Mohon tunggu...
Putri Kodok
Putri Kodok Mohon Tunggu... zelfstandig ondernemer -

I'm living my life, and it is a beautiful life :-)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Fantasi] Pelangi Iris

18 September 2014   12:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

52. Putri Kodok

Hans merebahkan tubuhnya di atas kasur kamar hotel di jantung kota Oslo. Penerbangan dari Amsterdam yang memakan waktu hampir dua jam ternyata cukup membuatnya lelah.

Sambil berbaring, Hans merogoh dompet dari saku jaket yang masih dikenakannya. Jari-jarinya mencari-cari kertas berisi rencana perjalanan yang sudah dijadwalkan oleh biro perjalanan yang dipilihnya. Namun pandangannya terhenti pada sebuah foto yang terselip di dompetnya.

Wajah bahagianya terlihat nyata dalam foto itu. Di sampingnya, seorang gadis ayu berkulit pucat dan berambut legam terlihat menatapnya sambil tersenyum manis. Foto terakhir dari lima tahun yang lalu yang selalu dibawa Hans kemana pun dia pergi.

---

“Iris, kamu tahu aku tidak setuju kamu pergi sendirian.”

“Ah, sayang…. Hanya seminggu lho… Kenapa? Takut kangen sama aku ya?”

Iris menggelayut manja pada pundak kekasihnya. Hans hanya terdiam sambil cemberut.

“Haduuhh… jangan manyun gitu dong… Salah sendiri kamu sibuk terus, tidak bisa ambil cuti liburan,” gantian Iris yang memasang muka cemberut.

“Kamu kan bisa bersabar menunggu tahun depan, Iris. Kita bisa pergi bersama,“ Hans berusaha membujuk kekasihnya untuk membatalkan perjalanannya.

“Oh lieverdYou know that I don’t have that much time…,” Iris menjawab pelan.

Mereka berdua tertunduk. Terdiam.

“Hans, kamu tahu, ini adalah impian terakhirku,” Iris memecah kesunyian.

“Aku harus melihat aurora dengan mataku sendiri. Aku ingin menuntaskan rasa penasaranku. Setiap malam aku bermimpi berada di sebuah tempat yang sunyi, penuh kedamaian, dengan langit bertabur bintang-bintang dan cahaya aurora yang meliuk diantaranya…“

Iris mengambil jeda. Hans hanya diam mendengarkan, tanpa berkomentar.

“Dan suara-suara itu, Hans…” Iris meneruskan penjelasnannya, “aku ingin tahu siapa yang memanggil-manggil aku disetiap mimpiku. Suara yang memintaku datang kesana, di tempat aurora borealis terlihat“

“Aku ingin mencari jawaban akan arti mimpiku, Hans,” ucap Iris untuk meyakinkan kekasihnya.

Hans menghela nafas.

“Jangan lupa bawa mantel dan syalmu yang tebal. Juga obat-obatan yang kamu perlukan,” jawab Hans pada akhirnya.

“Siap, bos,” Iris mengerling dan memeluk manja kekasihnya.

---

Hans masih menyesali diskusi terakhir mereka itu. Hans merasa seharusnya dia tidak pernah mengijinkan Iris pergi sendiri dan seharusnya dia meluangkan waktu untuk pergi bersama dan memenuhi keinginan kekasihnya.

Kini Hans sangat merindukan kekasihnya yang tak pernah kembali dari perjalanannya lima tahun yang lalu.  Pencarian oleh berbagai pihak yang berwenang sama sekali tidak membuahkan hasil. Iris menghilang seperti ditelan bumi. Hans memutuskan kini saatnya untuk melakukan pencarian sendiri.

Diusapnya perlahan foto itu.

“Iris, aku pasti akan menemukanmu…” Hans berkata lirih.

---

Kehangatan matahari musim gugur tidak mampu menghadirkan senyum di wajah Hans. Langkahnya di sepanjang promenade Aker Brygge terasa hampa. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya membawanya berjalan ke pelabuhan di Oslofjord itu. Dia hanya ingin menghabiskan waktu sebelum dia melanjutkan perjalanan  menuju ke Tromsø besok. Dari pesan pendek Iris terakhir yang diterima oleh Hans lima tahun yang lalu, itulah kota terakhir dimana Iris berada sebelum dia melanjutkan perjalanan menuju Arctic dengan kereta salju yang ditarik oleh anjing-anjing Husky. Hans ingin memulai pencariannya dari kota itu.

