Mohon tunggu...
Putri Nabilla Restyani
Putri Nabilla Restyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Seorang mahasiswa Teknik Informatika yang tertarik mengenai dunia teknologi dan digital marketing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menuju 6G: Arsitektur Jaringan Lebih Modular dan Scalable dengan Microservices

24 September 2024   23:16 Diperbarui: 24 September 2024   23:22 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menuju 6G: Arsitektur Jaringan Lebih Modular dan Scalable dengan Microservices 

Dalam era transformasi digital yang semakin pesat, arsitektur jaringan menjadi tulang punggung infrastruktur modern, terutama dengan kehadiran teknologi 5G dan 6G. Di tengah tantangan ini, muncul arsitektur microservices, sebuah pendekatan yang menawarkan fleksibilitas dan skalabilitas lebih tinggi dibandingkan sistem monolitik tradisional. Artikel yang ditulis oleh Sisay Tadesse Arzo dan koleganya, berjudul "Softwarized and containerized microservices-based network management analysis with MSN", membahas bagaimana penerapan microservices yang di-containerisasi mampu mendukung kinerja jaringan yang lebih efisien di masa depan.

Penelitian ini fokus pada bagaimana fungsi jaringan dapat dipecah menjadi layanan kecil yang dapat beroperasi secara mandiri melalui containerisasi, seperti yang terlihat pada penerapan Microservice-based SDN (MSN) framework. Dengan pendekatan ini, potensi peningkatan kinerja signifikan bisa tercapai, termasuk pengurangan latensi, peningkatan throughput, serta penghematan energi. Secara khusus, artikel ini mengemukakan bahwa containerisasi memungkinkan layanan-layanan jaringan untuk dikelola dan di-deploy secara lebih dinamis di edge atau cloud, yang merupakan komponen vital dari arsitektur jaringan masa depan.

Menurut penelitian Arzo dkk. (2024), sistem ini mampu mengurangi latensi hingga 25% saat menggunakan jaringan mode host Docker dibandingkan dengan mode bridge Docker. Temuan ini penting karena menunjukkan bagaimana teknologi containerisasi tidak hanya membuat jaringan lebih efisien, tetapi juga memungkinkan penempatan dinamis fungsi jaringan, yang akan sangat krusial bagi kebutuhan 6G di masa depan. Transformasi ini diharapkan menjadi langkah besar dalam mencapai softwarized network yang modular, scalable, dan hemat energi

***

Dalam analisisnya, Arzo dkk. (2024) menunjukkan bahwa arsitektur berbasis microservices memiliki beberapa keunggulan signifikan dibandingkan dengan pendekatan monolitik tradisional dalam konteks jaringan modern. Salah satu inovasi terbesar adalah kemampuan untuk mengelola dan men-deploy fungsi jaringan secara dinamis melalui container seperti Docker. Dalam pengujian mereka, penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan mode host Docker dapat mengurangi latensi jaringan hingga 25% dibandingkan dengan mode bridge Docker, yang sangat penting dalam konteks aplikasi dengan kebutuhan latensi rendah, seperti IoT dan autonomous vehicles.

Lebih lanjut, artikel ini menggarisbawahi pentingnya containerization dalam mempersiapkan jaringan untuk kebutuhan masa depan. Dalam sistem 5G dan 6G, permintaan akan kemampuan untuk mengelola beban kerja secara efisien akan semakin meningkat. Containerization memungkinkan perusahaan telekomunikasi untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dengan kemampuan untuk men-scale up atau men-scale down layanan sesuai kebutuhan secara otomatis. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi energi dan biaya operasional, yang merupakan salah satu tantangan utama dalam pengelolaan infrastruktur jaringan di masa depan. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa sistem ini mampu memangkas konsumsi energi hingga 10% dibandingkan dengan sistem non-containerized, berdasarkan pengujian menggunakan Mininet dan Scaphandre tool.

Artikel ini juga mencatat bahwa, meskipun ada manfaat besar dari arsitektur microservices, ada tantangan tersendiri, khususnya dalam hal overhead yang ditimbulkan oleh containerization. Penambahan lapisan container, yang digunakan untuk mengisolasi dan mengamankan layanan, dapat menyebabkan peningkatan overhead yang berdampak pada performa jaringan. Dalam uji coba yang dilakukan, waktu respons dari nested Docker Containers meningkat secara linear, dengan peningkatan setiap lapisan container yang ditambahkan. Hal ini menekankan perlunya perancangan yang cermat dalam menentukan jumlah lapisan container yang optimal agar tidak mengorbankan kinerja secara keseluruhan.

Dalam konteks jaringan masa depan, seperti 6G, penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai bagaimana teknologi seperti Network Function Virtualisation (NFV) dan Software-defined Networking (SDN) dapat memanfaatkan containerization untuk mendukung pengelolaan jaringan yang lebih cerdas. Dengan menggunakan pendekatan ini, operator jaringan dapat dengan mudah memindahkan layanan atau fungsi jaringan ke lokasi edge atau cloud yang lebih dekat dengan pengguna akhir, mengurangi latensi dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya. Sebagai tambahan, model matematis yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan alat yang kuat bagi pengembang jaringan untuk menghitung dan memprediksi dampak containerization terhadap latensi, throughput, dan penggunaan energi dalam berbagai skenario.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun