Pada tahun 2022 BPS merilis sejumlah 109.530 jiwa penduduk mengalami gangguan mental dengan rentang usia 5-75 tahun. Pendataan dilakukan selama kurun waktu satu tahun pasca pandemi, yang dilakukan di perkotaan dan pedesaan. Laman kemenkes RI mencatat 1 dari 5 penduduk menderita gangguan mental pasca pandemi. Disinyalir keadaan terisolir selam pandemic menjadi faktor utama penyebab meningkatnya jumlah penduduk dengan gangguan mental.
Angka ini cukup mengkhawatirkan karena semakin tingginya angka penduduk dengan gangguan mental maka semain tinggi pula klaim asuransi kesehatan yang diajukan pada Negara. Negara harus mengeluarkan dana lebih untuk membantu proses penyembuhan dari pasian gangguan mental. Seperti kita ketahui BPJS turut menangung klaim penyakit gangguan mental. Berikut ini, adalah beberapa gangguan mental yang bisa di klaimkan BPJS menurut kompas.
- Gangguan mood
- Gangguan psikotik
- Gangguan disosiatif
- Gangguan kecemasan
- Bipolar
- OCD
- ADHD
- PTSD
- Depresi
- Skizofrenia
Penangananan depresi di Negara lain
Tingginya angka penderita gangguan mental sendiri sudah dialamai oleh beberapa Negara. Seperti di Amerika, sekitar 9,5% penduduknya mengalami depresi di usia produktif. Amerika sendiri menghabiskan 40 juta US dollar untuk menangani penderita gangguan depresi. Sehingga perlu mencari penanganan yang jauh lebih efektif dan lebih terjangkau.
Efektifitas olah raga dalam menurunkan gejala depresi
Penanganan terhadap penderita gangguan depresi sudah lama dikembangkan, mulai dari pengunaan obat sampai konseling. Namun penanganan ini dirasa kurang dalam menjangkau seluruh kalangan, sehingga pada tahun 2003 Lynette dan Frank mengumpulkan beberapa jurnal untuk mencari alternative terapi lainya. Dalam artikel yang berjudul " the benefits of exercise for clinically depressed" menunjukkan bahwa olahraga mampu mengurangi gejala depresi. Bahkan pada beberapa penelitian menujukkan hanya dengan berolahraga penderita depresi bisa sembuh sama seperti mereka yang melakukan konseling. Berikut adalah beberapa olah raga yang dianggap mengurangi gejala depresi.
- Jalan kaki, berjalan kaki selama 20-40 menit dalam 3 kali seminggu menunjukkan perubahan yang positif pada penderita depresi. Setelah rutin melakukan olah raga ini selama 6 minggu, gejala depresi akan berkurang (Doyne dkk, 1983).
- Fitness program, mereka yang mengikuti fitnes program menujukkan hasil yang baik dalam pengurangan gejala depresi dan kecemasan. Bukan hanya itu mereka juga akan memperoleh, self concept yang baru setelah satu tahun mengikuti fitness. ( Dilorenzo, T., Bargman, EP., Stuck R., dkk, 1999)
- Aerobik dan non aerobik, melakukan olah raga ini selama satu jam dalam 3 kali seminggu bisa mengurangi gejala depresi.
- Olah raga bergrup, olah raga seperti bulu tangkis, sepak bola, basket dan futsal dinsinyalir dapat mengembangkan rasa percaya diri, serta mengembangkan ikatan sosial diatara pemainya. Hal ini akan membantu penderita depresi merasa berharga dan tidak sendirian.
Pembahasan
Terdapat beberapa alasan mengapa olah raga mampu mengurangi gejala deprasi bahkan mampu menyembuhkan. Olah raga bekerja seperti antidepresan, meningkatnya hormon endorphin  yang bertugas  memberikan rasa bahagia . Alasan kedua adalah adanya distraksi pada individu yang berolahraga. Seperti kita ketahui orang yang mengalami gangguan mental akan berfokus pada masalahnya. Maka olahraga akan membuat pemikirian individu tersebut terbarukan dan menjadi lebih fresh. Individu juga tidak akan lagi terfokus pada permasalahanya. Ketiga olah raga mampu meningkatkan self efficacy. Self efficacy adalah keyakinan diri atau kepercayaan diri  seseorang dalam melakukan sesuatu. Sehingga individu bisa memandang masalahnya dari sudut pandang baru.
SUMBER :Â
Dilorenzo, TM., Bargman, E.P., Stucky-ropp, R., dkk. 1999. Long-Terem Effect Of Aerobic Exercise On Psychological Outcomes. Prev med. 28: 75-85.
Doyne, E.J., Chambless, D.L.. 1983. Aerobic Exercise As A Treatment For Depression Women. Behavior Therapy. 14: 434-440.