Kalian para perempuan pernah nggak sih dimarahin Ibu cuma karena seharian di kamar terus? Atau mungkin dimarahin karena cucian piring yang numpuk dan halaman rumah yang kotor ada kotoran ayam? Kenapa ya, ibu-ibu suka marahin anak perempuannya yang nggak ngelakuin hal-hal semacam bersih-bersih rumah? Kenapa anak laki-lakinya nggak dimarahin juga? Kan kita sama-sama anaknya. Kita sama-sama makan dan tidur di rumah yang sama, bahkan mandi di tempat yang sama.
Udah pernah denger istilah patriarki belum? Kedengarannya emang rumit, sih, tapi sebenarnya ini sistem sosial yang udah lama banget mengakar di masyarakat Indonesia, atau bahkan global. Patriarki itu pola pikir atau struktur sosial di mana laki-laki dianggap lebih dominan dibandingkan perempuan. Kenyataannya, patriarki ini nggak cuma soal kekuasaan antara kedua gender yang ada, tapi udah meluas ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Dalam lingkungan keluarga, seorang ayah, yang tugasnya jadi seorang pemimpin, dianggap sebagai bos utama yang memegang kendali dan punya kuasa atas istri, anak, dan harta benda. Intinya, sistem ini ngebikin laki-laki dapet hak istimewa lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang malah dituntut buat selalu nurut dan nggak setara (Halizah & Faralita, 2023). Contohnya, kalian pasti pernah denger ucapan orang-orang yang bilang, "Laki-laki itu kepala keluarga, perempuan cukup di rumah aja," atau, "Perempuan nggak perlu sekolah tinggi-tinggi, nanti juga ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga dan ngurus anak"? Bahkan di lingkungan kerja, pun, seringkali karyawan perempuan dianggap remeh dan lemah kalau ngelakuin pekerjaan berat.Â
Di belahan bumi lain, anak yang mulai remaja dituntut orang tuanya buat belajar lebih giat supaya punya nilai bagus. Nggak jarang juga orang tua yang suka banding-bandingin anaknya sama anak tetangga, temannya, dan bahkan saudaranya sendiri, dengan dalih supaya anak bisa termotivasi dan jadi lebih baik. Ada orang tua yang ngebatesin jam main anaknya di luar rumah dan ada juga orang tua yang suka ngomentarin anaknya karena di rumah terus dan nggak pernah main keluar. Serba salah kan? Setelah anaknya dewasa, mereka dituntut lagi buat cepet-cepet nikah dan punya anak. Giliran udah nikah dan punya anak di usia muda, dicibirin tetangga dikira hamil duluan, eh, giliran nikahnya telat, disebut perawan atau perjaka tua. Nggak berhenti sampai di situ, pas udah nikah bertahun-tahun terus belum punya anak, dicibir lagi karena gen keluarganya kurang bagus dan nggak bisa jaga kesehatan. Dalam hal ini, biasanya, semua kesalahan laki-laki bisa ditutupi oleh kesalahan perempuan.
Ada beberapa alasan kenapa patriarki sering diprotes oleh kebanyakan perempuan, apalagi pas mereka udah jadi istri. Contohnya, pas mereka udah punya anak, tapi anaknya susah diatur, pasti orang-orang bakal nyalahin ibunya karena nggak becus ngurus anak. Terus pas anaknya udah baik tapi ibunya lusuh, dikira gabisa ngerawat diri sendiri dan nggak peduli soal penampilan. Pas udah mulai merhatiin penampilan dengan cara cari kerja, malah dibilang nelantarin anak dan suami. Tapi giliran nggak kerja malah dibilang matre dan boros karena banyak paket COD yang nggak pernah absen dateng ke rumah. Tau nggak, apa yang lebih parah? Semua tuduhan kesalahan itu juga berasal dari perempuan, yang nggak lain adalah ibu-ibu tetangga yang kurang asupan buat gosip, bahkan ibu kita sendiri dan mertua bisa jadi salah satu orang yang melontarkan tuduhan itu. Makanya, perempuan sering insecure atau nggak percaya diri buat maju, nyoba hal baru, dan lebih suka di rumah aja.
Padahal, jadi kepala keluarga atau ibu rumah tangga itu bukan hal yang harus diributin. Banyak yang mikir kalo patriarki cuma ngerugiin perempuan. Kenyataannya, sistem ini ngerugiin semua orang. Laki-laki juga bisa dirugiin sama patriarki ini. Banyak dari mereka yang dipaksa buat selalu kuat dan nggak cengeng atau lemah. Mereka juga diharapin bisa jadi tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab, dan bahkan kalo mereka pengen ngambil karir yang lebih "feminin," kayak guru TK atau perawat, mereka bakal dipandang sebelah mata. Tekanan ini ngebuat laki-laki minder, susah jadi diri mereka sendiri dan harus nurutin standar yang nggak realistis.
Kenyataannya, perempuan dan laki-laki bisa ngelakuin dua hal sekaligus, tergantung dari kemauan dan kesadaran mereka masing-masing. Contohnya, ibu rumah tangga bisa milih kerja buat ngebantu penghasilan keluarga, tapi dia juga bisa ngurus rumah, anak, dan suami. Sementara suami juga bisa ngebantu istrinya bersih-bersih rumah dan ngurus anak tanpa ninggalin tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan pemberi nafkah. Hal kayak gini cuma bisa kejadian kalau dua-duanya nggak ada yang insecure satu sama lain. Artinya, mereka nggak nganggep diri mereka lebih baik atau lebih rendah dari pasangan mereka.
Tapi, nggak selalu mulus, ya. Ada harga yang harus dibayar. Mereka sering kelelahan, kekurangan waktu, stress, dan bahkan ngerasa bersalah kalo nggak bisa menuhin semuanya dengan sempurna. Tekanan ini yang kadang ngebuat kesehatan mental keganggu dan nimbulin rasa nggak adil karena tanggung jawabnya lebih berat. Intinya, keduanya harus mau diajak kerja sama dalam berumah tangga dan punya visi misi yang sama buat masa depan mereka. Alhasil, setiap ada masalah, mereka bakal sama-sama juga buat cari solusi atau jalan keluar yang nggak ngerugiin mereka.
Inilah alasan kenapa kesetaraan gender itu penting banget. Kesetaraan gender artinya menciptakan kondisi ke laki-laki dan perempuan supaya mereka punya hak dan peluang yang sama. Ini juga bukan soal kompetisi yang ngebuat perempuan lebih kuat dari laki-laki atau kebalikannya. Tapi ini tentang kerja sama, di mana semua orang, tanpa terkecuali, sepakat untuk memiliki kesempatan berkembang sesuai potensi mereka. Kesetaraan gender dan patriarki itu kayak dua hal yang berlawanan. Dunia ini tempat buat semua orang, bukan cuma buat satu gender aja.
Tapi sayangnya, patriarki ini yang bikin susah. Dari kecil, kita udah sering diracuni tentang stereotip gender sama orang tua kita yang ngebuat kita terbiasa dengan hal-hal semacam itu. Dalam hal ini, orang tua punya peran besar buat ngedidik dan ngajarin anak mereka sejak dini tentang kesetaraan gender. Anak-anak nggak seharusnya dituntut atau dipaksa buat jadi apa yang orang tua mereka pengen, tetapi mereka harusnya dapat dukungan atas apa yang mereka suka selama hal itu baik buat mereka. Tujuannya supaya mereka bisa percaya diri buat ngelakuin sesuatu, nggak gampang terpengaruh sama omongan orang lain dan bisa menghargai diri mereka sendiri maupun orang lain.