·Aku yakin,tuhan pasti punya alasan kenapa DIA tidak menjodohkan aku dengan tio. Sekarang baru ku sadari itu. Mungkin agak sedikit terlambat. Mengingat sudah begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk mendapatkan cinta tio. Dulu, entah kenapa aku segitu ngototnya untuk mendapatkan tio. Untuk dapat memenangkan hatinya. Untuk dapat merebut cintanya.
Sekarang aku merasa mencintai tio adalah suatu kesalahan terbesar yang pernah terjadi dalam hidupku. Bagaimana tidak, dulu, demi tio aku rela melakukan apapun. Bahkan sampai merendahkan harga diriku. Aku mengemis cinta tio. Aku tau tio tidak mencintaiku. Aku sadar tio cuma menganggapku sebagai teman. Namun aku yakin, bila aku berusaha, tio akan menjadi milikku.
Bila aku tak berhenti mencoba, lambat laun tio akan suka padaku. Itulah keyakinanku. Keyakinan yang menjadikan aku melakukan apa saja untuk tio. Aku mencari tau semua kegiatan tio dan berusaha untuk ikut terlibat di dalamnya. Hal itu kulakukan semata-mata agar bisa senantiasa berdekatan dengan tio. Aku berusaha melimpahi tio dengan segudang perhatian dan kasih sayang. Entah tio suka atau tidak akan hal itu, aku tetap melakukannya.
Mendapatkan secuil perhatian tio, bagiku, merupakan suatu anugerah yang teramat besar dan langka terjadi. Demi mendapatkan perhatian tersebut aku tak segan-segan berkorban. Korban perasaan dan materi adalah dua hal yang sering kulakukan demi tio.
Seperti yang pernah terjadi pada suatu hari saat aku baru kembali dari perjalanan ke luar kota. Segera setelah sampai di rumah yang ada dipikiranku adalah harus segera bertemu dengan tio. Setelah seminggu tak bertemu dengannya rasa rindu di dadaku seperti luapan lahar gunung merapi yang meronta-ronta minta dialirkan.
"Mau kemana Putri, istirahat dulu. Baru pulang kok sudah mau pergi lagi", komentar mama saat melihat aku yang beranjak keluar rumah dengan menjinjing sekantong besar bawaan oleh-oleh yang memang sudah kupersiapkan untuk tio.
"Ke rumah teman, ma. Ngantar oleh-oleh", jawabku sambil berlalu. Tak yakin juga kalau mama mendengar jawabanku. Karena jawaban itu kuberikan sambil aku masuk ke mobil untuk kemudian melaju di jalanan.
Biarlah, pikirku. Paling-paling di belakang sana mama cuma geleng-geleng kepala, seperti biasa, bila aku tak mengindahkan kata-katanya.
Begitu sampai di rumah tio, aku sedikit kecewa. Orang yang ku cari tak ada di rumah. Dari mamanya kuperoleh informasi kalau tio sedang main futsal di sebuah lapangan yang tak jauh dari rumahnya. Setelah memastikan lokasi lapangan tersebut pada mama tio, aku segera menyusul tio ke tempat itu. Benar saja, ku liat tio sedang asyik bermain futsal dengan teman-temannya. Ketika satu saat tio mengalihkan pandangannya dari bola dan terarah padaku, segera kulambaikan tangan. Berharap tio yang menyadari kehadiranku di tempat itu segera mengakhiri permainannya. Namun nampaknya tio masih asyik dengan permainannya. Sampai setengah jam kemudian, baru tio menghampiriku.
Selalu begitu, tio cuek padaku. Tapi entah kenapa, entah karena terbiasa atau karena begitu besar rasa cintaku padanya, sikap tio yang demikian itu tak membuatku terluka. Selalu tersedia segudang kemakluman atas perlakuan tio padaku. Segudang kemaklumanku itu bertambah kala aku melihat binar kebahagiaan di mata tio saat menerima oleh-oleh dariku. Binar kebahagiaan yang diikuti sikap memanjakan dari tio. Dengan sabar tio mendengarkan celotehku tentang liburan keluar kota yang baru kulalui. Tak ada saat yang paling membahagiakanku selain saat-saat seperti itu, saat tio mencurahkan seluruh perhatiannya hanya padaku.
Satu hal yang akhirnya menyadarkanku kalau sebenarnya tio bukanlah jodoh yang tepat buatku adalah saat aku mengalami kecelakaan sebulan yang lalu. Saat itu, jangankan mengunjungiku, saat ku beritahu kondisiku paska kecelakaan itu, tak sedikitpun kudengar nada empati pada kata-kata tio. Dengan datar tio mengatakan semua itu salahku karena kurang berhati-hati di jalan raya. Tak ada nada prihatin. Padahal, meski itu basa basi sekalipun, walau itu kepura-puraan belaka, aku akan sangat senang bila tio memberi sedikit penghiburan atau secuil do'a untuk kesembuhanku. Nyatanya tidak. Ternyata tio memang benar-benar tidak mencintaiku, sekuat apapun aku telah berusaha meraih hatinya.
Walau sedikit terlambat menyadari, sekali lagi aku yakin, tuhan pasti punya alasan mengapa DIA tak menjodohkan aku dengan tio. Aku yakin kalau tio bukanlah jodoh yang baik buatku. Semoga kelak akan kutemukan seseorang yang bisa mencintaiku, tanpa alasan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H