korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan praktik pelanggaran hukum yang merugikan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi. Kita mesti sudah tidak asing dengan istilah ini. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalah gunaan uang negara(perusahaan,organisasi,yayasan,dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi. Sebagian dari kita mesti bernah bertanya " kenapa orang bisa melakukan korupsi? Bahkan yang melakukan korupsi adalah orang yang telah memiliki kekayaan dan kekuasaan." Korupsi ternyata sudah terjadi sejak lama bahkan sebelum Indonesia ada, bahkan pada zaman sejak era kerajaan mataram kuno. Salah satu contoh kasus yang menonjol pada zaman kerajaan adalah pungutan pajak atau upeti yang memaksa rakyat. Di Indonesia, korupsi juga terjadi pada masa orde lama, contoh kasus korupsi pada orde lama pernah diberitakan dalam Koran Pantjawarta edisi 11 April 1960, yang menyoroti 14 pegawai negri yang terbukti melakukan tindakan korupsi. Sebelum itu sudah ada kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat yang membuat pemerintah mengeluarkan peraturan penguasa militer No.6 Tahun 1957 atau PRT/PM/06/1957 tentang langkah pemberantasan korupsi. Korupsi terjadi karena adanya dorongan dari dalam diri. Ini terjadi juga karena gaya hidup yang berlebihan, sifat serakah, moral dan ajaran agama yang kurang kuat, kebutuhan hidup yang semakin tinggi, dan keinginan untuk mendapat uang cepat. Biasanya semakin banyak harta seseorang semakin tinggi pula gaya hidupnya.
 Selanjutnya pengertian kolusi secara umum adalah persekongkolan antara dua orang atau lebih yang di lakukan secara rahasia untuk melakukan perbuatan yang tidak baik demi mendapatkan keutungan tertentu dengan menipu atau memperdaya orang lain. Pada umumnya, tindaka kolusi di sertai dengan tindakan penyalah gunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak pihak tertentu demi mendapatkan keuntungan. Jadi dapat di simpulkan bahwa kolusi adalah sikap atau tindakan yang tidak jujur dan melanggar hukum dengan cara membuat kesepakatan rahasia, disertai dengan pemberian fasilitas maupun uang dalam jumlah tertentu untuk kepentingan individu maupun kelompok tertentu. Praktek kolusi cukup marak di Indonesia bisa di lihat dari banyaknya sejumlah oknum pejabat maupun pengusaha yang berkaitan dengan kasus ini. Ada dua TAP MPR yang berkaitan dengan kolusi, yaitu TAP MPR XI tahun 1998 mengenai penyelenggaraan negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Serta TAP MPR VIII tahun 2001 tentang arah kebijakan pemberantasa serta pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. Meskipun tindakan kolusi tertuang dalam UU serta TAP MPR,akan tetapi masih tidak ada undang undang yang mengatur tentang kolusi yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi.
Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara yang melanggar hukum untuk menguntungkan kepentingan keluarganya atau golongannya di atas golongan masyarakat, bangsa, dan negara. Atau bisa di katakana nepotisme adalah kecenderungan mengutamakan sanak saudara, terutama dalam jabatan dan pangkat di lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih sanak keluarga sendiri untuk memegang pemerintah. Secara hukum,tindakan nepotisme dilarang dilakukan oleh penyelenggara negara, ini berarti melarang penyelenggara negara menyalah gunakan kedudukannya dalam lembaga public untuk memberikan pekerjaan public kepada keluarganya. Sebab hal ini bisa menimbulkan konflik loyalitas dalam organisasi. Nepotisme termasuk tindak pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 22 UU 28/1999. Setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit RP.200 juta dan paling banyak RP.1 miliar. Dapat di simpulkan bahwa korupsi kolusi dan nepotisme terjadi bukan karena lemahnya iman dan kejujuran seseorang saja, tapi karena adanya kesempatan dan melemahnya struktur negara yang tidak dapat membendung sifat serakah manusia.Â
Kualitas governance di Indonesia masih sangat jauh dari dari kategori good governance . kelemahan yang paling mencolok adalah tingginya tingkat korupsi yang bahkan telah merajalela di hamper seluruh lapisan masyarakat. Lalu bagaimana kasus korupsi pada era jokowi? Sejumlah lembaga anti korupsi memberikan catatan terkait melemahnya pemberantas korupsi pada periode kedua pemerintahan presiden jokowi. Situasi ini tergambar dari indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang mengalami stagnasi dengan skor 34 pada tahun 2022-2023. Melemahnya pemberantasan korupsi di era jokowi juga bisa di lihat dari instansi penegak hukum seperti kejaksaan agung, KPK, dan Polri yang di anggap kian melempem. Undang-undang perampasan asset juga menjadi indikator buruknya penilaian pemerintahan di era jokowi terhadap isu anti korupsi. Dari 10 negara di asia tenggara Indonesia menempati posisi ke 6 dengan skor 34, Indonesia mencapai indeks IPK tertinggi pada tahun 2019 dengan skor 40 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2022 menjadi 34 dan terus stagnan. Selain itu melemahnya pemberantasan korupsi ini juga bisa di lihat dengan banyaknya mentri jokowi yang terjerat kasus korupsi.
Beberapa saat yang lalu jokowi di laporkan atas kasus kolusi dan nepotisme. Hal ini terjadi setelah terpilihnya Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil bapak Prabowo Subianto yang mencalonkan diri menjadi presiden republik Indonesia. Bukan hanya mas Gibran akan tetapi kaesang pengarep juga memiliki posisi strategis yakni ketua umum PSI. serta adik ipar bapak jokowi Anwar Usman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H