Mohon tunggu...
Putri Nur Ilmi
Putri Nur Ilmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Ampel Surabaya

Saya adalah mahasiswi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, yang mendalami program studi Pemikiran Politik Islam. Sejak kecil, membaca dan menulis telah menjadi bagian dari kehidupan saya, membentuk minat saya yang mendalam terhadap dunia politik. Selain itu, saya menulis di blog pribadi yang berisi koleksi puisi dan cerpen tema politik, tempat saya mengekspresikan ide dan perasaan. Disiplin, jujur, dan ramah adalah nilai-nilai yang saya pegang teguh. Saya memiliki ketertarikan yang besar terhadap topik-topik politik, yang sering kali menjadi fokus dalam karya-karya saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah dan Kondisi Sosial Ekonomi Muslim Kulit Hitam di Amerika Serikat

2 Desember 2024   22:26 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:09 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Freepik/Kredit Foto)

Kemerdekaan Amerika Serikat pada tahun 1776 melalui Deklarasi Kemerdekaan menjadi tonggak penting yang menekankan hak-hak fundamental manusia, seperti hak untuk hidup, kebebasan, dan kebahagiaan. Namun, prinsip-prinsip tersebut tidak serta merta diterapkan secara merata, terutama terhadap Muslim kulit hitam. Perbudakan masih menjadi praktik umum, terutama di wilayah bagian selatan Amerika Serikat, di mana manusia diperlakukan sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan dan dipekerjakan dengan upah rendah serta sering mengalami perlakuan tidak manusiawi.

Situasi ini memuncak pada masa kepemimpinan Presiden Abraham Lincoln, yang pada tahun 1861 mengusulkan kebijakan untuk menghapuskan perbudakan. Upaya ini mendapat perlawanan keras dari negara-negara bagian selatan, yang ekonominya sangat bergantung pada tenaga kerja budak. Ketegangan tersebut akhirnya memicu perang saudara antara wilayah bagian utara, yang mendukung penghapusan perbudakan, dan wilayah bagian selatan, yang mempertahankannya. Konflik ini tidak hanya menjadi perjuangan moral dan hak asasi manusia tetapi juga pertarungan untuk menentukan masa depan sosial dan ekonomi Amerika Serikat.

Perang Saudara Amerika Serikat berakhir pada tahun 1865 dengan kemenangan pihak Utara dan keputusan untuk menghapuskan perbudakan di seluruh wilayah negara. Namun, meskipun secara resmi perbudakan telah dihapuskan, diskriminasi terhadap Muslim kulit hitam tetap berlanjut dalam berbagai bentuk. Salah satu manifestasi diskriminasi ini adalah diterapkannya hukum Jim Crow di wilayah selatan Amerika Serikat. Hukum ini melegalkan segregasi rasial, di mana fasilitas umum dipisahkan berdasarkan warna kulit, dengan perlakuan yang jauh lebih buruk bagi kaum kulit hitam dibandingkan kulit putih.

Segregasi ini mencakup hampir semua aspek kehidupan sehari-hari, seperti sekolah, transportasi umum, ruang tunggu, bioskop, hingga toilet umum. Meskipun pada dasarnya dirancang untuk memberikan "fasilitas yang terpisah tetapi setara," kenyataannya fasilitas yang tersedia bagi Muslim kulit hitam sering kali sangat tidak memadai dibandingkan dengan fasilitas untuk kaum kulit putih. Jim Crow menjadi simbol institusionalisasi rasisme di Amerika Serikat dan menciptakan kesenjangan sosial yang mengakar selama hampir satu abad setelah perbudakan resmi dihapuskan.

Hukum Jim Crow yang mengatur segregasi rasial di Amerika Serikat tidak hanya didukung oleh sistem hukum, tetapi juga diawasi dengan kekerasan oleh organisasi ekstremis seperti Ku Klux Klan (KKK). Organisasi ini berperan aktif dalam mempertahankan dominasi kulit putih dengan mengawasi pelaksanaan segregasi dan menindas Muslim kulit hitam. Mereka berdalih bahwa segregasi adalah cara untuk menjaga stabilitas sosial di Amerika, meskipun pada kenyataannya, tindakan mereka memperburuk ketidakadilan rasial.

Ku Klux Klan menggunakan berbagai bentuk kekerasan untuk menakut-nakuti dan mengontrol Muslim kulit hitam, termasuk pemukulan, pelecehan seksual, penghinaan verbal, perusakan properti, hingga pembakaran rumah-rumah milik warga kulit hitam. Kekerasan sistematis ini menunjukkan bahwa meskipun secara hukum Amerika Serikat telah mendeklarasikan kemerdekaan dan kesetaraan hak, realitas sosial bagi Muslim kulit hitam jauh dari prinsip tersebut. Selama hak-hak sipil mereka tidak diakui secara penuh, kemerdekaan Amerika Serikat masih belum menjadi kenyataan bagi semua warganya. Perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan bagi kaum kulit hitam terus berlanjut sebagai bagian dari upaya mewujudkan nilai-nilai kemerdekaan yang sejati.

Penelitian yang dilakukan oleh Jismulatif (2009) dalam jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya, dan Sosial mengungkapkan bahwa pada tahun 1930-an, diskriminasi rasial terhadap Muslim kulit hitam masih sangat kental, bahkan dibedakan berdasarkan ciri fisik. Hal ini menyebabkan mereka terpinggirkan, menjadi warga negara kelas dua, dan kesulitan mengembangkan budaya mereka. Diskriminasi ini merusak rasa percaya diri mereka, membuat kehidupan Muslim kulit hitam penuh dengan kemiskinan dan ketidakbahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun