Peran Pendaftaran Merek dalam Pengembangan Makanan Tradisional di Era Digital
Nama : Laras Adika Putri
NIM : 212111160
Prodi : HES/7G
ABSTRACT
The emergence of the digital economy as a result of the rapid development of technology has created a new social order that is very dependent on the internet. Indonesia with its cultural and culinary wealth has great potential to take advantage of this digital economy. However, the lack of awareness of the importance of intellectual property rights, especially trademarks, has caused many traditional food products to be vulnerable to abuse by irresponsible parties. This research juridically normatively aims to examine the urgency of trademark registration for traditional Indonesian food products in the context of an increasingly integrated digital economy.
Keywords: Digital Economy, Traditional Food, Trademarks
Â
ABSTRAK
Munculnya ekonomi digital sebagai akibat dari pesatnya perkembangan tekhnologi telah menciptakan tatanan sosial baru yang sangat bergantug pada internet. Indonesia dengan kekayaan budaya dan kulinernya memiliki potensi besar untuk memanfaatkan ekonomi digital ini. Namun, minimnya kesadaran akan pentingnya hak kekayaan intelektual, khususnya merek dagang sehingga menyebabkan banyak produk makanan tradisional rentan terhadap penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Penelitia ini secara yuridis normatif bertujuan untuk mengkaji urgensi pendaftaran merek dagang bagi produk makanan tradisional Indonesia dalam konteks ekonomi digital yang semakin terintegrasi.
Kata Kunci : Ekonomi Digital, Makanan Tradisional, Merek Dagang
Â
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Sebagai negara yang berlandaskan hukum, Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh kehidupan yang layak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Untuk mencapai kesejahteraan melalui penghidupan yang layak, setiap individu berkesempatan untuk berusaha, salah satunya melalui sektor kuliner (Pinem & Gunadi, 2021). Dalam beberapa tahun terakhir, industri kuliner di Indonesia berkembang pesat dengan variasi yang beragam, baik melalui inovasi baru maupun pengolahan tradisional yang dikemas secara menarik.
Sebagai negara agraris dengan keragaman suku, adat, dan budaya, Indonesia memiliki potensi besar untuk mendongkrak perekonomian masyarakat, seperti melalui sektor pariwisata dan produk kuliner tradisional dari berbagai daerah, seperti Wajik, Dodol, dan Galendo khas Jawa Barat. Berdasarkan data Liputan6.com, pada tahun 2020, jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia mencapai 64 juta, dengan sekitar 13 persen atau 8 juta di antaranya telah memanfaatkan platform digital (Pinem & Gunadi, 2021).
Kemajuan ekonomi digital telah mempermudah kegiatan ekonomi secara keseluruhan, terutama dengan luasnya jangkauan e-commerce yang menggantikan pola bisnis manual menjadi lebih praktis. Kini, pelaku UMKM dapat menjalankan usaha tanpa harus membuka toko fisik, sekaligus memanfaatkan platform digital untuk mengembangkan produk-produk khas daerah agar lebih mudah dipasarkan. Produk-produk dari UMKM memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama ketika sudah merambah pasar internasional. Namun, seringkali proses produksi tidak diimbangi dengan kesadaran akan pentingnya hak kekayaan intelektual, yang dapat melindungi produk tradisional dari penjiplakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab (Rijal, 2022). Oleh sebab itu pendaftaran merek menjadi sangat penting untuk menjaga produk dalam jangka panjang.
Namun, meskipun pendaftaran merek memiliki banyak manfaat, masih banyak pelaku UMKM yang belum mendaftarkan merek mereka karena berbagai kendala. Keterlambatan dalam pendaftaran merek dapat menimbulkan masalah hukum di kemudian hari, terutama jika merek tersebut digunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab, yang bisa merusak kredibilitas produk jika kualitasnya buruk dan mengurangi daya tarik pasar (Sulasi, 2018). Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan utama dalam tulisan ini adalah pentingnya pendaftaran merek bagi makanan tradisional.
Â
PEMBAHASAN
1. Pengaturan Hak Merek di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya tradisional yang beragam, yang merupakan aset dan warisan yang perlu dilindungi dan dikembangkan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang mencakup berbagai aspek budaya tradisional seperti bahasa, cerita, lagu, makanan khas daerah, dan lainnya. Masyarakat umumnya menyadari bahwa kebudayaan nasional adalah milik bersama, sehingga sering kali mengabaikan pentingnya pendaftaran merek untuk produk makanan tradisional yang mereka hasilkan.
Merek sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berfungsi untuk memperkenalkan kualitas dan keaslian suatu produk (Prasetya & Ariana, 2018), serta menjadi identitas yang membedakan asal-usul produk tersebut, seiring dengan meningkatnya penggunaan iklan dalam pemasaran. Merek dagang, yang merupakan bagian dari proses branding, berfungsi sebagai identitas yang membedakan suatu produk dari produk lainnya. Ciri khas merek ini dapat bersifat objektif (berkaitan dengan kinerja) atau subjektif (berkaitan dengan gaya hidup) dan sering digunakan untuk menunjukkan kualitas serta status yang dirasakan oleh konsumen.
Regulasi mengenai merek telah diatur dalam berbagai peraturan hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal 33 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen Keempat), yang menyatakan bahwa perekonomian nasional harus diselenggarakan berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi, efisiensi, keadilan, keberlanjutan, kemandirian, dan keseimbangan ekonomi (Juwita, 2021). Penguatan perlindungan merek semakin terlihat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Merek Internasional berdasarkan Madrid Protocol (Sutikno & Jannah, 2019), serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mempercepat waktu pendaftaran merek menjadi lebih cepat, yaitu 30 hari dari sebelumnya 180 hari.
Dengan pesatnya globalisasi, perdagangan internasional semakin meningkat. Menurut laporan dari The Information pada tahun 2022, nilai belanja e-commerce TikTok telah mencapai lebih dari 68 triliun atau meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (Rizky, 2013). Hal ini mendorong setiap negara untuk mempromosikan budaya dan produk khasnya, mulai dari sektor pariwisata hingga jajanan tradisional yang menjadi simbol ekspresi budaya. Ekspresi budaya tradisional merupakan warisan turun-temurun dan hasil dari kreativitas bersama sehingga menjadi milik bersama pula. Oleh karena itu, dalam proses produksi perlu diperhatikan perlindungan terhadap kekayaan intelektual mengingat hukum terkait terus berkembang dan dapat menimbulkan sengketa terkait klaim atas produk (Putri, 2021).
Permasalahan terkait hak kekayaan intelektual sangat relevan dalam konteks perdagangan, pengembangan teknologi, dan ekonomi sebagai acuan untuk memajukan suatu bangsa. Pesatnya perkembangan teknologi telah menciptakan fenomena sosial baru yang mengandalkan internet untuk berbagai aktivitas termasuk transaksi elektronik melalui situs web e-commerce dan media sosial yang dikenal sebagai ekonomi digital. Bersamaan dengan berkembangnya ekonomi digital ini, pelaku UMKM semakin menyadari tantangan serta dampak dari fenomena ini untuk melindungi produk mereka dan beralih dari pola pikir lama yang hanya berfokus pada penjualan dan keuntungan (Venue, 2021).
Â
2. Pentingnya Pendaftaran Merek Makanan Tradisional
Pendaftaran merek sebaiknya dilakukan segera karena luasnya ruang transaksi tanpa batas dan potensi kesamaan produk, terutama makanan tradisional, yang dapat memudahkan klaim dari pihak lain. Contohnya, kasus pemalsuan jamu di Kebumen pada tahun 2019, di mana jamu yang mengandung tepung dan paracetamol tanpa izin dijual dengan berbagai merek seperti Dewa Dewi, Daun Dewa, dan Inti Mujarab (Rinto, 2019). Jika terdapat kesamaan merek dengan pihak lain yang belum mendaftarkan merek mereka, hal ini dapat sangat merugikan, terutama jika kualitas produk yang menggunakan merek tersebut rendah, sehingga membingungkan konsumen dan merusak reputasi serta nilai jual produk.
