Latar Belakang
Isu diskriminasi rasial dan ketidakadilan terhadap kelompok tertentu telah menjadi permasalahan besar dalam sejarah panjang Amerika Serikat. Salah satu gerakan yang lahir sebagai respons terhadap isu ini adalah Black Lives Matter (BLM), yang muncul pada tahun 2013 setelah insiden tragis pembunuhan Trayvon Martin, seorang remaja kulit hitam yang dibunuh oleh seorang penjaga lingkungan, George Zimmerman. Gerakan ini berfokus pada ketidakadilan yang dialami oleh komunitas kulit hitam, terutama terkait dengan kebijakan kepolisian, kekerasan rasial, dan representasi sosial yang tidak adil (Budiarto, 2020).
Konsep politik identitas  dan politik representasi  memainkan peran penting dalam gerakan ini. Politik identitas mengacu pada perjuangan kelompok-kelompok yang terpinggirkan untuk mendapatkan pengakuan atas identitas mereka, sementara politik representasi berhubungan dengan bagaimana kelompok-kelompok ini diwakili dalam media dan lembaga-lembaga negara. Gerakan BLM menggambarkan bagaimana perjuangan untuk pengakuan dan representasi yang adil dapat mendorong perubahan sosial dan kebijakan yang lebih inklusif(Budiarto, 2020).
Isi
Politik Identitas dalam Gerakan Black Lives Matter
Gerakan Black Lives Matter adalah perjuangan untuk mendapatkan pengakuan yang adil bagi orang kulit hitam yang telah lama terpinggirkan dalam masyarakat Amerika. BLM bertujuan untuk menghapuskan stereotip negatif yang selama ini dilabelkan pada orang kulit hitam, yang sering kali dianggap sebagai ancaman atau kriminal. Gerakan ini menuntut pengakuan bahwa orang kulit hitam, seperti halnya warga lainnya, memiliki hak yang setara untuk hidup tanpa ketakutan akan kekerasan rasial dan perlakuan diskriminatif (Sutrisno & Damanik, 2019).
Gerakan ini juga berjuang untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap orang kulit hitam dalam konteks ketidakadilan yang terjadi di sistem hukum. Seperti yang dinyatakan oleh Budiarto (2020) dalam Jurnal Sosiologi Reflektif, perjuangan BLM tidak hanya sebatas pada pengakuan simbolik, tetapi juga menuntut reformasi sosial yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, seperti hukum, ekonomi, dan sistem pendidikan, yang selama ini lebih berpihak pada kelompok mayoritas (Sutrisno & Damanik, 2019).
Politik Representasi dalam Gerakan Black Lives Matter
Sementara politik identitas berfokus pada pengakuan atas hak hidup yang setara, politik representasi dalam gerakan BLM berupaya mengubah cara orang kulit hitam digambarkan dalam media dan ruang publik. Media sering kali menggambarkan orang kulit hitam dalam stereotip yang merugikan, mengaitkan mereka dengan kriminalitas dan kemiskinan, yang memperburuk persepsi negatif masyarakat terhadap mereka (Yanti, 2017).
Stuart Hall, seorang ahli teori media, menekankan pentingnya representasi yang adil dalam pembentukan opini publik. Dalam konteks BLM, media memiliki peran besar dalam menciptakan kesadaran publik mengenai ketidakadilan yang dihadapi oleh orang kulit hitam. Oleh karena itu, BLM mendorong perubahan dalam cara media menggambarkan kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap orang kulit hitam, agar pemberitaan lebih objektif dan memperlihatkan fakta yang sebenarnya (Hasan & Putra, 2021).
BLM juga menuntut agar orang kulit hitam memiliki representasi yang lebih besar dalam lembaga politik dan pengambilan keputusan. Perjuangan untuk mendapatkan kursi di pemerintahan dan posisi-posisi kunci dalam sistem politik adalah bagian penting dari upaya BLM untuk memastikan suara orang kulit hitam didengar dalam pembuatan kebijakan (Dewi, 2022).