Seorang pemuda tampan, klimis dan kekar, menceritakan padaku perihal nona di ujung jalan itu dengan suara lembut,
“Mereka adalah cinta meski rindu menyesak dada, isinya hanya nona jelita”
Namun sang nona di ujung jalan itu menangis, karena baginya, Cinta adalah iblis, yang kemudian memercik luka yang bengis
Romantisme keheningan malam, memunculkan rindu mereka yang turun laksana hujan ke sela- sela bumi
Walau jalannya sukar dan curam, berduri, dan seringkali temaram,
Banyak yang tidak bisa mereka lepaskan,
Manunggal jiwa yang saling tidak bisa meninggalkan, ditampar kenyataan bahwa cinta kadang perlu saling melupakan,
Itu adalah ketika rindu kian menyiksa, waktu mengejar sejuta impian.
Raga mereka hanya ingin saling memeluk dalam kerinduan abadi, yang bahkan tidak pernah dibayangkan insan lain di dunia fana ini
Lelaki tampan itu bahkan tidak membiarkan laknat derita ini menyentuh kalbu pemilik mata indah di ujung jalan itu,
Katanya, kadangkala tak apa bila jiwa terus meraung menangisi rindu,