Dalam proses pendaftaran merek, sering muncul persaingan tidak sehat, di mana pelaku usaha dalam bidang yang sama berusaha menjatuhkan pesaingnya dengan cara meniru atau mencuri ide yang berujung pada pelanggaran hukum. Oleh karena itu, penting untuk segera mendaftarkan merek, meskipun produk yang diproduksi adalah makanan tradisional yang dianggap sebagai warisan budaya bersama. Pendaftaran merek dapat berfungsi sebagai pembeda yang menonjolkan kualitas produk dibandingkan produk sejenis lainnya.
Di Indonesia, pendaftaran merek dilakukan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Harruma, 2022). Sistem pendaftaran yang diterapkan adalah Stelsel Konstitutif dengan prinsip First to file, yang berarti merek diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mengajukan pendaftaran. Negara tidak akan memberikan hak merek kepada pihak yang mengajukan permohonan setelah merek tersebut terdaftar. Perlindungan merek berlaku selama 10 tahun sejak pendaftaran dengan kemungkinan perpanjangan dalam jangka waktu 12 bulan.
Namun, terdapat ketentuan yang mengatur bahwa beberapa merek tidak dapat didaftarkan sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merek tidak dapat didaftarkan jika bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, atau kesusilaan atau jika hanya berkaitan dengan barang dan jasa yang didaftarkan atau dapat menyesatkan masyarakat tentang asal usul, kualitas, atau manfaat barang dan jasa tersebut (Labetubun & Pariela, 2020).
Meskipun negara telah mengatur pendaftaran merek, kenyataannya jumlah permohonan merek di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan permohonan dari luar negeri sejak tahun 2018 (Mahardika & Nurhayati, 2019). Rendahnya minat UMKM untuk mendaftarkan merek mereka, terutama di sektor makanan tradisional, berisiko menyebabkan sengketa di masa depan jika pihak lain mendaftarkan merek tersebut secara internasional. Padahal UMKM merupakan sektor penting dalam ketahanan ekonomi nasional.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendaftaran merek melalui sosialisasi dan penyuluhan hukum bagi pengusaha kecil dan menengah serta regulasi yang mendukung perlindungan kekayaan intelektual di tingkat daerah (Gorda et al., 2020). Upaya ini juga dapat melindungi pelaku usaha dari kejahatan intelektual seperti pemalsuan produk yang menjadi masalah serius dalam perdagangan global melalui platform belanja online.
Â
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi yang pesat telah menciptakan fenomena sosial baru yang mengakibatkan semua aktivitas bergantung pada internet, termasuk kemudahan dalam mengakses informasi dan melakukan transaksi elektronik, yang dikenal sebagai ekonomi digital. Dengan berbagai kemudahan ini, setiap negara berusaha untuk mempromosikan budaya khasnya, mulai dari sektor pariwisata hingga makanan tradisional. Sejalan dengan itu, produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama setelah memasuki pasar internasional. Namun, produksi tersebut sering kali tidak disertai dengan kesadaran akan pentingnya hak kekayaan intelektual dalam perdagangan dan perlindungan terhadap produk yang memiliki nilai tradisional. Keterlambatan dalam pendaftaran merek dapat menyebabkan konflik di masa depan yang merugikan pelaku usaha, seperti penggunaan merek tanpa izin yang dapat merusak reputasi merek tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendaftaran merek, mengingat akses yang semakin mudah dalam perdagangan internasional.
Untuk meningkatkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya mendaftarkan merek makanan tradisional, pemerintah perlu melaksanakan berbagai langkah komprehensif yang melibatkan semua kalangan, baik yang tergabung dalam komunitas maupun tidak. Selain itu, peningkatan pemahaman masyarakat tentang perkembangan hukum sangat penting agar pembaruan hukum dapat disampaikan kepada berbagai pihak. Pendampingan yang berkelanjutan dalam pelaksanaan pendaftaran merek juga diperlukan untuk mendukung proses ini.
REFERENSI
Ayu, R. (2020). Perlindungan Kue Tradisional Bali dalam Perspektif Kekayaan Intelektual. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(3), 527–593.
Gorda, AAA. Ngr. S. R., Antari, P. E. D., & Artami, I. A. K. (2020). Sosialiasi Hak Cipta dan Hak Merek Pada Kelompok Usaha Kecil dan Menenegah (UKM) Sebagai Aset Bisnis di Era Industri Kreatif (Sosialisasi Hak Merek dan Hak Paten Pada Masyarakat Desa Celuk Kabupaten Gianyar). PARTA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 27–31.
Harruma, I. (2022). Pentingnya Mendaftarkan Merek,. Kompas.com. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2022/09/25/05000011/pentingnya-mendaftarkan-merek. Diakses pada tanggal 22 Februari 2023.
Juwita, E. N. (2021). Penindakan Terhadap Kejahatan Hak Merek Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Konsumen dan Pemilih Hak Merek. Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora, 3(2), 76–83.
Labetubun, M. A. H., & Pariela, M. V. G. (2020). Controlling of Imported or Exported Goods Related to Brand Protection by Customs. UNTAG Law Review, 4(1), 20–33.
Pinem, L. E. N., & Gunadi, N. L. D. S. (2021). Analisis Penyelesaian Sengketa Terhadap Hak Merek Atas Putusan Geprek Bensu Melawan I Am Geprek Bensu. Jurnal Pacta Sunt Servanda, 2(1), 24–35.
Prasetya, I. M. D., & Ariana, I. G. P. (2018). Pengaturan Merek Produk Makanan (Berdasarkan UndangUndang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek). Kertha Semaya, 7(1), 1–14
Putri, Y. M. (2021). Perlindungan Bagi Hak Kekayaan Intelektual Komunal. JURNAL HUKUM DE’RECHTSSTAAT, 7(2), 173–184
Rijal, A. S. (2022). Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif yang Eksis Tengah Pandemi Covid-19 di Kota Kudus (Studi atas Kasus Pelaku UMKM CV. Seleksi Alam Muria Desa Colo Kab. Kudus) (Doctoral dissertation). IAIN Kudus, Kudus.
Rinto. (2019). Pemalsu Berbgai Produk Jamu Herbal Ditangkap Polisi di Kebumen. DetikNews. Retrieved from https://news.detik.com/berita-jawa-tengah-/d4442566/pemalsu-berbagai-produk-jamuherbal-ditangkap-polisi-di-kebumen. Diakses pada tanggal 12 Maret 2023.
Rizky, D. (2013). Tiktok buat Shopee-Tokopedia ketar ketir, cek data terbarunya. CNBC Indonesia. Retrieved from https://www.google.com/amp/s/www.cnbcindonesia.com/tech/2023011014471137-404342/tiktok-buat-shopee-tokopedia-ketar-ketir-cek-data-terbarunya-amp. Diakses pada tanggal 27 Februari 2023.
Sulasi, R. (2018). Pelindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Pada Produk Ekonomi Kreatif Protection Of The Intellectual Property Rights On Creative Economic Products." 9.1 (). Negara Hukum, 9(1).
Sutikno, F. M., & Jannah, I. D. M. (2019). Perlindungan Hukum Hak Cipta Lagu di Indonesia Dan Malaysia. Jurnal Literasi Hukum, 3(1), 14–25.
Venue. (2021). Menerapkan Budaya dalam Ekonomi Digital. Venue. Retrieved from https://venuemagz.com/literasi-digital/menerapkan-budaya-dalam-ekonomi-digital/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI