Mohon tunggu...
Putri Ninda Novianti
Putri Ninda Novianti Mohon Tunggu... Sekretaris - create your own happiness🕊️

Semesta menginspirasi, manusia berimajinasi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Islam dan Aksiologi Sains Modern

31 Maret 2023   15:25 Diperbarui: 31 Maret 2023   15:27 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

A.   Aksiologi Sains Modern sebagai Problem 

       Aksiologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang mengkaji kegunaan/manfaat ilmu pengetahuan. Dilihat dari perspektif aksiologi, ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah berperan mengubah wajah dunia sebelumnya. Manfaat/kegunaannya untuk masyarakat modern hampir di setiap bidang kehidupan. Sebagian kalangan Barat, memandang sains dan teknologi modern sebagai mesiah baru, menggantikan Tuhan/agama. Kegunaan sains modern memudahkan kehidupan manusia, terutama dalam melakukan banyak pekerjaannya, mengambil banyak peran yang sebelumnya dipercayakan pada agama, mengubah secara drastis gambaran manusia tentang dunia, dan mengatur pola kerja dan hubungan baru antar manusia. Ada banyak akibat negatif  dari sains dan teknologi modern, karena kecenderungan sekularisme yang tinggi, para saintis di Barat umumnya menjadi atheis dan konflik antara sains dan agama hingga sekarang tak terelakan.

       Huston Smith mengatakan bahwa saintisme secara ruhani telah menggerogoti manusia, setelah membuang agama, dan membakar seluruh otoritas dan tradisi lama (Kristiani). Karen Armstrong  menyesalkan sains dan teknologi modern membuat bukan saja lahirnya atheisme militan di Eropa Utara, melainkan juga menyebar luasnya atheisme di Eropa dan Amerika Utara. Maka, menurut Jujun S. Suriasumantri, tidak berlebihan bila diasumsikan bahwa ancaman krisis kesadaran etis pada masyarakat yang menjunjung tinggi sains dan teknologi jauh lebih besar, karena penguasaan sains dan teknologi ini sering kali dibarengi tanpa etika. Padahal tanpa etika, penguasaan sains dan teknologi tinggi akan menjadikan manusia sebagai frankenstein yang menimbulkan petaka. Sains dan teknologi modern tidak hanya sebagai solusi, melainkan juga masalah. Sains dan teknologi modern dalam hal ini memiliki sisi gelap yang destruktif. Misalnya kemunculan Nazi yang melahirkan peristiwa holocaust, lahirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II, dan juga melahirkan kolonialisme/imperialisme terhadap negara-negara Timur.

B.   Aksiologi Sains dalam Islam

       Dalam Islam konsepsi aksiologi ilmu pengetahuan bisa dilihat dari sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Dalam Al-Qur'an, aksiologi ilmu pengetahuan bisa dilihat dari banyak ayat di antaranya QS.Al-Mujadalah:11 dan QS.Fathir:28. Berdasarkan dua ayat ini, konsepsi Al-Qur'an mengenai penggunaan sains harus ditujukan untuk hal-hal yang dibenarkan Tuhan, yang menjelaskan bahwa mereka yang memiliki ilmu pengetahuan harus bermanfaat untuk dirinya dan sesama, serta dibarengi dengan keimanan dan kemampuan menjaga nilai-nilai etis kemanusian. Selain itu, dalam ayat yang disebut kedua, dijelaskan mengenai "ilmu padi". Karena ayat itu menekankan keharusan adanya korelasi antara tingginya ilmu pengetahuan seseorang dengan tingkat perasaan diawasi Tuhan (taqwa/ihsan).

       Dalam kutipan QS. Ali Imran: 190-193, tampak bahwa saintis yang ideal adalah saintis yang menguasai ilmu empiris, ilmu rasional (yang dengannya bisa beriman kepada Tuhan, karena kehebatan dan keindahan ayat-ayat kauniyyah yang menujukkan keberadaan Tuhan), dan mampu memperoleh ilmu 'irfani karena kegiatan kontemplatifnya dengan mendekatkan diri kepada Allah lewat beribadah dan berzikir. Sebagaimana dalam QS. Ali Imran: 190-191 para saintis yang baik adalah para saintis empiris yang mempunyai kualitas pola pikir dan zikir yang baik. Selain itu, mereka menemukan bahwa semua makhluk di bumi diciptakan Allah dengan tujuan tertentu, tidak sia-sia, disebut kaum ekosentrisme atau para pengusung gagasan demokrasi bumi.

       Ada kata bijak Arab yang terkenal di kalangan kaum Muslimin: "Ilmu tanpa amal (manfaat), bagai pohon tak berbuah". Ilmu diibaratkan pohon. Meski pohon membuat udara sejuk dan air hujan yang turun di atas bisa tertahan di tanah dalam waktu yang lama, itu saja tidak cukup. Pohon yang baik adalah pohon yang berbuah, yang artinya ilmu yang baik adalah yang memberi manfaat. Nilai ilmu dalam perspektif Islam adalah pada aksiologi dan manfaatnya untuk sesama dan juga makhluk lain di alam, baik hayati maupun non hayati. Aksilogi ilmu dalam Islam bisa dilihat dari konsep kemaslahatan dalam Islam sebagai ukuran. Wahyu sebagai bentuk ilmu 'irfani (illuminasi) yang diterima para Nabi saja dalam Islam untuk tujuan menjadi rahmat sosial kemanusiaan dan kemaslahatan manusia.

       Wahyu Islam sebagai jenis ilmu 'irfani juga harus menjadi rahmat dan datang untuk tujuan kebaikan manusia di dunia dan akhirat, dalam hal ini lebih sebagai ilmu agama yang datang terutama untuk kepentingan manusia. Dalam perspektif Islam, tujuan wahyu sebagai jenis ilmu 'irfani dibawa bukan hanya berlaku untuk wahyu Islam yang dibawa di Nabi Muhammad saja, melainkan juga untuk wahyu dalam agama sebelumnya. Aksiologi ilmu yang baik adalah yang melahirkan inovasi dan kemajuan juga, dilihat dari sisi kemaslahatan manusia pada umumnya. Menurut asy-Syathibi (730- 790 H) kemaslahatan ada tiga: dharuryyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat. Kemaslahatan publik manusia yang dharuryyat (primer) adalah kemaslahatan publik manusia yang mendesak yang tanpanya, manusia tidak mungkin bisa hidup bermartabat dan baik, bahkan manusia bisa punah.

       Kemaslahtan dharuryyat terdiri dari lima hal: agama, jiwa, akal pikiran, keturunan dan harta benda. Kemasalahatan hajiyyat (sekunder) adalah kemaslahatan yang menghilangkan kesulitan dengan diberlakukannya keringanan. Sedangkan kemasalahtan tahsiniyyat (tersier) adalah kemaslahatan dalam bentuk adab termasuk seni sehingga manusia bisa hidup bermartabat tidak seperti hewan. Dalam QS.Al-Jatsiyah:13 kedudukan manusia berhadapan dengan makhluk lainnya disebut sebagai khalifah bagi alam sekitar, dimana semua yang ada di langit dan di bumi telah ditundukkan Tuhan untuk manusia. Karena tiga jenis ilmu yang dikuasainya, baik yang empiris, rasional, dan ilmu illuminasinya. Aksiologi ilmu dalam Islam juga menganut prinsip No Harm, yang ditekankan dalam etika ekosentrisme, sebagai bagian dari filsafat etika dan ilmu kontemplatif yang berarti manusia tidak merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini. Dalam Islam, konsep No Harm bisa dilihat dari QS. Hud: 61.

C.   Teknologi dalam Perspektif Islam 

       Karena manusia diperkenankan memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya meski harus dilakukan dengan bijaksana, maka teknologi sebagai penggunaan sains (aksiologi) dengan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidup manusia dalam Islam tidak dilarang, selama menghormati sesama manusia dan alam secara wajar. Teknologi ini mengalami perkembangan pesat setelah Islam berdialog dengan peradaban sebelumnya yang telah maju. Arsitektur Islam berkembang dari mimbar sederhana menjadi mimbar penuh hiasan, dari beratap rata menjadi beratap lengkung atau kubah, dan dari awalnya masjid yang tidak memiliki menara menjadi memiliki menara. Meski begitu, tidak sepenuhnya arsitektur (teknologi bangunan) Islam bercirikan arsitektur peradaban sebelum Islam murni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun