Seperti yang kita ketahui pada tahun 2020 DCI ( digital civility index) menempatkan Indonesia di urutan ke 29 dari 32 negara dalam hal kesopanan didunia maya. Indonesia menempati peringkat terbawah di Asia tenggara dalam hal kesopanan. Menurut DCI netizen cenderung bersikap kasar terutama dalam membahas politik. Banyak berita hoax yang disebar, Â diskriminasi dan perkataan yang buruk di medsos. Indonesia mendapat skor 76, angka ini menunjukkan tingginya netizen indonesia yang bersikap tidak sopan selama bermedia sosial.
Maka tak khayal kita sering kali menjumpai berbagai pembullyan di media sosial. Bukan hanya itu, penghakiman juga turut terjadi di beberapa konten, yang mengakibatkan beberapa pihak merasa di rugikan. Rendahnya tingkat literasi dan begitu reaktifnya netizen terhadap suatu info menyebabkan keadaan ini semakin parah. Berita hoax begitu mudahnya disebar luaskan, kepercayaan masyarakat juga mudah dimanipulasi. Hal ini akan menjadi ancaman yang serius bagi keamanan indonesia. Berkaca pada pemilu terakhir, kita bisa melihat betapa mudahnya masyarakat menerima berita yang belum tentu kebenaranya. Sehingga kita perlu mengakui bahwa masyarakat masih belum siap secara mental dalam bermedia sosial.
Penyebab
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan netizen Indonesia begitu reaktif dan mudah di manipulasi dengan berita hoax. Kurangnya literasi dan pemahaman bacaan yang rendah membuat masyarakat sedikit kesulitan memahami secara utuh sebuah informasi. Terkadang ada beberapa pihak yang sengaja memotong-motong informasi sehingga menimbulkan mispersepsi di masyarakat.
Meskipun semboyan kita adalah Bhineka Tunggal Ika namun masih banyak sterotipe yang bermuculan di masyrakat. Diskrimaniasi juga tidak terhindarkan meskipun terjadi dalam skala kecil. Konsep keberagaman memang sudah kita miliki namun memahami perbedaan sudut pandang masih kurang dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pendidikan yang masih cukup rendah. Sehingga masyarakat mudah percaya pada suatu berita tanpa melakukan riset, mudah terprovokasi serta mudah menghakimi orang yang berbeda pendapat.
Hal yang perlu dilakukan
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus menerus, karena akan berpotensi membuka celah bagi  pihak yang ingin mengadu domba. Kondisi ini akan dengan mudah dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan golongan tertentu. Maka kedewasaan dan kesiapan mental menjadi poin penting yang harus dipersiapakan. Dan hal ini harus dilakukan sedini mungkin, dimulai dari sektor pendidikan.
Kerja sama dari berbagai pihak antara, rumah, sekolah serta pemerintah sangat diperlukan. Sehingga kita akan memiliki masyrakat yang lebih bijak, lebih dewasa dalam bermedia sosial. Pendidikan karakter, adab perlu dikuatkan di segala lini, kebiasaan membaca juga perlu ditekankan kembali. Program P5 dan pendidikan karakter perlu dikaji dan terus diperbaharui guna meningkatkan kualitas individu. Â Terakhir pemerintah harus benar-benar berfokus untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan kita. Mulai dari masalah pemerataan fasilitas, peningkatan SDM, sampai pada pemberantasan KKN didunia pendidikan. Sehingga masyrakat mendapat pendidikan yang lebih berkualitas dan meningkatkan mutu SDM kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H