, mengembangkan destinasi wisata, membangun akses air bersih di daerah 3T dan wilayah padat penduduk, meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan di desa-desa terpencil, pelatihan sebagai akses mengasah kemampuan dan keterampilan bagi pengangguran, bantuan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan mengajak masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program.
Mari kita bersatu untuk mendorong perubahan positif. Setiap langkah kecil dalam pemberdayaan ekonomi, peningkatan pendidikan, dan pembangunan infrastruktur dapat membuat perbedaan besar dalam mengurangi kemiskinan. Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, kita dapat mewujudkan tujuan SDGs 2045 dan menciptakan masa depan yang lebih baik untuk semua.