Mohon tunggu...
Putri Musalamah
Putri Musalamah Mohon Tunggu... Psikolog - Konselor, trainer, SDM dan fasilitator parenting

9 tahun menggeluti dunia pendidikan dan konseling remaja, tertarik dengan ilmu parenting. Kini menfokuskan diri di bidang SDM dan HRD.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Indonesia Mengalami Gamaphobia

24 Oktober 2024   12:50 Diperbarui: 24 Oktober 2024   12:55 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkenalan

Gamaphobia atau lebih sering disebut takut menikah, merupakan suatu ketakutan seseorang dalam membentuk sebuah relasi. Individu cenderung takut untuk membuat suatu komitmen dalam sebuah ikatan penikahan. Mereka menolak konsep hidup bersama sebagai suami istri yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing.

Gamaphobia ini merupakan permasalahan yang cukup masive di beberapa Negara besar seperti China. Survey mencatat terjadi angka penikahan di China turun menjadi 4,8 persen lebih rendah dari rata-rata penikahan dunia yang menyentuh angka 5,4 persen. Berbagai alasan diuangkapakan mengapa para pemuda memutuskan untuk menunda pernikahan. Masalah terbesar yang dialami adalah munculnya kekkhawatiran akan tidak stabilnya kondisi saat ini. Pandemi yang melanda, perang, ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan factor penting yang mendukung mereka menunda penikahan.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? 

BPS mencatat pada tahun 2023 sendiri terjadi sebanyak 1.555.255 pernikahan, jika dibandingakan dengan tahun kemarin jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 7,51%. Banyak hal yang melatar belakangi seseorang menunda penikahan diantaranya adalah:

  • Khawatir kehilangan jati diri dan tidak mampu mengontrol emosinya. Individu merasa khawatir penikahan bisa membuat mereka kehilangan waktu untuk dirinya serta sulit mengatur emosinya. Menikah akan membuat dirinya jauh lebih sibuk dan tidak ada waktu untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
  • Khawatir akan pengasuhan. Beberapa orang merasa khawatir jika dia tidak bisa memberikan pengasuhan yang baik. Pada beberapa individu dengan trauma pengasuhan beranggapan bahwa penikahan akan menambah masalah baru dalam hidupnya.
  • Khawatir akan bercerai. Maraknya kasus perceraian dan perselingkuhan membuat banyak wanita yang berpikir ulang untuk menikah.
  • Khawatir mengambil tanggung jawab. Dalam pernikahan tentu ada tanggung jawab yang harus diambil, beberapa orang merasa takut dengan tanggung jawab baru.
  • Khawatir akan finansial. Ketidak stabilan finansial juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi seseorang dalam pernikahan. Tuntutan hidup yang semakin berat membuat orang akan berpikir terkait kesejahteraan hidupnya

Peran Pemerintah 

Fenomena ini layaknya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, meskipun saat ini kita diuntungkan dengan bonus demografi. Dimana usia produktif meningkat, namun jika tidak diiringi dengan regenerasi maka menjadi tidak mungkin kondisi yang dialami Jepang saat ini akan di alami Indonesia. Kesetabilan ekonomi, ketersediaan akses pendidikan, akses kesehatan yang mudah adalah langkah awal guna mengembalikan persepsi pemuda bahwa hidup tak selamanya sulit. Ketersediaan lapangan pekerjaan juga turut menjadi faktor penting untuk merubah mindset dari pemuda.

Jangan sampai pemerintah terlambat membaca fenomena ini dan salah dalam mengambil kebijakan. Kebijakan yang diambil asal-asalan akan berpengaruh pada banyak hal. Alangkah lebih bijaknya sebelum terjadi fenemomena gamaphobia di kalangan muda, maka lebih baik melakukan tindakan pencegahan. Dengan mengandeng beberapa elemen masyarakat, harusnya tugas ini tidak terlalu berat.

Sumber:

https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/VkhwVUszTXJPVmQ2ZFRKamNIZG9RMVo2VEdsbVVUMDkjMw==/nikah-dan-cerai-menurut-provinsi.html?year=2023

Chang, J. 2024. Why do chinese women experience gamaphobia? Psychoanalytic theory assisted discourses analysis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun