Tik Tok Menguasai Era Digital di Indonesia
Pada era digital sekarang ini, media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat salah satunya aplikasi Tik Tok. Terbukti, berdasarkan data yang dilansir dari Databoks Katadata, Indonesia memiliki pengguna Tik Tok terbanyak ke-2 di Dunia yaitu sebanyak 106,51 Juta pada tahun 2023.Â
Pengguna ini sangat beragam hampir dari semua kalangan termasuk remaja. Namun, sebelum penggunanya sebanyak sekarang, Tik Tok dianggap menjadi aplikasi pembodohan karena banyak penggunanya menampilkan konten yang tidak mendidik. Karena hal tersebut, Tik Tok sempat diblokir oleh pemerintah Indonesia dan berita tersebut booming pada tahun 2018.Â
Meski hanya sementara, persepsi Tik Tok sebagai platform pembodohan masih dipercayai oleh sebagian orang. Berbalik dengan kondisi tersebut, kini TikTok berkembang pesat bahkan menguntungkan berbagai sektor salah satunya pendidikan sebagai media pembelajaran.
Apa Arti Pembodohan Sebenarnya?
Pembodohan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengurangan tingkat intelektual secara sengaja terhadap isi dari materi pelajaran dan pendidikan, literatur dan film, juga berita dan budaya.
Lalu, Bagaimana Fakta yang Terjadi dengan Aplikasi Tik Tok?
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek memberikan sebuah pernyataan bahwa Tik Tok dapat menjadi media pembelajaran bahasa dan sastra karena inovasi pembelajaran bahasa sangat diperlukan agar siswa tidak mudah bosan dan Tik Tok dapat memenuhi kebutuhan tersebut untuk menarik siswa dengan keterbaruannya. Dalam pembelajaran tersebut mencakup keterampilan membaca, menulis, dan berbicara.Â
Di sisi lain, muncul hasil penelitian mengenai pemanfaatan Tik Tok sebagai media pembelajaran yang menyatakan bahwa selain menjadi pemanfaatan dan idealisasi, penggunaan aplikasi Tik Tok dapat bermanfaat sebagai sarana dalam proses belajar yang interaktif dan menarik. Dengan kemudahan penggunaan dan fungsinya yang beragam, maka aplikasi Tik Tok dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran tidak hanya untuk siswa namun juga pendidik sebagai fasilitator pembelajaran seperti guru.Â
Sebagai contoh, proses pembelajaran melalui Tik Tok dapat dilakukan dengan memerankan sebuah naskah drama, dialog, atau bahkan monolog lalu mengunggahnya ke TikTok menggunakan fitur backsound. Setelah unggahan tersebut, mereka diminta untuk men-dubbing suara dengan ekspresi yang sesuai. Selanjutnya, mereka diminta untuk berkomunikasi di dalam kelompok kelas mereka. Di tahap ini, guru dan siswa bisa mengevaluasi bersama. Siswa juga dapat menggunakan fitur duet atau kolaborasi untuk membuat percakapan atau dialog.Â
Bagaimana bisa aplikasi yang terbukti dapat menjadi media pembelajaran siswa disebut pembodohan sedangkan proses pembelajaran di Tik Tok bertolak belakang terhadap definisi yang ada? Model pembelajaran melalui Tik Tok hingga sekarang masih berjalan menandakan bahwa aplikasi Tik Tok terbukti dapat membawa dampak positif dan dapat membantu kebebasan inovasi pendidikan baik bagi para pendidik maupun siswa.Â
Aplikasi Pembodohan atau Pengguna yang Mudah Dibodohi?
Pernyataan mengenai aplikasi Tik Tok lebih banyak menampilkan konten tidak bermutu yang dapat merusak generasi bangsa dibanding dengan konten edukatif bergantung pada algoritma pengguna. Jika pengguna lebih sering menjumpai konten yang tidak layak ditonton seperti pembodohan, hal tersebut disebabkan oleh reaksi pengguna itu sendiri. Algoritma akan membaca aktivitas tersebut seperti menonton hingga akhir video, like, comment, share sehingga Tik Tok akan menampilkan konten serupa kepada akun tersebut. Jelas sekali, hal ini disesuaikan oleh sikap pengguna dalam menanggapinya, apakah sebuah aplikasi tidak bernyawa dapat disalahkan atau memang kurangnya sikap bijak pengguna dalam bermedia sosial?Â