Langkah Hans tiba-tiba berhenti di depan pintu sebuah toko dengan bangunan antik. Sebuah toko mungil yang terlihat terjepit diantara dereten toko-toko besar yang bergaya lebih modern. Hans tidak pernah tertarik dengan toko semacam itu. Namun kali ini Hans merasa ada yang memaksanya masuk untuk melihat-lihat isi toko.

Bel berdenting pelan ketika pintu toko terbuka oleh Hans. Tak terlihat seorang pun di sana. Bau wewangian dengan aroma aneh tercium tajam dalam toko yang minim cahaya itu. Sinar matahari hanya menyelinap di antara sela tirai yang terpasang pada jendela toko. Tidak ada cahaya tambahan dari lampu listrik. Suram dan sunyi.

“Toko yang aneh”, batin Hans.

Dalam sekejap Hans bisa menyimpulkan bahwa itu adalah toko mainan kuno. Di sudut ruangan tampak boneka-boneka porselen dijajar rapi. Tampak tua namun terawat baik. Kereta dan mobil-mobilan kayu serta berbagai jenis mainan lainnya tertata di atas rak yang menempel pada dinding kayu toko itu.

Hans berpikir untuk segera meninggalkan toko itu. Tidak ada yang menarik di sana. Namun pandangan Hans tiba-tiba tertuju pada sebuah bola kristal yang tergeletak pada sebuah meja yang tertutup beludru merah yang terletak di tengah ruangan.

“Iris!” desis Hans.

Bola kristal itu sangat mirip dengan bola kristal kesayangan Iris. Bola kristal dengan butiran-butiran kecil seperti salju di dalamnya. Iris selalu memainkannya saat dia merasa sepi.

Hans mengarahkan bola kristal itu ke cahaya matahari seperti yang selalu dilakukan Iris dulu.

Toko yang suram itu tiba-tiba terlihat berseri akibat warna pelangi yang terbias dari arah bola kristal yang tersinari cahaya matahari. Gerakan butiran salju di dalam bola kristal itu membuat warna pelangi berubah-ubah.

Pelangi Iris. Begitu Iris selalu menyebut biasan cahaya itu. Dan dia sangat menikmati keindahannya. Begitu juga Hans sekarang. Selama ini dia tidak pernah menyadari bahwa biasan cahaya itu terlihat begitu indah. Dia dulu selalu tak mengacuhkan saat Iris asyik bermain dengan bola kristalnya.

“Kamu suka?”

Hans dikagetkan oleh suara perempuan tua yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Bola kristal itu pun hampir terlepas dari genggamannya. Hans tidak tahu darimana datangnya perempuan itu. Dia hanya diam terpaku mengamati perempuan tua yang tampak terbungkus mantel bulu beruang. Tampak kurang pas dengan cuaca yang tak begitu dingin, pikir Hans.

“Ambillah. Itu untukmu,” kata perempuan tua datar.

“Oh… Berapa harganya?” tanya Hans kikuk.

“Aku bilang itu untukmu. Tidak perlu bayar dan segera pergi dari sini. Toko segera tutup,“ perempuan itu berkata agak keras.

Hans segera mengucapkan terima kasih dan memasukkan bola kristal itu ke saku jaketnya. Dia kemudian bergegas kembali berjalan menuju hotel tempat dia menginap.

Malam terasa panjang. Hans tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia dapat segera melanjutkan perjalanan.

Hans bermimpi malam itu tentang Iris dan pelangi.

----

Udara Tromsø sangat dingin. Hans mengatupkan mantel bulunya. Bola kristal yang diperolehnya kemarin masih berada di saku jaket di balik mantel bulunya. Hans memperhatikan dengan cermat instruksi dari pemandunya tentang bagaimana dia harus mengendalikan anjing-anjing Husky yang akan menarik keretanya. Anjing-anjing itu sangat jinak. Dengan cepat Hans dapat mengendalikan mereka.

Dengan berbekal navigasi dan lampu sorot Hans memulai perjalanannya. Sesungguhnya Hans tidak tahu ke arah mana dia harus memulai pencariaanya. Dia hanya membiarkan anjing-anjing itu menarik kereta luncurnya tanpa benar-benar mengendalikan mereka. Menurut navigasi yang dipegang Hans tampaknya anjing-anjing itu berlari sepanjang arah lingkar arktik.

Setelah beberapa saat berjalan, Hans merasa lari anjing-anjing itu melambat. Mungkin mereka kelelahan, pikir Hans. Ia pun menghentikan laju anjing-anjing tersebut. Namun tampaknya ada hal lain yang membuat anjing-anjing tersebut melambat. Mereka mulai waspada dan menggeram bahkan beberapa langkah mundur ke belakang.

Hans mulai cemas. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia berusaha menenangkan keenam anjing penarik kereta luncurnya. Namun anjing-anjing itu bertambah gelisah.

Hans melihat ke sekelilingnya. Mulai tampak olehnya di remang cahaya sebuah bayangan besar yang mendekat ke arah mereka. Semakin lama semakin jelas bagi Hans bahwa itu adalah sebuah beruang kutub. Hans mulai panik. Dia berusaha menarik anjing-anjing itu agar bergerak menjauh. Mereka pun berlari sangat kencang, menjauh dari bayangan yang tampak mengarah ke mereka.

Hans tak mampu lagi mengendalikan arah kereta luncur itu. Kereta mulai melaju tak stabil hingga akhirnya Hans terpental dan tak tersadarkan diri.

---

Hans berusaha menggerakkan tulangnya yang kaku karena kedinginan. Sekujur badannya terasa sakit. Dengan susah payah dibukanya matanya. Sekelilingnya gelap dan sunyi. Dia berusaha mengingat kembali kejadian yang baru saja menimpanya.

Iris… Kereta luncur… Anjing Husky... Beruang…  Semua kembali melayang dalam ingatan Hans.

Han er våken! Dia sudah bangun!”

Sebuah suara  berteriak lantang di belakangnya sangat mengagetkan Hans.

Sebuah tangan yang tampak seperti cakar berbulu mencengkeram bahunya dan memaksa Hans untuk berdiri. Karena terlalu lemah Hans kembali terduduk dan tersungkur dalam salju. Tangan itu kembali mencengkeram Hans. Hans tidak bisa lagi melawan.

“Stoppe!”

Terdengar suara lain dari arah depan Hans yang memerintahkan pemilik tangan itu untuk menghentikan tindakannya. Hans masih belum bisa melihat siapapun di situ.

Namun perlahan-lahan muncul kabut putih di depannya yang semakin lama semakin jelas membentuk wujud beruang kutub. Muncul kabut kedua agak dibelakangnya. Juga membentuk wujud yang sama. Kemudian Hans melihat perlahan semakin lama semakin banyak kabut-kabut putih yang bermunculan di sekitarnya. Semuanya membentuk wujud beruang kutub yang terdiam memandangnya. Hans semakin ketakutan dikelilingi puluhan beruang kutub. Namun dia juga tak mampu beranjak pergi.

Beruang kutub yang pertama kali muncul itu mulai bergerak mendekati Hans sambil perlahan mengangkat kedua kaki depannya. Dalam posisi berdiri sosok beruang itu kembali menghilang menjadi kepulan asap yang menipis. Hans kini tidak melihat lagi beruang di depannya, melainkan sesosok wanita berkulit pucat berambut legam.

“Oh, Tuhan, itu Iris!”

Hans ingin berteriak memanggil sosok yang dikenalnya itu. Namun kerongkongannya terasa tercekat. Tidak ada kata yang keluar.

“Dia manusia. Bangsa pengrusak. Dia harus dibinasakan!” teriak beruang yang tadi mencengkeram pundak Hans. Beruang itu pun kini sudah berubah menjadi sosok pria berkulit pucat berambut legam.

“Ya, dia juga sudah begitu lancang memasuki daerah kita,” terdengar teriakan dari arah yang lain.

Hans mulai menyadari bahwa wujud beruang itu semuanya sudah berganti menjadi wujud manusia berkulit pucat berambut legam. Suara teriakan-teriakan mulai bermunculan. Menyerukan agar Hans segera dibinasakan. Namun Iris tetap terdiam di depan Hans.

“Yang mulia, apalagi yang ditunggu?” tanya sosok perempuan yang berasal dari beruang yang berdiri agak di belakang Iris tadi.

Iris tidak menjawab. Dia hanya mengangkat kedua tangannya. Kedua telapak tanganya menengadah ke arah langit. Hans mulai merasakan angin dingin yang mulai berputar menguat di sekitarnya. Tiba-tiba di antara kedua telapak tangan Iris muncul enam bola kristal yang sangat mirip dengan bola kristal yang berada di saku jaket Hans. Keenam bola itu mulai berputar kencang dan memancarkan cahaya pelangi. Pelangi Iris!

Suara-suara itu kini bersorak. Hans mulai merasakan ketakutan. Iris seperti tak mengenalinya lagi dan berniat membunuhnya. Tangan Iris mulai bergerak seperti akan melemparkan keenam bola itu ke arah Hans ketika tiba-tiba Hans merasakan getaran yang hebat dari arah sisi perutnya. Mantel Hans tersobek dan muncul cahaya pelangi dari arah saku jaketnya. Hans merasa bola kristal yang dikantonginya mendesak akan keluar.

Semua wujud manusia pucat berambut legam itu mulai berseru takjub. Iris menghentikan gerakan tangannya. Angin dan putaran keenam bola itu mulai mereda. Keenam bola itu kini melayang tenang di atas Iris sambil masih memancarkan cahaya pelangi. Bola kristal di saku Hans mulai melayang keluar, menuju keenam bola yang masih melayang di atas Iris.

Den syvende ball…” desis Iris.

Ketujuh bola itu berputar sejenak kemudia menyatu menjadi sebuah bola kristal yang besar. Cahaya yang dipancarkannya begitu indah, terang namun tak menyilaukan.

Hans memandang takjub tanpa bisa mencerna semua kejadian yang baru saja berlalu. Iris mengangkat kedua tangannya. Bola kristal itu kemudian meluruh ke tubuh Iris. Kini Irislah yang memancarkan cahaya pelangi. Pelangi Iris.

Iris melangkah pelan semakin mendekati Hans dan berlutut sambil menatap Hans.

“Manusia, darimana kamu mendapatkan bola kristal ketujuh ini?” tanya Iris kepada Hans.

“Iris?” Hans balik bertanya, “kamu tidak mengenalku lagi? Aku Hans… Iris?”

“Ya, aku Iris. Tapi aku tak mengenal siapa kamu. Dan itu tidak penting untukku. Aku hanya ingin tahu darimana kau dapatkan bola kristal ketujuh ini?”

“Dari.. dari seorang wanita tua pemilik toko di Aker Brygge… Dia memberikannya begitu saja kepadaku“

“Pemegang bola ini adalah juru kunci dunia kami. Dia dibunuh oleh manusia pengrusak sepertimu. Dia mati mengenaskan. Tubuhnya dikuliti dan bola kristal ini menghilang hingga kini kau membawanya kembali. Kini ketujuh bola ini telah bersatu kembali. Dengan begitu kami kembali kembali memiliki kekuatan untuk melindungi bumi ini”

“Untuk itu,” Iris melanjutkan ucapannya, “aku mengucapkan terima kasih kepadamu. Sekarang, jelaskan kepada kami,mengapa engkau sampai memasuki daerah kami?”

Hans kemudian berusaha menjelaskan semua kejadian yang terjadi, walaupun dia juga tidak sepenuhnya paham.

“Dengarkan Hans, aku mungkin dulu adalah Irismu. Namun aku kini sudah berada di duniaku sendiri, berada di antara bangsaku, berada di tempat dimana aku seharusnya berada. Aku harus memimpin bangsa ini melindungi bumi dari tangan pengrusak seperti bangsamu. Kalian mengotori bumi dengan keserakahan kalian. Langit kami, yang sebenarnya juga langit kalian, mulai berlubang. Namun kalian bangsa manusia tidak pernah peduli. Kami berjuang memperbaiki kerusakan langit kami, namun usaha kami seperti sia-sia karena keserakahan bangsa kalian lebih kuat dari usaha kami. Dunia kami meleleh perlahan. Kini bola ketujuh sudah kembali kepada kami. Semoga kami kini semakin kuat,“ Iris menutup ucapannya.

Hans tak mampu menjawab apapun.

“Kami akan mengembalikanmu kepada bangsamu. Kami tidak akan melukaimu karena kamu telah berjasa kepada kami. Hanya saja,pesanku kepadamu, tolong sampaikan kepada bangsamu agar menghentikan tindakan mereka merusak langit kami. Karena jika dunia kami hilang, maka dunia kalian pun akan lenyap. Sekarang pejamkanlah matamu“

Hans belum sempat berkata apapun ketika dia merasa tiba-tiba melayang di antara aneka cahaya pelangi. Dia tak bisa melihat apapun kecuali cahaya warna warni itu.

---

Hans memandang keluar jendela. Dia terbaring di rumah sakit di Tromsø. Tubuhnya ditemukan oleh tim SAR terbaring pingsan di hamparan salju di luar kota Tromsø.

Di langit utara terlihat cahaya pelangi yang meliuk indah.

Aurora borealis. Pelangi Iris.

Iris dan bangsanya sedang bekerja memperbaiki langit mereka, langit kita.

---

- Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

- Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun