Mohon tunggu...
Putri Nabila
Putri Nabila Mohon Tunggu... -

Student of International Relation

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Potret Ketidakadilan dan Ironi Hukum di Indonesia

18 Maret 2015   12:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:28 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14266585002061655670

Hukum di Indonesia memang tajam kebawah dan tumpul ke atas. Itulah potret hukum di Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, ketidakadilan terus terjadi di negeri ini. Yang paling mencolok adalah kasus atas dugaan pencurian kayu oleh nenek Asyani asal Situbondo,  yang mulai mencuat ke publil pada 7 Juli 2014. Perhutani  mengklaim bahwa papan kayu jati yang ditemukan di rumah nenek Asyani berasal dari pohon kawasan hutan produksi, padahal menurut sang nenek papan kayu jati itu berasal dari pohon yang ditebang dari lahannya sendiri. Selama lima tahun, kayu-kayu itu disimpan di rumahnya. Pada Juli 2014, Asyani hendak membuat dipan. Asyani meminta menantunya Ruslan untuk membawa kayu-kayu tersebut ke tukang kayu, entah seolah begitu saja terjadi, pada 7 Juli 2014, sebelum kursi dipan selesai dibuat, polisi hutan menyita kayu-kayu tersebut karrena dianggap barang curian dari hutan produksi.

Hal ini sangat kontras dengan akal sehat, bagaiman mungkin seorang nenek dapat mencuri dan mebawa beberapa bonggol kayu langsung dari cara menebang sebuah pohon di dalam sebuah hutan produksi yang di jaga ketat oleh polisi hutan.  Sedangkan usia nenek Asyani sudah menginjak 63 tahun, dan dia hanya berprofesi sebagai tukang pijit.  Atas tuduhan pencurian tersebut, nenek Asyani telah dipenjara selama 3 bulan, terhitung sejak Desember 2014 hingga saat ini.  Asyani dijerat Undang-Undang RI no 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan. Dia terancam hukuman 5 tahun penjara.

PERUM Perhutani mencatat kerugian sebesar Rp144 miliar yang disebabkan kasus pencurian kayu pada periode 2009 hingga 2014. Tapi apakah mungkin kerugian itu disebabkan oleh seorang nenek semata? Bagaimana dengan perilaku perusahaan multinasional yang menyebabkan ribuan penduduk Riau hidup dalam kepungan Asap. Dan dengan seenaknya saja membabat hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatera. Mengapa Perum Perhutani sangat bersikeras mempidanakan nenek Asyani (yang belum tentu bersalah), sedangkan sangat lunak terhadap para investor dan pemilik perusahaan multinasional.  Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna Laoly seolah hanya memainkan peran sebagai elite politik saja, dan bukannya bekerja untuk rakyat. Hal-hal seperti kasus nenek Asyani justru luput dari perhatian beliau. Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia justru sibuk dengan kegiatan memperjuangka remisi bagi para koruptor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun