Badan Kesehatan Dunia (WHO) baru saja mengungkapkan data mengejutkan:Â
ada 8 juta kasus baru Tuberkulosis (TB) yang dilaporkan, menjadikannya penyakit menular paling mematikan di dunia.Â
Dalam sebuah pernyataan yang mencengangkan, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan, "Kenyataan bahwa Tuberkulosis masih membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan. Padahal, kita memiliki alat untuk mencegah, mendeteksi, dan mengobatinya."
Laporan terbaru WHO mengungkap bahwa 8,2 juta orang diperkirakan terinfeksi Tuberkulosis (TB) pada tahun 2023, dengan jumlah kasus baru melonjak sejak tahun 1995.Â
Meskipun angka kematian akibat TB turun dari 1,32 juta menjadi 1,25 juta tahun lalu, WHO mencatat adanya peningkatan jumlah total kasus menjadi 10,8 juta pada tahun ini.
Lebih mengkhawatirkan lagi, sekitar 400.000 orang terinfeksi Tuberkulosis resistan terhadap obat.Â
Ini tetap menjadi krisis kesehatan masyarakat yang serius.Â
Faktanya, hanya 40 persen dari kasus TB yang telah diobati. Resistensi obat muncul akibat penyalahgunaan, seperti resep yang salah atau pasien yang menghentikan pengobatan lebih awal.
Sejak tahun 2000, WHO telah menyelamatkan sekitar 79 juta jiwa melalui upaya pencegahan dan pengobatan TB.Â
Namun, kesenjangan signifikan tetap ada di berbagai wilayah yang paling terdampak oleh penyakit ini.
 Asia Tenggara mencatat jumlah kasus baru tertinggi, mencapai 45 persen, diikuti oleh Afrika (24 persen) dan Wilayah Pasifik Barat (17 persen).
Lebih dari itu, 56 persen beban Tuberkulosis global terkonsentrasi di beberapa negara.
 ndia menduduki posisi teratas dengan 26 persen kasus, diikuti Indonesia (10 persen), dan Tiongkok serta Filipina (masing-masing 6,8 persen).
WHO juga mengungkap bahwa Tuberkulosis lebih banyak menyerang pria dibandingkan wanita dan anak-anak.Â
Data menunjukkan 55 persen dari kasus adalah pria, sementara 33 persen adalah wanita, dan 12 persen adalah anak-anak dan remaja muda.
Tantangan besar lainnya adalah kurangnya dana.
Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) yang menanggung 98 persen beban Tuberkulosis, menghadapi kekurangan dana yang signifikan.Â
Dari target pendanaan tahunan sebesar 22 miliar USD, hanya ada 5,7 miliar USD yang tersedia pada tahun 2023, setara dengan hanya 26 persen dari target global.
Dr. Ghebreyesus menegaskan, "WHO mendesak semua negara untuk menepati komitmen konkret mereka dalam memperluas penggunaan alat-alat ini dan mengakhiri TB."***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H